Senin, 19 Maret 2012

ISLAM DAN SENI REBANA DI KAMPUNG ARAR

ISLAM DAN SENI REBANA
(Sejarah dan Perkembanganya di Kampung Arar) 

Oleh : Zaenal Arifin 


Abstract 

Kampong Arar represent one of place expand it Islam in Papua dimiciling in the Sorong. History of Islam in Kampong Arar represent the long network Islam of history in Indonesia brought by Islam merchant and missionari of Islam. Where Islam mission conducted by missionary of Islam form the tradition which Islam looked after by society. This is also happened in Kampong Arar which is early from Muslim society migration tribe of Biak Numfor from Island Salawati, Kingdom of Raja Ampat with the Islam existence which can esily accepted by society of through cultural approach. So that Islam tradition growing on to date is tambourin art. Artistic of rebana round into the media missionize in inviting Islam people to learn the Islam teaching. Is usually used to accompany the activity dzikir to Allah and read the maulid of prophet Muhammad or sholawat. Artistic so that tambourine and sholawat become the important media in Islam mission in Kampong Arar. 

Keywords: Islam, Kampung Arar, Seni Rebana, Sholawat 

I. Pendahuluan 

Aktivitas dakwah Islam di Papua merupakan bagian dari rangkaian panjang syiar Islam di Nusantara. Dikatakan bahwa sejarah masuknya Islam di Nusantara sudah terjadi sekitar abad ke-7 Masehi yang dibawa oleh para pedagang Arab dari semenanjung Arabia ke pesisir utara Sumatera (Aceh). Selain berdagang mereka juga menyebarkan ajaran agama Islam dan melakukan perkawinan dengan warga setempat. Kemudian sebagian dari mereka ada yang menetap beberapa tahun di wilayah mereka berdagang untuk berdakwah, sehingga terbentuklah komunitas muslim atau komunitas orang Arab yang menghuni daerah pesisir utara Sumatera (Aceh). Islam mulai berkembang di Nusantara dalam penyebarannya pada abad ke-12 dan abad ke-13 oleh para dai dan pedagang muslim yang datang dari Arab, Persia dan India. Para juru dakwah tersebut memiliki peran penting dalam proses penyebaran Islam di kawasan Nusantara. 

Keberhasilan dakwah para dai ditunjang dengan kemampuan para dai dalam menyajikan kemasan ajaran Islam yang dapat menyesuaikan dengan kondisi sosio-kultural setempat, sehingga mudah dipahami oleh masyarakat. Kita ketahui bahwa ajaran Islam bersifat akomodatif yakni memberi makna baru yang tidak keluar dari syari’at agama Islam terhadap ajaran atau kepercayaan masyarakat sebelumnya. Misalnya, dalam pergelaran wayang kulit yang dimasukkan ajaran bernafaskan Islam yang dapat dengan mudah dipahami oleh masyarakat. 

Penyiaran agama Islam berkembang pesat di Pulau Jawa sekitar abad ke-15 yang dipelopori oleh Wali Songo (Wali Sembilan). Mereka adalah Maulana Malik Ibrahim yang tertua, Sunan Ampel anak Maulana Malik Ibrahim, Sunan Giri adalah keponakan Maulana Malik Ibrahim yang berarti juga sepupu Sunan Ampel, Sunan Bonang dan Sunan Drajad adalah anak Sunan Ampel, Sunan Kalijaga merupakan sahabat sekaligus murid Sunan Bonang, Sunan Muria anak Sunan Kalijaga, Sunan Kudus murid Sunan Kalijaga, dan Sunan Gunung Jati adalah sahabat para Sunan lain, kecuali Maulana Malik Ibrahim yang lebih dahulu meninggal. Mereka inilah yang mempunyai peran penting dalam penyebaran Islam di tanah Jawa yang murid-muridnya juga banyak berasal dari luar Jawa, baik dari Nusa Tenggara, Kalimantan, Sulawesi, dan Maluku. Oleh karena itu, dakwah Islam di Nusantara dilanjutkan oleh para murid Walisongo dengan ilmu yang didapat dari guru-gurunya untuk disebarkan di daerah masing-masing maupun daerah di sekitarnya. 

Wacana tentang masuknya Islam di Papua, sampai hari ini masih menyisakan perdebatan panjang di kalangan para ahli, baik tempat kedatangannya Islam, para pembawanya dan waktu kedatangannya. Berbagai upaya penelitian yang dilakukan oleh para ahli, di antaranya mengatakan bahwa Islam masuk di Papua sekitar abad ke-15 Masehi melalui dua jalur. Pertama melalui pengaruh Sultan Ternate di Raja Ampat dan kedua melalui jalur Kerajaan Islam dari Kesultanan Bacan di Ambon di daerah Fak-Fak. Dalam perkembangannya, Islam mulai menyebar dengan adanya migrasi para penduduk muslim dari pulau ke pulau, baik pulau-pulau sekitar daerah Fak-Fak maupun pulau-pulau kecil di wilayah Raja Ampat sampai di sebagian wilayah Sorong. 

Di Kabupaten Sorong terdapat Kampung Arar yang menghuni sebuah pulau kecil, yaitu Pulau Arar yang menjadi salah satu tempat berkembangnya agama Islam masyarakat asli Papua. Perkembangan Islam di Pulau Arar tidak lepas dari perkembangan Islam di wilayah Raja Ampat, dikarenakan dahulu masih wilayah kekuasaan kerajaan Raja Ampat sampai daerah Distrik Inanwatan di Kabupaten Sorong Selatan termasuk suku Kokoda yang sebagian penduduknya telah beragama Islam. Jadi, Kampung Arar masih menjadi wilayah dari kekuasaan kerajaan Raja Ampat sebagai salah satu pintu gerbang Islam masuk di tanah Papua. Sehingga praktek ke-Islam-an di Kampung Arar tidak lepas berasal dari sejarah dan perkembangan Islam di daerah Raja Ampat, terutama di Pulau Salawati. 

Kehadiran Islam di tanah Papua tidak beda jauh yang disyiarkan oleh para Walisongo yang dilanjutkan para muridnya yaitu memperhatikan kebudayaan lokal masyarakat setempat dalam kegiatan berdakwah. Kreatifitas para juru dakwah tersebut dalam memanfaatkan kebudayaan lokal yang dipengaruhi oleh kebudayaan dari kepercayaan Hindu-Budha atau animisme dan dinamisme. Maka dari itu, kebudayaan lokal tidak diubah seluruhnya, hanya diubah secara Islam dalam praktek dan tujuannya tetap berpaku pada syariat Islam. Sehingga proses Islamisasi yang ditokohi para Walisongo dan murid-muridnya tersebut dapat dengan mudah diterima oleh penduduk lokal. Sesuai dengan sabda Rasulullah SAW yang diriwayatkan oleh Anas ra: 
يسّروا ولاتعسروا ويشّروا ولاتنفروا. رواه البخارى 
“Mudahkanlah dan jangan mempersulit. Buatlah gembira dan jangan membuat orang lari (ketakutan).” (HR. Bukhori) 

Selain itu, dakwah Islam di tanah Papua telah membawa kebudayaan Islam sendiri yang berkembang sejak masa Nabi Muhammad SAW, sahabat dan sampai zaman kekalifahan. Hal ini membawa pengaruh terhadap kebudayaan lokal, terutama terhadap seni dan tradisi di Papua. Salah satu seni tradisi Islam yang masih dipertahankan maupun dilestarikan di daerah Fak-Fak dan Raja Ampat adalah seni rebana. Seni rebana adalah seni musik tradisional yang bernafaskan Islam dari zaman dahulu sampai sekarang yang saat ini masih eksis di beberapa daerah di Indonesia, termasuk di tanah Papua. Seni musik ini memiliki nilai yang sangat berharga, terutama dalam mempelajari agama Islam. Dalam kaidah Fiqih kita kenal “al muhafadhah ‘ala al qadim al shalih wa al akhdzu bi al jadid al ashlah”, yaitu melestarikan nilai-nilai yang baik dan melakukan adopsi nilai-nilai baru yang baik. Termasuk seni rebana tradisional juga dilestarikan dan dikembangkan oleh masyarakat muslim di Kampung Arar sebagai seni tradisi Islam. 

Dalam perkembangannya, masyarakat muslim Kampung Arar menggunakan seni rebana menjadi salah satu media dakwah untuk syiar agama Islam yang cukup efektif di kalangan umat, karena seni rebana telah mendapat tempat di hati umat Islam untuk dapat memperdalam ajaran agamanya. Hal ini tidak lepas dari seni rebana sendiri yang biasanya digunakan sebagai pengiring berdzikir dan sholawat Nabi SAW, yaitu doa dan puji-pujian kepada Nabi Muhammad SAW, dimana Nabi Muhammad SAW sebagai pembawa risalah Islam. Maka dari itu, umat Islam harus ta’aruf kepada junjungannya secara lebih mendalam yang salah satunya melalui sholawat yang diiringi dengan rebana. 

Hubungan erat antara ajaran Islam dengan seni tradisi Islam dalam perjalanan syiar Islam di Indonesia juga telah sampai di tanah Papua terutama seni rebana sebagai salah satu media dakwah, antara lain telah berkembang di Kampung Arar sampai ini. Maka dari itu, tulisan ini akan menitikberatkan pembahasan pada tiga persoalan utama. Pertama, bagaimana sejarah dan perkembangan Islam di Kampung Arar? Kedua, bagaimana sejarah dan perkembangan seni rebana di Kampung Arar? Ketiga, bagaimana pengaruh seni rebana terhadap perkembangan Islam di Kampung Arar? Sebelum ketiga persoalan tersebut diuraikan, pada bagian berikut akan diuraikan setting masyarakat muslim di Kampung Arar. Hal tersebut akan menjadi dasar pengetahuan tentang Islam dan seni rebana di Kampung Arar. 

II. Arar : Potret Masyarakat Muslim Asli Papua 

Kampung Arar adalah kampung masyarakat muslim asli Papua yang menghuni pulau kecil di Pulau Arar yang dahulu masih merupakan wilayah kekuasaan Kerajaan Raja Ampat. Setelah Irian Jaya Barat menjadi bagian dari Negara Kesatuan Republik Indonesia pada tahun 1963 oleh PBB melalui perjuangan berat melawan Kolonial Belanda yang berkuasa. Perkembangan Irian Barat diadakannya pemekaran wilayah menjadi Provinsi Papua dan Provinsi Papua Barat serta dibentuknya pemerintahan daerah di Tingkat Kabupaten, kini Kampung Arar menjadi bagian dari pemerintahan Kabupaten Sorong-Provinsi Papua Barat. Lokasi Kampung Arar terletak sekitar 15 km di sebelah barat Kota Aimas, Ibu kota Pemerintahan Daerah Kabupaten Sorong. Untuk menuju lokasi ditempuh perjalanan dari Kota Aimas melalui jalan PT Petrochina (perusahaan pengeboran minyak di Kabupaten Sorong) sampai di dermaga PT Henrison Iriana (perusahaan yang memproduksi kayu lapis), kemudian menyeberang dengan perahu ketinting atau jonkson -begitu masyarakat menyebutnya- sekitar 15 menit untuk sampai ke Pulau Arar. 

Kampung Arar mempunyai luas sekitar 1500 m2 dengan jumlah penduduk yang menghuninya sekitar kurang lebih 400-500 jiwa, baik dari kanak-kanak sampai dewasa. Sebagian besar penduduknya adalah warga asli Papua yang berasal dari Suku Biak Numfor, Papua. Mereka melakukan migrasi dari Biak Numfor ke Raja Ampat yang menjadi salah satu perkembangan Islam, khususnya Pulau Salawati, kemudian beberapa penduduk berpindah ke Pulau Arar. Sedangkan sebagian kecil yang lain adalah pendatang yang berasal dari Pulau Seram maupun Ternate, Maluku. Penduduk Kampung Arar sebagai kampung muslim ada sekitar 90 % penduduknya yang beragama Islam, sedangkan sisanya yang lain beragama Kristen. 

Potensi ekonomi penduduk di Kampung Arar sebagian besar sebagai nelayan yang mengambil dari kekayaan laut di sekitar pulau, seperti ikan baik yang memakai pancing maupun jaring jala. Hasil ikan yang didapat seperti ikan cakalan, puri, lema, samander, sembula, dan lain-lain. Selain itu, penduduk setempat mengembangkan budidaya rumput laut untuk menunjang perekonomian keluarga. Sebagian penduduk yang lain juga bekerja membuat perahu dari kayu, baik dari ukuran kecil sampai yang besar. Pembuatan perahu ini dijual kepada warga setempat maupun warga lain di sekitar Pulau Arar yang menjadi nelayan. Sebagian kecil warga juga memanfaatkan jasa penyeberan antar warga setempat yang mau menyeberang ke Sorong. Sebagian yang lain, penduduk setempat menjadi karyawan di PT Henrison Iriana yang karyawannya mencapai ribuan orang. 

Di bidang pendidikan, di Kampung Arar sudah dibangun SD Inpres 57 dan SMP Muhammadiyah untuk menunjang pendidikan formal. Sedangkan pendidikan ke jenjang lebih tinggi, baik SMA dan Perguruan Tinggi mereka terpaksa harus keluar pulau, misalnya di Sorong, karena belum tersedianya lembaga pendidikan di tempat tinggal mereka. Dalam pendidikan agama Islam, warga dididik oleh ustadz dan ustadzah setempat yang sudah mendapat pendidikan pesantren di Jawa, Seram maupun Ternate. Dalam sejarah dan perkembangan Islam di Kampung Arar proses pelaksanaannya serupa dengan sejarah dan perkembangan Islam yang dibawa dari Islam yang berada di Pulau Salawati Kabupaten Raja Ampat. 

III. Sejarah Islam di Kampung Arar 

Kampung Arar berasal dari Suku Biak Numfor yang merupakan salah satu kelompok masyarakat Papua yang hidup dan tinggal di Kabupaten Biak Numfor. Menurut Teteh Abdul Halik, orang Islam tertua di Kampung Arar yang sudah berusia 101 tahun, beliau menceritakan sejarah dari Kampung Arar. Berawal dari penduduk suku Biak Numfor yang bermigrasi dari Pulau Biak dan Numfor ke Pulau Salawati, Kepulauan Raja Ampat. Mereka bermigrasi dalam beberapa periode waktu dan sejarah, bermula dari pelayaran hongi dan pembayaran upeti kepada Sultan Tidore/Ternate, kemudian disusul dengan perjalanan kelompok suku Biak mengikuti arah perjalanan Koreri (Man Armaker) dalam legenda kepercayaan tradisional yang menjadi nenek moyang orang Biak. 

Sumber cerita rakyat mengisahkan bahwa daerah Biak Numfor telah menjadi bagian dari wilayah kekuasaan Sultan Tidore sejak abad ke-15. Sejumlah tokoh lokal bahkan diangkat oleh Sultan Tidore menjadi pemimpin-pemimpin di Biak. Salah satunya adalah Man Armaker yang telah memeluk agama Islam sebelum melakukan perjalanan ke Raja Ampat. Mereka diberi berbagai macam gelar, yang merupakan jabatan suatu daerah. Sejumlah nama jabatan itu sekarang ini dapat ditemui dalam bentuk marga/fam penduduk Biak Numfor, diantaranya marga Rumaur. Marga Rumaur inilah yang menjadi cikal bakal orang pertama yang menghuni Pulau Arar yang sudah membawa ajaran agama Islam dari Biak Numfor. 

Penghuni Pulau Arar yang pertama adalah Bokiyor Rumaur bersama suaminya yang tidak diketahui namanya telah membawa agama Islam dalam menghuni pulau baru yang belum berpenghuni. Perpindahan Bokiyor Rumaur dari Biak Numfor ke Pulau Arar dapat di perkirakan sekitar awal 1800-an, melihat usia Teteh Abdul Halik yang sudah satu abad. Beliau adalah cucu dari orang pertama penghuni Pulau Arar ini. Meskipun beliau sudah usia lanjut namun panca indera masih terlihat sehat, bahkan suaranya masih lantang dan keras sebagai pejuang di tanah Papua. Setelah lahirnya keturunan dari Bokiyor Rumaur, Islam mengalami perkembangan setelah adanya perpindahan penduduk muslim dari Pulau Salawati. 

Menurut Bapak Muhammad Yunus Mayalibit, beliau mengatakan bahwa penduduk muslim di pulau Salawati melakukan migrasi ke Pulau Arar dilatarbelakangi adanya kesalahpahaman antara Raja Arfan, Raja Salawati dengan penduduk muslim suku Biak Numfor. Raja Salawati mengusir pnduduk muslim Biak Numfor dari wilayahnya dikarenakan adanya masalah yang sepele, namun sangat mempengaruhi citra penduduk muslim yaitu masalah perebutan wanita. Maka dari itu, inilah salah satu pesan para wali untuk umat Islam untuk hati-hati menjaga nafsunya dari harta, tahta dan wanita. 

Dalam realita sekarang ini, dapat kita lihat harta menjadi tumpuan utama yang dikejar-kejar umat manusia di dunia, sehingga lupa akhirat karena gemerlapnya dunia. Sedangkan tahta manjdi perebutan para penguasa di Indonesia, padahal banyak dari meraka adalah beragama Islam yang saling memfitnah dan saling menjatuhkan. Dan wanita dikatakan sebagai racun dunia seandaianya tidak ditempatkan secara fitrahnya, yakni sebagai makhluk ciptaan Allah yang pada awalnya untuk mendampingi Nabi Adam as dari kesepian. Ikatan keluarga yang terbangun dari Pulau Biak Numfor yaitu ikatan suku Biak Numfor disertai ikatan silaturahmi sebagai saudara sesama muslim, mereka berpindah dari Pulau Salawati ke Pulau Arar dan diterima dengan baik oleh penghuni pertama di Pulau Arar yakni keluarga keturunan dari Boyikor Rumaur. 

Migrasi penduduk ini berlangsung sekitar tahun 1850 Masehi berpindah ke Pulau Arar untuk melanjutkan kelangsungan hidup mereka. Sampai hari ini, kerukunan warga muslim di Kampung Arar cukup kuat meskipun kedatangan beberapa warga non muslim dari luar pulau. Dari itulah dalam sejarah, ajaran agama Islam yang berkembang di Kampung Arar yang merupakan warisan yang disampaikan oleh para wali dan murid-muridnya. Warga muslim di Kampung Arar masih memelihara dan melestarikan ajaran Islam terdahulu, seperti amaliah membaca Surah Yaasiin, dzikir dengan hizib maupun ratib, tahlil atau doa untuk orang yang sudah meninggal dan pembacaan Maulid Al Barzanji yang biasanya diiringi dengan musik rebana. Amaliah-amaliah tersebut masih tetap dilaksanakan oleh muslim setempat, selain mudah pelaksanaannya, juga mudah dipahami, terutama yang menjadi menarik perhatian warga muslim adalah melestarikan seni rebana tradisional dalam sholawat kepada Nabi SAW.

IV. Sejarah dan Perkembangan Seni Rebana di Kampung Arar 

Menurut Quraish Shihab dalam bukunya Wawasan Al Qur’an berpendapat: “Seni adalah keindahan. Ia merupakan ekspresi ruh dan budaya manusia yang mengandung dan mengungkapkan keindahan. Ia lahir dari sisi terdalam manusia didorong oleh kecenderungan seniman kepada yang indah, apa pun jenis keindahan itu. Dorongan tersebut merupakan naluri manusia, atau fitrah yang dianugerahkan Allah kepada hamba-hamba-Nya”. Tidak bisa dipungkiri bahwa dalam jiwa manusia terdapat jiwa untuk mengapresiasikan dirinya dalam menyenangkan jiwanya.

Secara harfiah, seni sebagai bentuk karya manusia yang mengandung nilai keindahan, mengandung pesona rasa jika diamati dan dinikimati. Kemudian memberik kepuasan dan kesenangan bagi setiap jiwa manusia. Dan seni adalah keindahan yang memberi kepuasan dalam kehidupan kita sehari-hari. Maka seni dan kesenian adalah suatu jelmaan dari rasa keindahan yang diujud karja manusia untuk mencapai suatu kesesejahteraan hidupnya, yang disusun berdasarkan pemikiran-pemikirannya, sehingga ia menjadi suatu karya yang indah, yang menimbulkan kesenangan untuk dinikmati. Maka secara filsafat, kalau sesuatu nilai baik dan buruk dapat dibahas dengan menggunakan demensi etika, maka nilai seni dan keindahan ini selalu dibahas dengan menggunakan demensi estetika, yaitu melalui penghayatan dan pengalaman-pengalaman indra manusia. Dalam Islam, salah satu seni yang masih terpelihara adalah adalah seni musik Islami yaitu dengan seni rebana. Seni rebana adalah seni musik tradisional yang bernuansa Islam dikembangkan oleh umat Islam sejak zaman dahulu sampai sekarang. 

Dalam Kamus Bahasa Indonesia disebutkan, rebana adalah gendang pipih bundar yang dibuat dari tabung kayu pendek dan agak lebar ujungnya, pada salah satu bagiannya diberi kulit. Seni rebana merupakan seni musik Islam yang sudah menjadi tradisi Islam dan menyebar luas diseluruh dunia. Alat musik rebana mulai memasyarakat pada umat Islam yang sering diperdengarkan untuk mengiringi pujian-pujian keagamaan, seperti Sholawat Nabi, nyayian kasidah, dan acara keagamaan lain. Hingga pada akhirnya, alat musik ini menjadi ciri khas untuk kesenian-kesenian bernuansa Islami. Di Indonesia, seni rebana sudah lama menjadi idola umat Islam dalam memainkan alat musik tradisional ini. Dalam perkembangan seni rebana di Indonesia, telah berkembanga di Aceh ada yang memukul rebana yang mengiri tari Saman, di Jakarta atau Betawi juga ada seni rebana yang dinamakan rebana Biang, rebana Dor, di Banjarmasin ada reban al Banjari, ada rebana Ketimpring, rebana Maulid, reban Hadrah,rebana Qasidah, dan rebana Marawis. 

Di Kampung Arar, seni rebana mendapat prioritas utama dalam melestarikan seni tradisi Islam yang diwariskan oleh para ulama terdahulu. Pada awalnya, seni rebana yang dibuat secara sederhana oleh masyarakat setempat terbuat dari kayu sukun yang dibentuk bulat pipih dan dilubangi, kemudian salah satu lubangnya diberi penutup kulit binatang seperti kulit kambing atau kulit sapi. Meskipun tidak terlalu bagus, hal yang utama dapak menghasilkan paduan suara yang enak didengar dan dinikmati diantara bunyi rebana yang dipukul dengan tangan. Seni rebana yang dipakai dahulu sekitar tiga buah, yaitu 2 disebut dengan trofel berdiameter sekitar 20-25cm dan 1 buah bass berdiameter 30-40 cm, untuk lebih semarak ditambah dengan tifa yang bentuknya memanjang dan macam pukulannya masih terbilang sederhana dengan kreasi sendiri oleh warga. 

Seni rebana yang terpelihara di Kampung Arar sering digunakan dalam acara Maulid Nabi Muhammad SAW yaitu dengan membaca Maulid al Barzanji karya Syekh Ja’far bin Hasan Al Barzanji. Didalam Maulid tersebut dikisahkan sejarah Nabi Muhammad SAW sejak lahir, perjuangan dalam menegakkan agama Islam, akhlak kehidupan beliau, sampai beliau wafat dituliskan dengan karya sastra yang tinggi dengan menggunakan Bahasa Arab. Selain itu, masyarakat muslim Kampung Arar melagukan syair-syair pujian kepada Allah swt dan kepada Nabi Muhammad SAW sebagai bentuk rasa syukur. Bahkan bermain rebana dibolehkan dalam kegiatan dzikir, maulid maupun pengajian dalam memperingati hari-hari besar Islam yang dilaksanakan di masjid. Seni rebana yang sekarang telah mengalami perkembangan di Kampung Arar mempunyai ciri yang berbeda, baik dari segi alat maupun teknik pukulannya. Renovasi pertama yang dilakukan adalah dalam teknik pukulan rebana yang menghasilkan suara tertenru secara berirama. Hal ini dipelopori oleh Ibu Nur Jila Warway yang berasal dari Ternate, beliau mempunyai peran penting dalam perkembangan seni rebana di Kampung Arar. Berangkat dari pengalaman selama hidup di Ternate, Nur Jila Warway dididik oleh orang tua yang taat menjalankan ajaran agama Islam. 

Selain itu, perkembangan seni rebana di Ternate sebagai media dakwah telah lebih dahulu berkembang daripada yang berada seni rebana yang berkembanag di tanah Papua. Maka dari itu, setelah pernikahannya dengan salah satu putra dari Abdul Halik, tetua Islam Kampung Arar, sekitar tahun 1995 beliau berpindah hidup di Kampung Arar. Pada awalnya, sebelum adanya alat musik rebana yang memadai, beliau berinisiataif berlatih bersama penduduk dengan menggunakan alat sederhana, seperti ember, baskom, jerigen sebagai bunyi bass maupun sendik sebagai rincis. Hasilnya tidak sia-sia, ditemukanlah suara yang syahdu dari alat sederhana tersebut dan terbukti dalam perlombaan qasidah yang diadakan oleh LPTQ Kabupaten Sorong menjadi Juara I. Kemudian uang hadiah dari perlombaan tersebut diupayakan untuk membeli alat rebana dari Gresik dengan kualitas yang lebih baik. 

Dalam perkembangannya, alat musik rebana yang baru mampu meningkatkan semangat warga muslim untuk berlatih seni rebana. Tentunya, harus menyesuaikan dengan irama dan nada dari alat musik lainnya sehingga terdengar alunan musik yang syahdu. Dalam aplikasinya, seni rebana dapat merangkul segala lini masyarakat di Kampung Arar dari anak-anak hingga dewasa. Harapan ke depan adalah untuk menjadikan Kampung Arar sebagai basis pelestarian seni musik Islami yakni seni rebana, meskipun tinggal di pulau kecil sekalipun. Dalam prakteknya, seni musik rebana di Kampung Arar adalah sebagai salah satu cara yang paling tepat untuk mensyiarkan agama Islam yaitu untuk mengiringi nyanyian dzikir kepada Allah swt dan dalam acara Maulid Nabi Muhammad SAW yaitu memperingati hari kelahiran beliau serta yang utama sebagai pengiring nyayian sholawat atau syair-syair pujian kepada Nabi SAW. Allah swt berfirman dalam QS Al Ahzab: 56:
 إِنَّ اللَّهَ وَمَلائِكَتَهُ يُصَلُّونَ عَلَى النَّبِيِّ يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا صَلُّوا عَلَيْهِ وَسَلِّمُوا تَسْلِيمًا 
Sesungguhnya Allah dan malaikat-malaikat-Nya bersholawat untuk nabi. Hai orang-orang yang beriman, bersholawatlah kamu untuk nabi dan ucapkanlah salam penghormatan kepadanya.” 

Dari ayat di atas, ada beberapa redaksi menyangkut pengertian sholawat. Sholawat juga berarti doa, baik untuk diri sendiri, orang banyak atau kepentingan bersama. Sedangkan sholawat sebagai ibadah ialah pernyataan hamba atas ketundukannya kepada Allah swt, serta mengharapkan pahala dari-Nya, sebagaimana yang dijanjikan Nabi Muhammad SAW, bahwa orang yang bersholawat kepadanya akan mendapat pahala yang besar, baik shalawat itu dalam bentuk tulisan maupun lisan (ucapan). 

Menurut Ahmad Mustafa Al Maraghi dalam Tafsir Al Maraghi menerangkan tentang ayat di atas, beliau menyatakan bahwa sholawat yang di lakukan Allah maksudnya adalah memberi rahmat kepada Nabi SAW, sedangkan yang dilakukan Malaikat maksudnya adalah memohon ampun untuk Baginda Nabi Muhammad SAW. Kemudian Allah memerintah orang yang beriman untuk bersholawat kepda Nabi SAW, maksudnya adalah mendoakan Nabi agar mendapat rahmat dari Allah dan manusia menampakkan kemuliaannya dengan cara apa pun yaitu mengikuti segala ajarannya dengan baik. Allah swt berfirman dalam QS Al Ahzab: 21:
 لَقَدْ كَانَ لَكُمْ فِي رَسُولِ اللَّهِ أُسْوَةٌ حَسَنَةٌ لِمَنْ كَانَ يَرْجُو اللَّهَ وَالْيَوْمَ الآخِرَ وَذَكَرَ اللَّهَ كَثِيرًا 
Sesungguhnya telah ada pada (diri) Rasulullah itu suri teladan yang baik bagimu (yaitu) bagi orang yang mengharap (rahmat) Allah dan (kedatangan) hari kiamat dan dia banyak menyebut Allah.” 

Menurut M. Quraish Shihab, Nabi Muhammad SAW adalah manusia seperti manusia yang lain dalam naluri, fungsi fisik, dan kebutuhannya, tetapi bukan dalam sifat-sifat dan keagungannya, karena beliau mendapat bimbingan Allah swt dan kedudukan istimewa di sisi-Nya, sedang yang lain tidak demikian. Seperti halnya permata adalah jenis batu yang sama jenisnya dengan batu yang di jalan, tetapi ia memiliki keistimewaan yang tidak dimiliki oleh batu-batu lain. ‘Amri Khalid mengatakan bahwa salah satu cara yang dapat membantu umat Islam mencintai Nabi Muahmmad SAW adalah dengan sering membaca sholawat kepadanya. Membaca sholawat adalah bagian dari do'a kita untuk tauladan kita, Nabi Muhammad SAW. Salah satu hadits yang membuat umat Islam membaca shalawat ialah: Rasulullah saw bersabda: Siapa membaca shalawat untukku, Allah akan membalasnya 10 kebaikan, diampuni 10 dosanya, dan ditambah 10 derajat baginya. 

Makanya, bagi orang-orang Islam Kampung Arar, setiap kegiatan keagamaan bisa disisipi bacaan shalawat dengan segala ragamnya. Selain itu, sholawat mempunyai keutamaan-keutaman yang banyak bermanfaat bagi umat Islam. Menurut Ibnu Qayyim yang dikutip oleh Muhammad Muhyidin yang menyebutkan diantara keutamaan sholawat adalah melaksanakan perintanh Allah, mendapat rahmat dari Allah, mendapat syafaat Nabi Muhammad SAW di hari kiamat, dan sebagainya. 

V. Pengaruh Seni Rebana dalam Membangun Spiritualitas Agama Islam di Kampung Arar 

Salah satu sarana untuk pengembangan syi’ar Islam di Kampung Arar yang mengikutii faham Ahlussunnah wal Jama’ah adalah pembacaan sejarah lahirnya Rasulullah SAW yang disertai dengan pembacaan syair-syair pujian kepada Rasulullah SAW yang diiringi dengan alat musik rebana, ini sangat efektif untuk menumbuhkan rasa cinta kepada Rasullah SAW dan untuk menambah semangat dalam menjalankan syariat Islam, sehingga sarana tersebut tidak hanya dilakukan di masjid tetapi di setiap acara atau hajatan seperti pernikahan (disarankan dalam suatu pernikahan untuk meramaikan dengan memukul rebana) , khitanan, dll. Sehingga dengan perkembangan waktu, acara-acara tersebut berkembang dan sangat bervariatif. Keunikan musik rebana di Kampung Arar adalah hanya terdapat satu alat musik yaitu rebana yang dimainkan dengan cara dipukul secara langsung oleh tangan pemain tanpa menggunakan alat pemukul. Rebana yang dapat digunakan untuk mengiringi beberapa macam lagu seperti sholawatan, qasidahan, hadrah, dll. Seni rebana dapat dimainkan oleh siapapun untuk mengiringi nyanyian dzikir, yang bertemakan pesan-pesan agama dan juga pesan-pesan sosial budaya. 

Peranan seni rebana di Kampung Arar adalah salah satu sarana untuk menyiarkan agama Islam serta untuk melestarikan musik tradisional Islami. Qasidah atau Hadrah adalah salah satu dari sekian banyak alat untuk pengembangan syiar Islam, karena pesan religiusnya sangat cepat dimengerti oleh umat. Ini untuk memudahkan umat dalam memahami dan mencernai pesan religius yang disampaikan dengan alunan lagu yang diiringi musik rebana. Dengan keberadaan seni rebana mampu menarik simpati para warga untuk lebi memperdalam ajaran agama Islam. Misalnya, bagi anak-anak akan diajari latihan seni rebana asalkan mau mengaji. Itu salah salah satu efek positif dalam mensyiarkan Islam kepada generasi muda Islam. Selain itu, seni rebana dan sholawat yang dikembangkan di Kampung Arar dapat mempererat ukhuwah islamiyah antar warga sesama muslim. Sehingga jalinan silaturahmi terbangun dengan baik, mereka begitu ramah tamah dan saling bergotong royong dan bekerja sama dalam membangun kampung halamannya. Dan juga, seni rebana menjadi media hiburan bagi warga disela-sela kesibukannya masing-masing. Maka dari itu, seni rebana mendapat keunggulan utama daalam seni tradisi Islam.   

VI. Kesimpulan 

Islam yang berkembang di Kampung Arar sudah sejak lama berlangsung, dimana dakwah Islam di Papua merupakan rangkaian panjang penyebaran Islam di Nusantara. Islam di Kampung Arar merupakan salah satu tempat berkembangnya agama Islam di tanah Papua. Islam yang dibawa oleh para wali (walisongo) dalam pengajarannya menyesuaikan kondisi sosio-kultural yang berkembang di masyarakat. Sehingga Islam mudah diterima karena dipahami melalui kemasan dakwah kultural. Diantaranya dalam memlihara tradisi Islam yang disajikan dalam nilai-nilai ajaran Islam. Seni tradisi Islam yang menjadi media dakwah para wali telah mengakar di tanah Papua antara lain berkembang di pulau kecil yaitu Kampung Arar. 

Seni tradisi Islam yang dilestarikan dan dikembangkan masyarakat muslim Kampung Arar adalah melestarikan seni musik rebana. Melalui seni rebana sebagai media dakwah diharapkan mampu menggugah kesadaran kualitas keberagamaan Islam yang pada gilirannya mampu mernbentuk sikap dan perilaku Islami yang diarahkan pada pengisian makna dan nilai-nilai Islami yang integratif Seni rebana dan sholawat menjadi amaliah penting bagi warga muslim Kampung Arar yang biasa digunakan dalam memperingati mauli Nabi Muhammad SAW, acara pernikahan, khitanan maupun perayaan hari-hari besar agama Islam. Dalam peranannya, seni rebana dapat mengajak masyarakat untuk sama-sama berdzikir kepada Allah swt dan bersholawat kepada Nabi Muhammad SAW. Sangat tepat, di era kemajuan jaman sekarang, kesenian rebana sebagai nilai tradisional yang harus dipelihara kelestariannya, tapi justru seni rebana ini seharusnya di kelola dan dilestrarikan serta diberdayakan oleh umat Islam.   


DAFTAR PUSTAKA 

‘Asy’ari, Hasyim, At Tanbihatu Al Wajibaat, Jombang: Ma’had Tebu Ireng, t.t
Azis, Aceng Abdul, dkk, PP Lembaga Pendidikan Ma’arif Nahdlatul Ulama, Islam Ahlussunnah Waljama’ah di Indonesia: Sejarah, Pemikiran, dan Dinamika Nahdlatul Ulama, Jakarta: Pustaka Ma’arif NU, 2007.
al Maraghi, Ahmad Mustafa, Terjemah Tafsir al Maraghi, Juz XXII, Semarang: Toha Putra, 1992.
Al Musawa, Habib Munzir, Kenali Aqidahmu, Jakarta: Majelis Rasulullah, 2009
--------------------, Meniti Kesempurnaan Iman, Jakarta: Majelis Rasulullah, 2009
al Qaradhawi,Yusuf, Anatomi Mayarakat Islam, penerjemah: Setiawan Budi Utomo, Cet.1, Jakarta: Pustaka al Kautsar, 1999.
Al Qur’an dan Terjemahannya, Hadits Web 4.0
Asso , Ismail, Perkembangan Islam di Papua, http://id-id.facebook.com/topic.php?uid=130518273653280&topic=200 diakses tanggal 20 Juni 2011
Bahreisj, Hussein, Al Jami’ush Shaih Hadits Shahih Bukhari-Muslim, Surabaya: Karya Utama, 2000.
Galery Swaramuslim, Sejarah Islam Nusantara: Sejarah Walisongo, www.swaramuslim.com, diakses tanggal 15 Juni 2011.
Jenis-Jenis Musik Rebana, http://bumicuekcommunity.wordpress.com/2011/04/22/jenis-jenis-musik-rebana/ diakses tanggal 16 Juni 2011.
Khalid, Amru, Belajar Hidup dari Hidup Rasulullah Saw, Penerjemah: Atik Fikri Ilyas, dkk, Jakarta: Maghfirah Pustaka, 2006.
Muhyidin, Muhammad, Sejuta Keajaiban Shalawat Nabi, Yogyakarta: Diva Press, 2007.
PW Lembaga Pendidikan Ma’arif NU, Pendidikan Aswaja dan Ke-NU-an Kurikulum 2006, untuk Madrasah Tsanawiyah /Sekolah Menengah Pertama Kelas 7, Surabaya: PW Lembaga Pendidikan Ma’arif NU, Jawa Timur, 2007.
Shihab, Quraish, Wawasan al Qur’an: Tafsir Maudhu’i atas Pelbagai Persoalan Umat, Bandung: Mizan, 1996.
Saifuddin, Agama Islam Mudah, Mata Kuliah “Hadits-Hadits Dakwah” Hadits No. 3, pada Jurusan Dakwah BPI Khusus Semester IV, Sekolah Tinggi Agama Islam Negeri (STAIN) Sorong, 2011.
Syafiie, Inu Kencana, Pengantar Filsafat, Bandung: Refika Aditama, 2004. Tim Penyusun Kamus Bahasa, Kamus Bahasa Indonesia, Jakarta: Pusat Bahasa, 2008.
Yuliana, Dewi dan Zaenal Arifin, Posisi Islam Diantara Agama-Agama di Dunia, Makalah Metodologi Studi Islam, Jurusan Dakwah BPI Khusus Semester I, Sekolah Tinggi Agama Islam Negeri (STAIN) Sorong, 2010.

0 komentar:

Posting Komentar

Design by Zay Arief