Jumat, 28 Desember 2012

MANAJEMEN WAKTU UNTUK PELAJAR/MAHASISWA


Siklus Manajemen Waktu
Salah satu sistem manajemen waktu yang bisa dipilih oleh mahasiswa adalah menggunakan sistem siklus pada setiap tahun ajaran atau setiap semester. Itulah sebabnya saya mengatakan bahwa sekarang adalah waktu yang tepat untuk memulai manajeman waktu. Umumnya sistem ini dimulai dengan menetapkan tujuan (goal setting) untuk mengukuhkan konteks bagi manajemen waktu. Berikutnya adalah menelusuri penggunaan waktu dan membangun kesadaran tentang bagaimana anda akan menghabiskan waktu. Tahap ketiga adalah membuat rencana, dan ini termasuk membuat to do list, rencana mingguan, rencana bulanan, dan rencana semesteran. Tahap keempat adalah memantau (self monitoring) apa yang telah dikerjakan. Pada tahap ini anda menilai seberapa baik anda menjalankan rencana, seberapa akurat anda membuat rencana, seberapa tepat anda menduga kegiatan-kegiatan yang dilakukan, dan sebagainya. Tahap akhir dari siklus manajemen waktu ini adalah pergeseran dan penyesuaian waktu dimana anda melakukan koreksi terhadap sistem yang berjalan sebelum memulai siklus yang baru. 
Kuis Manajemen Waktu
Sebelum memulai melakukan manajemen waktu, ada baiknya anda evaluasi terlebih dahulu apa yang telah anda lakukan selama ini dengan menjawab pertanyaan berikut: 
Pertama, lima kegiatan/aktivitas apa yang paling banyak menyita waktu anda (menonton tv, main PS, jalan-jalan ke mall, belajar, tidur, ngobrol, atau apa?). 
Kedua, jawab pertanyaan-pertanyaan berikut ini: 
• Apakah anda mengestimasi berapa jam anda membutuhkan waktu untuk belajar setiap minggu? 
• Apakah anda selalu tepat waktu dalam mengerjakan tugas? 
• Apakah anda mulai mengerjakan tugas akhir/penulisan ilmiah pada awal semester? 
• Apakah anda membuat daftar apa yang harus dikerjakan (to do list)? 
• Apakah anda menentukan target tertentu untuk setiap periode studi? 
• Apakah anda memulai belajar dengan mengerjakan tugas/pr yang paling sulit? 
• Apakah anda menyelesaikan belajar anda selama jam produktif setiap harinya? 
Kalau jawaban anda pada kuis di atas lebih banyak “Tidak” dari pada “Ya”, maka sudah saatnya anda melakukan manajemen waktu yang baru. 

Langkah untuk Meningkatkan Manajemen Waktu
Di awal tulisan telah disebutkan bahwa, mula-mula anda harus menetapkan tujuan. Apakah anda punya target yang ingin anda capai pada semester sekarang? Jika anda sudah yakin dengan tujuan dan target yang ingin anda raih pada semester ini, maka anda sudah bisa memulai membuat jadwal semester. 
 1. Membuat Jadwal Semester 
a. Catat tugas mata kuliah yang telah diketahui: paper, proyek penelitian, kuis, dan sejenisnya. Mencatat tugas pada setiap awal semester membuat anda mengetahui kapan anda membutuhkan waktu lebih banyak untuk kegiatan akademik dan kapan anda punya waktu lebih longgar untuk aktivitas lainnya
 b. Catat aktivitas ko-kurikuler termasuk hari kerja (jika bekerja), pertemuan atau rapat organisasi, aktivitas sosial, jadwal keluar kota (pulang kampung di akhir pekan atau liburan), dan sejenisnya. Mencatat aktivitas ko-kurikuler memungkinkan anda mendapat gambaran yang lebih akurat tentang seberapa penuh atau seberapa luang jadwal anda selama satu semester. Aktivitas non akademik ini penting untuk menciptakan keseimbangan pada jadwal anda Penting untuk diingat bahwa setelah anda mempunyai jadwal kegiatan semesteran ini, anda perlu memperbaharui jadwal semester ini secara berkala. Perubahan tenggat waktu pengumpulan tugas, misalnya, atau tugas matakuliah yang baru dan aktivitas lain yang perlu direncanakan, menyebabkan jadwal harus dikoreksi dan diperbaharui. Mempunyai jadwal semester yang akurat penting untuk tahap berikutnya dari proses ini, yaitu merencanakan beban kerja mingguan. 
 2. Menilai dan Merencanakan Jadwal Mingguan 
a. Buat daftar apa yang harus dikerjakan dalam minggu depan, termasuk tugas kuliah, praktikum, kuis. Buatlah daftar ini inklusif, karena segala sesuatu membutuhkan waktu, apakah itu membaca satu bab, mengerjakan soal latihan, atau menulis outline untuk makalah penelitian 
b. Masukkan dalam daftar apa yang harus dikerjakan minggu itu: aktivitas ko-kurikuler, jam kerja, olah raga, makan, dan kumpul dengan teman. Aktivitas sehari-hari dan aktivitas ko-kurikuler penting dan menciptakan keseimbangan hidup, walaupun itu berarti mengambil waktu belajar. Mempersiapkan makan dan mandi, misalnya, atau menghadiri rapat organisasi bisa menghabiskan waktu sebanyak waktu untuk membaca satu bab buku ajar 
c. Estimasikan berapa lama setiap tugas dapat diselesaikan. Setiap aktivitas membutuhkan waktu yang berbeda, sehingga penting sekali untuk mengestimasikan berapa lama setiap tugas dapat diselesaikan dan menyediakan waktu untuk tugas tersebut. Bila anda tidak tahu berapa lama waktu yang dibutuhkan untuk menyelesaikan tugas, lebih baik mengestimasikan waktu secara konservatif. Jika anda dapat menyelesaikan waktu 30 menit lebih cepat dari yang anda perhitungkan, anda dapat menggunakan waktu sisanya untuk mengerjakan apapun yang anda suka, tetapi jika anda tidak dapat menyelesaikan dalam waktu yang telah direncanakan maka anda harus mengambil waktu dari kegiatan lain untuk menyelesaikan tugas yang membutuhkan waktu lebih lama dari yang direncanakan. 
d. Identifikasi pada hari apa setiap tugas akan diselesaikan, selalu ingat waktu yang dibutuhkan untuk menyelesaikan setiap tugas itu dan hal-hal lain yang juga harus dikerjakan pada hari itu. Dengan melihat jadwal minggu itu dan menyadari apa saja yang harus dikerjakan setiap harinya, tenggat tidak akan terlewati. Anda dapat membuat penyesuaian pada minggu tersebut, misalnya, jika anda melihat ada tugas yang membutuhkan waktu 6 jam untuk menyelesaikannya padahal hanya ada waktu tiga jam sebelum tenggat. Membuat jadwal minggu berikutnya setiap jumat petang atau jumat malam adalah suatu kebiasaan yang baik. Karena jika minggu berikutnya jadwal sangat padat, maka akan sangat membantu jika menyelesaikan sebagian tugas pada akhir pekan itu agar tekanan pada minggu yang akan datang berkurang. 
3. Jadwal Setiap Hari 
a. Tulis jadwal harian pada setiap pagi. Termasuk tugas-tugas yang belum selesai dari hari sebelumnya. Pembuatan jadwal harian ini hanya membutuhkan beberapa menit saja karena anda sudah mempunyai jadwal mingguan sebagai pedoman. Gunakan kartu indeks atau buku kecil atau notes untuk mencatat jadwal harian ini agar anda dapat membawanya kemana-mana dan memeriksanya setiap saat untuk menandai tugas mana saja yang sudah diselesaikan. 
b. Berikan skala prioritas untuk setiap tugas harian yang telah ditulis. Beberapa aktivitas harus dikerjakan hari itu dan sebagian lagi mungkin merupakan opsional untuk diselesaikan hari itu. Anda dapat menggunakan sistem A,B, C untuk memberi prioritas pada setiap tugas. A diberikan pada tugas yang harus diselesaikan pada hari itu dan C adalah opsional, sedangkan B penting tetapi tidak sepenting A. Cobalah untuk menyelesaikan semua tugas A sebelum mulai mengerjakan tugas B, dan akhirnya yang C. Cara ini dapat mengurangi tingkat stress karena beban tugas yang cukup banyak. 
4. Evaluasi Setiap Jadwal 
a. Evaluasi jadwal setiap pagi. Tanyakan pada diri sendiri apakah jadwal hari itu cukup realistis. Tuliskan berapa jam setiap tugas akan diselesaikan. Jika dirasa tidak mungkin diselesaikan, buang beberapa tugas dengan prioritas B dan C dari jadwal 
b. Evaluasi jadwal setiap malam. Apakah semua tugas dalam daftar telah diselesaikan? Jika tidak, mengapa? Apakah karena jadwalnya tidak realistis atau manajemen waktunya yang tidak efektif? Apa penyesuaian yang bisa dilakukan agar di lain waktu anda dapat membuat jadwal yang lebih baik? Mengupayakan agar Manajemen Waktu Berjalan dengan Baik Menurut sistem kredit semester (SKS) mahasiswa belajar setidaknya dua jam di luar kelas untuk setiap jam belajar di kelas (ada universitas yang merekomendasikan lebih dari dua jam!). Jika seorang mahasiswa mengambil 18 SKS, yang berarti kuliah di kelas 18 jam per minggu, maka mahasiswa tersebut harus belajar sedikitnya 36 jam per minggu di luar kelas secara mandiri. Jadi mahasiswa tersebut harus merencanakan total jam belajar di kelas dan di luar kelas sebanyak 54 jam per minggu. 
 Pada awal tulisan, anda sudah mengidentifikasi lima kegiatan yang paling banyak menyita waktu anda. Nah, apakah anda siap untuk mengurangi atau mengganti aktivitas yang anda rasa dapat menggagalkan target belajar anda? Berikut adalah beberapa strategi yang mungkin membantu membuat jadwal Anda menjadi efektif dan efesien. 
 1. Identifikasi waktu terbaik pada setiap harinya. Apakah Anda termasuk seorang “night person” atau “morning person”? Gunakan kekuatan waktu tersebut untuk belajar. Belajar pada waktu terbaik setiap harinya - apakah itu pagi (jika anda seorang “morning person”) atau malam hari (jika anda seorang “night person”) - memungkinkan anda menyelesaikan tugas dalam waktu yang lebih singkat. 
 2. Belajar subyek yang sulit atau membosankan lebih dulu. Dalam keadaan segar, informasi dapat diproses lebih cepat dan anda jadi lebih menghemat waktu. Alasan lainnya adalah lebih mudah mendapatkan motivasi untuk mempelajari sesuatu yang menyenangkan pada saat lelah daripada mempelajari subyek yang membosankan.
 3. Pastikan bahwa lingkungan sekitar kondusif untuk belajar. Perpustakaan adalah tempat yang baik untuk belajar karena satu-satunya yang bisa dilakukan di perpustakaan adalah belajar. Tetapi jika perpustakaan tidak memungkinkan untuk belajar (karena jam operasi yang terbatas, misalnya), carilah tempat (dan waktu) yang memang benar-benar jauh dari gangguan.
 4. Jangan tinggalkan rekreasi dan hiburan. Kuliah di perguruan tinggi tidak berarti anda harus belajar sepanjang waktu. Anda harus tetap mempunyai kehidupan sosial demi keseimbangan hidup anda. Jadi, tidak ada salahnya anda menjadwalkan berkunjung dan mengobrol dengan teman atau mengerjakan hobi anda yang lain.
 5. Usahakan anda punya waktu tidur dan makan yang cukup dan berkualitas. Tidur seringkali dianggap sebagai “bank” dalam manajemen waktu. Maksudnya, setiap kali anda mendapat tugas yang membutuhkan waktu cukup banyak, anda akan “mengambil” waktu tidur anda untuk mengerjakan tugas. Hal ini jelas tidak efektif karena anda pasti akan memerlukan waktu yang lebih banyak lagi untuk mengerjakan tugas karena tubuh anda kelelahan sehingga kurang konsentrasi. Jadi kebutuhan tidur anda haruslah tetap diperhatikan.
 6. Manfaatkan waktu menunggu atau kombinasikan dua kegiatan. Jika anda menggunakan transpotasi umum untuk pergi dan pulang dari kampus anda seringkali harus menunggu beberapa menit bahkan beberapa jam di halte atau peron. Mengapa tidak manfaatkan waktu menunggu tersebut untuk membaca? Bawalah catatan atau ringkasan kuliah kemana pun anda pergi dan baca setiap ada kesempatan meskipun hanya satu paragraf. Jika anda menggunakan kendaraan pribadi, mobil misalnya, jangan membaca sambil mengemudi karena sangat berbahaya. Tapi tidak berarti tidak bisa belajar selama perjalanan. Dengarkan saja rekaman belajar anda sendiri dari kaset. 
 Selamat belajar dan semoga sukses! Salam bahagia dan luar biasa.........................!!!!!!

Jumat, 23 November 2012

Perbedaan Pola Pikir

Suatu kali, sebuah keluarga yang cukup harmonis mengalami ujian yang cukup sulit. Sang ayah yang merupakan pencari nafkah satu-satunya, sakit keras. Karena itulah, sang ibu dan dua anak kembar mereka yang masih berusia belasan, terpaksa harus bekerja keras. Sang ibu membuat kue, dan kedua anak mereka menjualnya sembari berangkat ke sekolah. Dalam masa enam bulan itu, kondisi sang ayah terus memburuk. Hingga suatu hari, ia memanggil istri dan kedua anak kesayangannya.
“Istriku, waktuku sepertinya sudah tak lama lagi. Terima kasih sudah mendampingiku selama ini dan mendidik kedua anak kita dengan baik. Tolong jaga mereka,” kata sang ayah.
“Anakku yang sangat kusayangi. Aku juga berpesan dua hal kepada kalian. Pertama, jangan pernah menagih piutang kalian. Kedua, jangan biarkan diri kalian terbakar sinar matahari.” Kedua anak itu saling berpandangan. 
Mereka pun bertanya, ”Apa maksud ucapan Ayah?” Namun belum sempat dijawab, sang ayah sudah mengembuskan napas terakhirnya. Mereka pun menangisi kepergian orang yang sangat mereka cintai, sembari memikirkan, apa maksud pesan terakhir sang ayah. Waktu berganti, tahun-tahun pun berlalu. Kedua pemuda kembar itu telah berpisah untuk mencari jalan hidupnya masing-masing. Hingga suatu hari, ibu mereka berniat untuk mengunjungi kedua anaknya yang tinggal berjauhan.
Kali pertama, sang ibu mendatangi anak kedua. Saat itu, ia baru tahu, mengapa anak keduanya kerap mengeluh di surat yang selalu dikirimnya. Dia hidup miskin, tubuhnya kurus kering. Ia pun bertanya, “Anakku, mengapa kamu bisa mengalami kondisi seperti ini?” tanyanya. “Ibu… saya hanya menjalankan pesan ayah.” Jawabnya. “Yaitu, jangan pernah menagih piutang dan jangan sampai terbakar matahari. Pesan pertama saya laksanakan! Setiap ada yang berutang, saya tak pernah menagihnya kecuali mereka sendiri yang membayar. Dan, itu membuat banyak orang yang berutang malah tak pernah membayar. Yang kedua, karena tak boleh terbakar sinar matahari, ketika sedang ada uang, saya gunakan semuanya untuk membeli mobil sendiri. Akibatnya, saat ini uang saya tidak pernah cukup,” sebut si anak kedua memelas. 
Si ibu yang kasihan, lantas meminta si anak kedua ikut kembali tinggal bersamanya. Namun, sebelum itu, ia ingin menemui anak pertamanya. Ternyata, dia hidup sukses dan bahagia. Apa yang membuat kondisi anak pertama sangat berbeda dengan anak kedua? Si anak pertama pun menjawab, “Ibu, saya hanya menjalankan pesan yang diberikan ayah dulu. Waktu itu, ayah meminta saya tidak boleh menagih piutang. Maka, saya pun berusaha semaksimal mungkin tidak pernah membiarkan orang berutang. Untuk setiap barang yang saya jual, saya wajibkan untuk bayar di awal. Kemudian untuk mematuhi pesan kedua, saya selalu pergi pagi-pagi sekali dan baru pulang saat sudah malam. Saya pun bisa memaksimalkan waktu untuk bisa mencapai hasil hingga seperti sekarang.” 
Netter yang Luar Biasa, 
Dalam kisah ini, sangat jelas bahwa pola pikir (positif atau negatif) akan memberi dampak yang berbeda pula. Hal yang sama bisa terjadi pada kita. Suatu kondisi dan keadaan yang menimpa (misalnya krisis) akan memberi hasil yang berbeda jika kita bisa mengubah sudut pandang menjadi lebih positif. Sebab, dengan pola pikir yang positif, kita akan mempunyai cara berpikir yang lebih luas untuk memperbaiki keadaan. Saat gagal, bisa menjadi momen untuk belajar memperbaiki apa yang salah. Saat terjatuh, bisa menjadi masa mengevaluasi diri agar mampu bangkit lagi. Mari, kita perbaiki sudut pandang kita terhadap segala hal yang kita jumpai, dengan pola pikir yang selalu positif. Sehingga, setiap hasil apa pun yang kita dapati, dapat menjadi hal yang selalu penuh arti.

Senin, 05 November 2012

HIKMAH HIJRAH

HIKMAH HIJRAH
Setiap pekerjaan yang dilakukan seseorang pasti mempunyai motivasi atau niat. Hal ini pernah ditegaskan oleh Nabi Muhammad saw., ketika seorang sahabatnya berhijrah dari Makkah ke Madinah: “Setiap pekerjaan harus atau pasti disertai dengan niat. Maka, barangsiapa hijrahnya didorong oleh niat karena Allah, hijrahnya akan dinilai demikian. Dan barang siapa berhijrah didorong oleh keinginan mendapatkan keuntungan duniawi, atau karena ingin mengawini seorang wanita, maka hijrahnya dinilai sesuai dengan tujuan tersebut.” 
Ketika Nabi saw. dan sahabat-sahabat beliau berhijrah, motivasi utama mereka adalah guna memperoleh ridha Allah SWT, yang diyakini Mahakuasa dan Mahabijaksana. Menjelang hijrah, kaum Muslim berada pada posisi yang sangat lemah dan teraniaya. Namun, keyakinan mereka akan datangnya kemenangan tidak pernah sirna. Hal ini diakibatkan oleh tebalnya iman mereka kepada Allah Yang Mahakuasa. Pokok pertama yang ditanamkan Rasul saw. kepada sahabat-sahabatnya – jauh sebelum berhijrah – adalah prinsip keimanan tersebut. Bukan saja karena keimanan kepada Allah merupakan ajaran dasar, tetapi juga karena iman membentengi manusia serta mengantarkan mereka kepada optimisme. 
Muhammad Rasyid Ridha menulis dalam Tafsir Al-Manar: “Iman membangkitkan sinar dalam akal, sehingga merupakan petunjuk jalan ketika berjumpa dengan gelap keraguan. Dengan iman, seseorang akan mudah mengatasi batu penghalang yang dapat menjatuhkannya ke jurang kebinasaan. Iman menumbuhkan dalam diri manusia suatu pusat penelitian atas tiap detak-detak hati yang terlintas dan setiap pandangan yang terbentang. Dengan iman, seseorang dapat melihat tembus sesuatu yang tersirat dari kulit yang tersurat. Demikian itulah, Tuhan tidak menghasilkan sesuatu yang baik, kecuali dari yang baik pula.” Memang, dalam perjalanan hidup, terkadang ada timbul rasa ragu akan adanya Dia Yang Mahakuasa. Tetapi, jika kepercayaan tadi dicoba untuk ditinggalkan, akan terasa bahwa keraguan tidak hilang, tetapi justru bertambah. 
Amir al-Mukminin ‘Ali bin Abi Thalib pernah ditanya oleh Zi’lib Alyamani, dan terjadilah percakapan berikut: “Apakah Amir Al-Mukminin pernah melihat Tuhan?” “Bagaimana aku menyembah sesuatu yang aku tidak lihat?” “Bagaimana tuan melihat Dia?” “Dia tidak dapat dilihat oleh mata dengan pandangan yang nyata, tetapi Dia (keberadaan-Nya) dijangkau oleh hati dengan hakikat keimanan. Dia dekat dari segala sesuatu, tetapi tidak dapat disentuh. Dia jauh namun Dia tetap bersama segala sesuatu.” Bagaimana kita dapat melihat Tuhan dengan pandangan mata, sedangkan sebagian bukti ada-Nya saja – yaitu matahari – tidak dapat ditatap oleh mata kita. Kelelawar di siang hari bolong tidak dapat melihat, bukan karena tidak ada sesuatu, tetapi karena memang baru di kegelapanlah matanya dapat melihat. Perasaan akan adanya Allah dalam jiwa sanubari kita adalah sebagian hidup kita. Perasaan itu tidak dapat dipisahkan, sebagaimana tidak dapat dipisahkannya kasih ibu kepada anaknya, atau kasih suami kepada istrinya dalam suatu rumah tangga yang bahagia. Perasaan tersebut harus selalu dipelihara, diasah dan diasuh agar tidak luntur atau berkurang. Demikian itulah yang dilakukan oleh Rasulullah saw. selama di Makkah dan ketika beliau berada di Madinah. 
Hijrah Rasulullah saw. telah berlalu empat belas abad lamanya. Namun, dari hijrah dan celah-celah peristiwanya, banyak sekali pelajaran yang dapat dipetik. Berikut ini beberapa di antaranya. Pengorbanan Ketika Rasul saw. menyampaikan kepada Abu Bakar r.a. bahwa Allah SWT memerintahkannya untuk berhijrah, dan mengajak sahabatnya itu untuk berhijrah bersama, Abu Bakar menangis kegirangan. Dan, ketika itu juga ia membeli dua ekor unta dan menyerahkannya kepada Rasul saw. untuk memilih yang dikehendakinya. Terjadilah dialog berikut: 
“Aku tidak akan mengendarai unta yang bukan milikku.” “Unta ini kuserahkan untukmu.” “Baiklah, tapi aku akan membayar harganya.” Setelah Abu Bakar bersikeras agar unta itu diterima sebagai hadiah, namun Nabi saw. tetap menolak, Abu Bakar pada akhirnya setuju untuk menjualnya. Mengapa Nabi saw. bersikeras untuk membelinya? Bukankah Abu Bakar sahabat beliau? Dan, bukankah sebelum ini – bahkan sesudahnya – Nabi saw. selalu menerima hadiah dan pemberian Abu Bakar? 
Di sini terdapat suatu pelajaran yang sangat berharga. Rasulullah saw. ingin mengajarkan bahwa untuk mencapai suatu usaha besar, dibutuhkan pengorbanan maksimal dari setiap orang. Beliau bermaksud berhijrah dengan segala daya yang dimilikinya, tenaga, pikiran dan materi, bahkan dengan jiwa dan raga beliau. Dengan membayar harga unta itu, Nabi mengajarkan kepada Abu Bakar r.a. dan kepada kita bahwa dalam mengabdi kepada Allah, janganlah mengabaikan sedikit kemampuan pun, selama kita masih memiliki kemampuan itu. Allah berfirman: Sesungguhnya hanya kepada Tuhanlah tempat kembali (QS 96: 8). Makna Hidup Rasulullah saw. berangkat ke Madinah sambil memesan kemanakannya, ‘Ali bin Abi Thalib, agar tidur di tempat pembaringannya, sambil berselimut dengan selimut beliau guna mengelabui kaum musyrik. Dengan kesediaannya ini, ‘Âli pada hakikatnya mempertaruhkan jiwa raganya demi membela agama Allah. 
Di sini, sekali lagi, kita ingin berhenti untuk menarik pelajaran tentang: Apa sebenarnya arti hidup menurut pandangan agama? Hidup bukan sekadar menarik dan mengembuskan napas. Ada orang-orang yang telah terkubur, tapi oleh Al-Quran masih dinamai “orang yang hidup dan mendapat rezeki” (QS 3: 169). Demikian juga sebaliknya, ada orang-orang yang menarik dan mengembuskan napas, namun dianggap sebagai “orang-orang mati” (QS 35: 22). 
Hidup dalam pandangan agama adalah kesinambungan dunia akhirat dalam keadaan bahagia, kesinambungan yang melampaui usia di dunia ini. Sehingga, dengan demikian, tiada arti hidup seseorang apabila ia tidak menyadari bahwa ia mempunyai kewajiban-kewajiban yang lebih besar dan melebihi kewajiban-kewajibannya hari ini. Setiap orang yang beriman wajib mempercayai dan menyadari bahwa di samping wujudnya masa kini, masih ada lagi wujud yang lebih kekal, dan dapat menjadi jauh lebih indah daripada kehidupan dunia ini. 
Tawakkal dan Usaha Ketika Rasul saw. bersama Abu Bakar r.a. bersembunyi di suatu gua yang dikenal dengan nama Gua Tsur dan para pengejar mereka telah berdiri di mulut gua tersebut, Abu Bakar r.a. sangat gentar dan gusar. Rasul saw. menenangkannya sambil berkata: “Jangan kuatir dan jangan bersedih. Sesungguhnya Allah bersama kita.” Keadaan ini bertolak belakang dengan apa yang kemudian terjadi dalam peperangan Badar, sekitar satu setengah tahun setelah peristiwa hijrah ini. Ketika itu, yang gusar dan kuatir adalah Nabi Muhammad, sedang Abu Bakar r.a. yang menenangkan beliau. Mengapa terjadi dua sikap yang berbeda dari Nabi dan Abu Bakar? 
Di sini, sekali lagi kita mendapat pelajaran yang sangat dalam menyangkut arti hakikat-hakikat keagamaan. Dua peristiwa yang berbeda di atas menuntut pula dua sikap kejiwaan yang berbeda dan keduanya diperankan dengan sangat jitu oleh Nabi Muhammad saw. Kedua hakikat keagamaan itu adalah tawakkal dan usaha (taqwa). Rasul saw. diperintahkan untuk berhijrah seketika perintah itu tiba tanpa didahului – dalam waktu yang cukup lama – perintah bersiap-siap melaksanakan hijrah. Karena itu, perintah tersebut dilaksanakannya dengan penuh keyakinan bahwa Allah bersama mereka. Apa pun yang terjadi, maka itu adalah pilihan-Nya, sehingga ketika itu tiada lagi alasan untuk takut, gentar atau bersedih. Berbeda halnya dengan peperangan. Jauh sebelumnya beliau telah diperintahkan untuk mempersiapkan diri menghadapi musuh: Siapkanlah untuk menghadapi mereka (musuh) kekuatan apa saja yang kamu sanggupi (QS 8:60). 
Kekuatiran Nabi ketika itu timbul karena keraguan beliau akan persiapan-persiapan yang telah dilakukannya selama ini. Karena, jika keraguan itu benar, tentulah beliau telah menjerumuskan umat, bahkan agama, ke jurang yang sangat berbahaya. Beliau dan tentaranya dapat kalah akibat kurangnya persiapan. Beliau sadar bahwa, dalam hal ini, Tuhan tidak memilih kasih. Sekali lagi, kita mendapat pelajaran tentang arti tawakkal, kapan digunakan dan bagaimana batas-batasnya, serta arti dan pentingnya usaha dalam kehidupan ini. Tentu masih banyak pelajaran dan hikmah yang dapat dipetik dari peristiwa hijrah Nabi Muhammad saw., sehingga wajar jika Umar bin Khaththab menjadikan peristiwa tersebut sebagai awal kalender Islam. 
M. QURAISH SHIHAB*

OBAT PENYAKIT GILA

OBAT PENYAKIT GILA
 الفا تحة
 الم . ذَلِكَ الْكِتَابُ لا رَيْبَ فِيهِ هُدًى لِلْمُتَّقِينَ . الَّذِينَ يُؤْمِنُونَ بِالْغَيْبِ وَيُقِيمُونَ الصَّلاةَ وَمِمَّا رَزَقْنَاهُمْ يُنْفِقُونَ . وَالَّذِينَ يُؤْمِنُونَ بِمَا أُنْزِلَ إِلَيْكَ وَمَا أُنْزِلَ مِنْ قَبْلِكَ وَبِالآخِرَةِ هُمْ يُوقِنُونَ . أُولَئِكَ عَلَى هُدًى مِنْ رَبِّهِمْ وَأُولَئِكَ هُمُ الْمُفْلِحُونَ    البقرة : ٥ - ١ 
 وَإِلَهُكُمْ إِلَهٌ وَاحِدٌ لا إِلَهَ إِلا هُوَ الرَّحْمَنُ الرَّحِيمُ     البقرة :١٦٣
 اللَّهُ لا إِلَهَ إِلا هُوَ الْحَيُّ الْقَيُّومُ لا تَأْخُذُهُ سِنَةٌ وَلا نَوْمٌ لَهُ مَا فِي السَّمَاوَاتِ وَمَا فِي الأرْضِ مَنْ ذَا الَّذِي يَشْفَعُ عِنْدَهُ إِلا بِإِذْنِهِ يَعْلَمُ مَا بَيْنَ أَيْدِيهِمْ وَمَا خَلْفَهُمْ وَلا يُحِيطُونَ بِشَيْءٍ مِنْ عِلْمِهِ إِلا بِمَا شَاءَ وَسِعَ كُرْسِيُّهُ السَّمَاوَاتِ وَالأرْضَ وَلا يَئُودُهُ حِفْظُهُمَا وَهُوَ الْعَلِيُّ الْعَظِيمُ    البقرة : ٢٥٥ 
لِلَّهِ مَا فِي السَّمَاوَاتِ وَمَا فِي الأرْضِ وَإِنْ تُبْدُوا مَا فِي أَنْفُسِكُمْ أَوْ تُخْفُوهُ يُحَاسِبْكُمْ بِهِ اللَّهُ فَيَغْفِرُ لِمَنْ يَشَاءُ وَيُعَذِّبُ مَنْ يَشَاءُ وَاللَّهُ عَلَى كُلِّ شَيْءٍ قَدِيرٌ . آمَنَ الرَّسُولُ بِمَا أُنْزِلَ إِلَيْهِ مِنْ رَبِّهِ وَالْمُؤْمِنُونَ كُلٌّ آمَنَ بِاللَّهِ وَمَلائِكَتِهِ وَكُتُبِهِ وَرُسُلِهِ لا نُفَرِّقُ بَيْنَ أَحَدٍ مِنْ رُسُلِهِ وَقَالُوا سَمِعْنَا وَأَطَعْنَا غُفْرَانَكَ رَبَّنَا وَإِلَيْكَ الْمَصِيرُ . لا يُكَلِّفُ اللَّهُ نَفْسًا إِلا وُسْعَهَا لَهَا مَا كَسَبَتْ وَعَلَيْهَا مَا اكْتَسَبَتْ رَبَّنَا لا تُؤَاخِذْنَا إِنْ نَسِينَا أَوْ أَخْطَأْنَا رَبَّنَا وَلا تَحْمِلْ عَلَيْنَا إِصْرًا كَمَا حَمَلْتَهُ عَلَى الَّذِينَ مِنْ قَبْلِنَا رَبَّنَا وَلا تُحَمِّلْنَا مَا لا طَاقَةَ لَنَا بِهِ وَاعْفُ عَنَّا وَاغْفِرْ لَنَا وَارْحَمْنَا أَنْتَ مَوْلانَا فَانْصُرْنَا عَلَى الْقَوْمِ الْكَافِرِينَ    البقرة : ٢۸٦ - ٢۸٤ 
 شَهِدَ اللَّهُ أَنَّهُ لا إِلَهَ إِلا هُوَ وَالْمَلائِكَةُ وَأُولُو الْعِلْمِ قَائِمًا بِالْقِسْطِ لا إِلَهَ إِلا هُوَ الْعَزِيزُ الْحَكِيمُ    ال عمران : ١۸
 إِنَّ رَبَّكُمُ اللَّهُ الَّذِي خَلَقَ السَّمَاوَاتِ وَالأرْضَ فِي سِتَّةِ أَيَّامٍ ثُمَّ اسْتَوَى عَلَى الْعَرْشِ يُغْشِي اللَّيْلَ النَّهَارَ يَطْلُبُهُ حَثِيثًا وَالشَّمْسَ وَالْقَمَرَ وَالنُّجُومَ مُسَخَّرَاتٍ بِأَمْرِهِ أَلا لَهُ الْخَلْقُ وَالأمْرُ تَبَارَكَ اللَّهُ رَبُّ الْعَالَمِينَ    الأعراف : ۵٤ 
وَمَنْ يَدْعُ مَعَ اللَّهِ إِلَهًا آخَرَ لا بُرْهَانَ لَهُ بِهِ فَإِنَّمَا حِسَابُهُ عِنْدَ رَبِّهِ إِنَّهُ لا يُفْلِحُ الْكَافِرُونَ    المؤمنون : ۱۱۷ 
 وَأَنَّهُ تَعَالَى جَدُّ رَبِّنَا مَا اتَّخَذَ صَاحِبَةً وَلا وَلَدًا     الجنّ : ۳
 وَالصَّافَّاتِ صَفًّا . فَالزَّاجِرَاتِ زَجْرًا . فَالتَّالِيَاتِ ذِكْرًا . إِنَّ إِلَهَكُمْ لَوَاحِدٌ . رَبُّ السَّمَاوَاتِ وَالأرْضِ وَمَا بَيْنَهُمَا وَرَبُّ الْمَشَارِقِ . إِنَّا زَيَّنَّا السَّمَاءَ الدُّنْيَا بِزِينَةٍ الْكَوَاكِبِ . وَحِفْظًا مِنْ كُلِّ شَيْطَانٍ مَارِدٍ . لا يَسَّمَّعُونَ إِلَى الْمَلإ الأعْلَى وَيُقْذَفُونَ مِنْ كُلِّ جَانِبٍ . دُحُورًا وَلَهُمْ عَذَابٌ وَاصِبٌ . إِلا مَنْ خَطِفَ الْخَطْفَةَ فَأَتْبَعَهُ شِهَابٌ ثَاقِبٌ     الصفّت : ۱۰ 
- ﺍ هُوَ اللَّهُ الَّذِي لا إِلَهَ إِلا هُوَ عَالِمُ الْغَيْبِ وَالشَّهَادَةِ هُوَ الرَّحْمَنُ الرَّحِيمُ . هُوَ اللَّهُ الَّذِي لا إِلَهَ إِلا هُوَ الْمَلِكُ الْقُدُّوسُ السَّلامُ الْمُؤْمِنُ الْمُهَيْمِنُ الْعَزِيزُ الْجَبَّارُ الْمُتَكَبِّرُ سُبْحَانَ اللَّهِ عَمَّا يُشْرِكُونَ . هُوَ اللَّهُ الْخَالِقُ الْبَارِئُ الْمُصَوِّرُ لَهُ الأسْمَاءُ الْحُسْنَى يُسَبِّحُ لَهُ مَا فِي السَّمَاوَاتِ وَالأرْضِ وَهُوَ الْعَزِيزُ الْحَكِيمُ     الحشر : ٢٤ - ٢٢ 
 الإخلاص 
الفلق 
الناس

Senin, 14 Mei 2012

PERAWATAN RUH DENGAN PUASA

PERAWATAN RUH DENGAN PUASA
Zaenal Arifin

Mengapa ruh perlu adanya perawatan? Manusia dalam proses penciptaanya memiliki tabiat yang bercampur anatar unsur tanah dan unsur ruh ilahi yang ditiupkan Allah swt. Apabila unsur tanah lebih dominant, ia turun ke derajat seperti binatang, sedangkan apabila unsur ruh ilahi yang lebih dominan, ia akan naik ke derajat seperti malaikat yang taat kepada Allah swt. Maka dari itu, perawatan ruh menjadi proses kehidupan spiritual manusia untuk taat beribadah kepada Tuhannya. Hal itu, dapat ditempuh dengan melaksanakan syariat Islam yang dijadikan pedoman hidup manusia, yang diantaranya adalah dengan berpuasa. Puasa merupakan rukun Islam yang wajib dilaksanakan oleh setiap muslim mukallaf sebagaimana tertuang dalam nash al Qur’an (QS Al Baqarah:183-184) dan As Sunah. 
Setiap muslim diwajibkan oleh Allah untuk berpuasa dalam bilangan beberapa hari tertentu, yaitu di bulan Ramadhan. Bulan Ramadham sendiri menjadi bulan utama yang selalu dinanti-nantikan kedatangannya oleh umat muslim pada setiap tahun kalender Hijriyah. Bulan mulia ini sebagai waktu yang tepat dalam berbondong-bondong umat muslim menjalankan ibadahnya. Kita umat muslim juga dianjurkan untuk melaksanakan puasa-puasa sunah pada hari-hari tertentu. Dimana dalam segala yang diperintahkan Allah sudah pastinya mengandung hikmah yang agung, karena tidak mungkin Allah memerintahkan sesuatu dalam kesia-siaan, begitu juga dengan berpuasa, baik puasa wajib maupun puasa sunah. 
Kata puasa dalam bahasa Arab adalah “ shaum” atau “syiam”. Keduanya mempunyai makna “al-imsak”, yaitu menahan diri dari sesuatu yang mubah (boleh), berupa syahwat perut dan kemaluan dengan tujuan untuk mendekatkan diri pada Allah. Secara syar’i, puasa berarti menahan diri dari hal- hal yang membatalkan puasa seperti makan, minum, melakukan hubungan suami-istri, istimna’(merangsang keluanya mani dengan sengaja, baik dengan cara bercumbu dengan istri tanpa melakukan jimak atau merangsang kemaluan dengan tangan dan alat-alat lainnya), dan memancing muntah dengan sengaja dari waktu sahur sampai waktu maghrib tiba. Kita berpuasa dengan tidak makan, tidak minum, dan tidak melakukan hubungan suami-istri dari waktu sahur sampai azan Maghrib tiba. 
Namun, bukan hanya itu arti puasa. Puasa bukan sekedar menahan lapar, dahaga dan syahwat karena sangatlah merugi jika kita berpuasa, tetapi tidak mendapatkan apa-apa kecuali rasa lapar dan dahaga. Dengan kata lain, perbuatan-perbuatan halal seperti makan, minum, dan berhubungan suami-istri menjadi haram saat seorang berniat puasa di pagi hari karena Allah. Di sinilah letak keagungan orang yang berpuasa, ia meninggalkan apa yang ia sukai, bahkan yang ia perlukan sebagai bentuk pengabdian kepada Allah. 
Menurut Imam Al Ghazali, puasa menjadi ibadah yang istimewa karena ketaatan dalam ibadah-ibadah selain puasa adalah dengan melakukan kewajiban seperti kewajiban shalat ditunaikan dengan melaksanakan gerakan dan bacaan shalat. Perbedaannya akan tampak dalam pelaksanaan. Orang yang banyak melaksanakan shalat, zakat, dan haji akan dikenal di kalangan masyarakat karena ibadah-ibadah tersebut. Namun, bagi bagi orang yang berpuasa tidak seorang pun mengetahuinya, kecuali jika orang tersebut mengatakan kepada orang lain. Atas dasar inilah maka puasa sangat dicintai oleh Allah sebagaimna disebutkan dalam hadist qudsi : “Setiap amalan anak Adam adalah bagi dirinya sendiri, kecuali shaum itu bagi-ku, dan aku yang akan membalasnya, dan demi zat yang jiwa Muhammad di tangan-Nya sungguh bau mulut orang yang berpuasa lebih wangi di sisi Allah daripada wangi kesturi.” (HR. Bukhari Muslim)”. Dalam riwayat lain disebutkan, “ia meninggalkan makanannya karena-ku, meninggalkan shawatnya jarena-Ku, dan meninggalkan istrinya karena-Ku.” (HR. Ibnu Huzaimah dalam sahihnya)”. Balasan khusus yang berasal dari Allah sesungguhnya menunjukkan pahala yang akan diberikan Allah bagi orang yang berpuasa. 
Imam Al-Ghazali berpendapat bahwa besarnya pahala yang akan didapatkan mereka yang berpuasa disebabkan ibadah puasa itu setengah dari kesabaran. Kesabaran menahan tuntutan perut yang ingin diisi oleh hidangan yang lezat, kesabaran menahan tuntutan syahwat yang bergolak ingin disalurkan, kesabaran untuk meninggalkan suami/istri. Allah menjanjikan pahala yang tak terhingga bagi orang-orang yang bersabar (QS Az Zumar:10). Hal ini membuktikan bahwa orang berpuasa mendapat perlakuan khusus oleh Allah swt. 
Puasa menjadi media perawatan ruh dengan beberapa hikmah yang terkandung dalam melaksanankan ibadah ini, diantaranya: 
  1. Puasa menjadi sarana penyucian jiwa (tazkiyatun nafs) dengan menahan nafsu perut dan syahwat sebagai bentuk ketaatan kepada Allah swt. 
  2. Puasa sebagai usaha untuk menundukan nafsu syahwat, karena mengendalikan syahwat makan dan minum yang merupakan induk bagi syahwat lainnya. 
  3. Puasa dapat meningkatkan rasa syukur kepada Allah swt, dengan merasakan lapar dan dahaga, mendapat sebuah kenikmatan yang ia syukuri ketika berbuka. 
  4. Puasa dapat mendidik kemauan dan kesabaran, dengan menahan syahwat memberikan pembelajaran bahwa sebuah kemauan yang keras dapat tercapai dengan adanya kesabaran. 
  5. Puasa menanamkan kasih sayang sesama manusia, karena setiap orang muslim bersama-sama merasakan lapar dan dahaga, sebagaimana yang dirasakan oleh saudara-saudaranya yang tidak berkecukupan, maka timbullah rasa untuk berbagi. 
  6. Puasa mengingatkan diri akan bahaya maksiat, sebagaimana penduduk neraka yang akan mengalami kelaparan dan kehausan sebagai siksaanya. 
  7. Puasa sebagai jalan menuju ketakwaan, dengan berpuasa untuk menjalankan perintah yang dalam praktiknya dapat menumbuhkan rasa takwa kita kepada Allah swt sebagai puncak ketinggian ruh untuk beribadah kepada-Nya. 

Kita tidak akan memperpanjang teori tentang puasa, tetapi berusaha untuk mempraktikannya sebagai amalan karena dengannya akan mendorong keterikatan kepada Allah, dan memalingkan diri dari selain-Nya. Dengan kata lain, puasa tidak hanya menjaga anggota tubuh dari maksiat kepada Allah, tetapi juga menjaga hati dan pikiran agar tidak dikotori oleh kemaksiatan dan segala cara yang memalingkan jiwa kepada Allah. Karena hati dan pikiran akan selalu terhubung dengan keberadaan ruh pada diri manusia sebagai makhluk yang diciptakan-Nya untuk beribadah kepada-Nya.

REFORMASI PEMBERANTASAN KORUPSI DALAM PERSPEKTIF ISLAM

REFORMASI PEMBERANTASAN KORUPSI DALAM PERSPEKTIF ISLAM 

Oleh: Zaenal Arifin 

 I. Pendahuluan
 Reformasi merupakan sebuah langkah yang diambil menuju arah pembaharuan dan perbaikan dalam suatu lingkungan hidup bermasyarakat atau bernegara. Tidak dipungkiri bahwa kehidupan bermasyarakat atau bernegara tidak bisa lepas dari problematika kehidupan. Reformasi dilakukan sebagai upaya untuk mencari solusi dalam menghadapi munculnya problematika kehidupan di segala sektor. Sedangkan problematika hidup kian hari semakin kompleks dengan berbagai motifnya. Oleh karena itu, perlu dilakukan tindakan yang reformatif. 
Dewasa ini, korupsi di Indonesia telah merajalela tumbuh menjamur di seluruh wilayah negeri. Korupsi telah merajai problem yang kini sedang dihadapi masyarakat Indonesia. Dalam realitanya, para koruptor sudah tidak malu merangkul berbagai pihak dalam melancarkan aksinya terbentuk secara terorganisir dan sistematis. Hal itulah yang menjadi kesulitan dalam mengungkap kasus korupsi. Dampak korupsi sendiri semakin meluas meracuni berbagai elemen masyarakat, baik dari tingkat elite penguasa sampai di tingkat masyarakat kelas bawah. 
Korupsi kini telah menjadi problem nasional dengan dampak yang begitu besar. Dampak korupsi telah meracuni tatanan segala bidang kehidupan bermasyarakat dan bernegara. Pembangunan tidak merata, perekonomian tersendat-sendat, akuntabilitas penguasa menurun, dekadensi moral dan kesenjangan sosial. Dampak-dampak yang ditimbulkan korupsi memerlukan penanganan yang tepat, efektif dan efisien. Oleh karena itu, mengambil tindakan reformatif menjadi esensial dalam konteks melawan arus korupsi. 
Dalam Islam, tindak korupsi termasuk perbuatan tercela, kejahatan dan kemungkaran yang merusak tata kehidupan bermasyarakat. Segelintir pelaku, berimbas meluas. Melalui Islam yang telah mengajarkan amar ma’ruf nahi munkar menjadi kewajiban bagi setiap muslim untuk mencegah dan memberantas korupsi. Hal ini dilakukan dengan mengambil tuntunan Islam dalam merespon tindak korupsi yang sudah merasuki segala lini kehidupan bermasyarakat. 
Berdasarkan uraian di atas, terdapat permasalahan yang menarik untuk dikaji dalam makalah ini, yakni bagaimana pemberantasan korupsi dalam perspektif Islam? Untuk menjawab permasalahan tersebut, tulisan ini akan memfokuskan pada tiga permasalahan. Pertama, bagaimana pengertian korupsi? Kedua, apa yang menjadi faktor terjadinya tindak korupsi? Ketiga, bagaimana mereformasi pemberantasan korupsi dalam perspektif Islam?. Dengan uraian berikut perlu kita ketahui dahulu pengertian korupsi. 

II. Pengertian Korupsi

Korupsi berasal dari bahasa Latin corruptio (penyuapan) atau corrumpere (merusak). Korupsi diartikan sebagai perbuatan buruk atau tindakan menyelewengkan dana, wewenang waktu, dan sebagainya untuk kepentingan pribadi sehingga menyebabkan kerugian bagi pihak lain. Sedangkan dalam Kamus Bahasa Indonesia dijelaskan bahwa korupsi adalah penyelewengan atau penggelapan uang negara atau perusahaan, dan sebagainya untuk kepentingan pribadi. 
Menurut Kartini Kartono, korupsi termasuk golongan praktik patologi sosial yang meresahkan masyarakat, yaitu tingkah laku individu yang menggunakan wewenang dan jabatan guna meraih keuntungan pribadi, merugikan kepentingan umum dan negara. Sedangkan dalam Ensiklopedi Pengetahuan Sosial, korupsi diartikan sebagai suatu pengabaian atau penyisihan atas suatu kelaziman yang seharusnya ditegakkan. Realitanya praktikal korupsi bisa berupa penyelewengan uang negara, penyuapan, pungutan liar, pemerasan, uang pelicin, menarik keuntungan dari wewenangnya, dan sebagainya. 
Dari beberapa pengertian di atas, korupsi paling dekat hubungannya dengan penyalahgunaan kewenangan atau kekuasaan untuk mencari keuntungan pribadi yang dalam hal ini berupa harta benda yang menyangkut kepentingan masyarakat umum. Dalam literatur Islam tidak terdapat istilah yang sepadan dengan korupsi, namun korupsi dapat dikategorikan sebagai tindak kriminal dalam konteks risywah (penyuapan), ghulul (pengkhianatan), sariqah (pencurian), dan hirabah (perampasan). Korupsi seringkali disamakan dengan suap (risywah), yakni sebagai sesuatu yang diberikan untuk menyalahkan yang benar atau membenarkan yang salah. Suap sendiri dalam praktiknya berupa hadiah, penghargaan, pemberian atau keistimewaan yang dianugerahkan atau dijanjikan dengan tujuan merusak pertimbangan atau tingkah laku, terutama dari seorang dalam kedudukan terpercaya. 
Islam telah memperingatkan dalam kasus penyuapaan karena akan mendapat laknat Allah, sebagaimana Rasulullah saw bersabda: “Allah melaknat penyuap dan yang menerima suap.” (HR. Ahmad) 
Korupsi semakna dengan ghulul, yaitu pengkhianatan dalam baitul mal, zakat atau ghanimah (harta rampasan perang). al-Qur’an menerangkan dalam surah Ali Imran ayat 161, yaitu sebagai jawaban terhadap tuduhan orang-orang munafik terkait penggelapan (pengkhianatan) harta rampasan perang:
 وَمَا كَانَ لِنَبِيٍّ أَنْ يَغُلَّ وَمَنْ يَغْلُلْ يَأْتِ بِمَا غَلَّ يَوْمَ الْقِيَامَةِ ثُمَّ تُوَفَّى كُلُّ نَفْسٍ مَا كَسَبَتْ وَهُمْ لا يُظْلَمُونَ 
Tidak mungkin seorang nabi berkhianat, (dalam urusan harta rampasan perang). Barangsiapa yang berkhianat (dalam urusan rampasan perang itu) maka pada hari kiamat ia akan datang membawa apa yang dikhianatkan itu, kemudian tiap-tiap diri akan diberi pembalasan tentang apa yang ia kerjakan dengan (pembalasan) setimpal, sedang mereka tidak dianiaya.” 
 Dan Rasulullah saw bersabda: 
Barangsiapa yang kami anggap menjadi karyawan untuk menerjakan sesuatu (tugas) dan kami berikan upah menurut semestinya, maka apa yang ia ambil lebih dari upah yang semestinya, maka itui namanya perbuatan khianat.” (HR Abu Dawud) 
Perbuatan ghulul dapat diartikan sebagai perbuatan penggelapan harta yang banyak dilakukan oleh para koruptor dalam distribusi suatu harta benda, seperti APBN atau investor perusahaan. Korupsi juga searti dengan sariqah (pencurian), yaitu mengambil harta orang lain yang sudah disimpan pada tempatanya secara diam-diam untuk dimiliki, berbagai modus operandinya seperti penggelapan, penggelembungan harta, pungutan liar, dan lain sebaginya. Sebagaimana diterangkan dalam al-Quran surah al-Maidah ayat 38 menerangkan bahwa hukuman bagi pencuri adalah potong tangan:
 وَالسَّارِقُ وَالسَّارِقَةُ فَاقْطَعُوا أَيْدِيَهُمَا جَزَاءً بِمَا كَسَبَا نَكَالا مِنَ اللَّهِ وَاللَّهُ عَزِيزٌ حَكِيمٌ 
Laki-laki yang mencuri dan perempuan yang mencuri, potonglah tangan keduanya (sebagai) pembalasan bagi apa yang mereka kerjakan dan sebagi siksaan dari Allah. Dan Allah Maha Perkasa dan Maha Bijaksana”. 
 Selain itu, korupsi sama dengan perilaku al-hirabah, yaitu merampas harta orang lain dengan terang-terangan dan kekerasan secara paksaan. Dalam al-Qur’an surah al-Maidah ayat 33 menerangkan bahwa hukuman pelaku hirabah adalah dibunuh, disalib, dipotong tangan dan kaki secara silang, dan diasingkan.
 إِنَّمَا جَزَاءُ الَّذِينَ يُحَارِبُونَ اللَّهَ وَرَسُولَهُ وَيَسْعَوْنَ فِي الأرْضِ فَسَادًا أَنْ يُقَتَّلُوا أَوْ يُصَلَّبُوا أَوْ تُقَطَّعَ أَيْدِيهِمْ وَأَرْجُلُهُمْ مِنْ خِلافٍ أَوْ يُنْفَوْا مِنَ الأرْضِ ذَلِكَ لَهُمْ خِزْيٌ فِي الدُّنْيَا وَلَهُمْ فِي الآخِرَةِ عَذَابٌ عَظِيمٌ 
Sesungguhnya pembalasan terhadap orang-orang yang memerangi Allah dan Rasul-Nya dan membuat kerusakan di muka bumi, hanyalah mereka dibunuh atau disalib, atau dipotong tangan dan kaki mereka dengan bertimbal balik, atau dibuang dari negeri (tempat kediamannya). Yang demikian itu (sebagai) suatu penghinaan untuk mereka di dunia, dan di akhirat mereka beroleh siksaan yang besar
Dalam konteks ajaran Islam yang lebih luas, korupsi adalah tindakan yang bertentangan dengan prinsip akuntabilitas (al-amanah) dan keadilan (al-adalah), terutama dalam hablu minannaas. Korupsi merupakan tindak penyimpangan, kejahatan, pengkhianatan, atau kecurangan dari timbal balik prinsip-prinsip ajaran Islam. Allah memerintahkan kita untuk menjaga amanah, menyampaikan amanah kepada ahlinya, dalam firman-Nya surah an-Nisa’ayat 58:
 إِنَّ اللَّهَ يَأْمُرُكُمْ أَنْ تُؤَدُّوا الأمَانَاتِ إِلَى أَهْلِهَا وَإِذَا حَكَمْتُمْ بَيْنَ النَّاسِ أَنْ تَحْكُمُوا بِالْعَدْلِ إِنَّ اللَّهَ نِعِمَّا يَعِظُكُمْ بِهِ إِنَّ اللَّهَ كَانَ سَمِيعًا بَصِيرًا 
“Sesungguhnya Allah menyuruh kamu menyampaikan amanat kepada yang berhak menerimanya, dan (menyuruh kamu) apabila menetapkan hukum di antara manusia supaya kamu menetapkan dengan adil. Sesungguhnya Allah memberi pengajaran yang sebaik-baiknya kepadamu. Sesungguhnya Allah adalah Maha Mendengar lagi Maha Meliha ...”. 
Dan dalam firman-Nya surah al-Anfaal ayat 27:
 يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا لا تَخُونُوا اللَّهَ وَالرَّسُولَ وَتَخُونُوا أَمَانَاتِكُمْ وَأَنْتُمْ تَعْلَمُونَ 
Hai orang-orang yang beriman, janganlah kamu mengkhianati Allah dan Rasul (Muhammad) dan (juga) janganlah kamu mengkhianati amanat-amanah yang dipercayakan kepadamu, sedang kamu mengetahui.” Allah juga memerintahkan kita untuk berlaku adil, sekalipun kepada orang yang kita musuhi, sebagaimana firman-Nya dalam QS al-Maidah ayat 8:
 يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا كُونُوا قَوَّامِينَ لِلَّهِ شُهَدَاءَ بِالْقِسْطِ وَلا يَجْرِمَنَّكُمْ شَنَآنُ قَوْمٍ عَلَى أَلا تَعْدِلُوا اعْدِلُوا هُوَ أَقْرَبُ لِلتَّقْوَى وَاتَّقُوا اللَّهَ إِنَّ اللَّهَ خَبِيرٌ بِمَا تَعْمَلُونَ 
Hai orang-orang yang beriman, hendaklah kamu menjadi orang-orang yang selalu menegakkan (kebenaran) karena Allah, menjadi saksi dengan adil. Janganlah sekali-kali kebencianmu terhadap suatu kaum, mendorong kamu untuk berlaku tidak adil. Berlaku adillah, karena adil itu lebih dekat kepada taqwa. Dan bertaqwalah kepada Allah, sesungguhnya Allah Maha Mengetahui apa tang kamu kerjakan.” 
 Selain itu, ada larangan Allah swt terkait tindak korupsi yang diterangkan dalam surah al-Baqarah ayat 188 yang menegaskan bahwa Islam mengajarkan agar umat Islam tidak memakan harta sesamanya dengan jalan yang bathil (mencuri, korupsi, dan sejenisnya).
 وَلا تَأْكُلُوا أَمْوَالَكُمْ بَيْنَكُمْ بِالْبَاطِلِ وَتُدْلُوا بِهَا إِلَى الْحُكَّامِ لِتَأْكُلُوا فَرِيقًا مِنْ أَمْوَالِ النَّاسِ بِالإثْمِ وَأَنْتُمْ تَعْلَمُونَ 
 “Dan janganlah kamu makan harta diantara kamu dengan jalan yang bathil, dan janganlah kamu membawa (urusan) dengan harta itu kepada para hakim, dengan maksud agar kamu dapat memakan sebagian harta orang lain itu dengan jalan dosa, padahal kamu mengetahui.” 
 Juga dalam firman-Nya al-Qur’an surah an-Nisa ayat 29-30:
 يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا لا تَأْكُلُوا أَمْوَالَكُمْ بَيْنَكُمْ بِالْبَاطِلِ إِلا أَنْ تَكُونَ تِجَارَةً عَنْ تَرَاضٍ مِنْكُمْ وَلا تَقْتُلُوا أَنْفُسَكُمْ إِنَّ اللَّهَ كَانَ بِكُمْ رَحِيمًا وَمَنْ يَفْعَلْ ذَلِكَ عُدْوَانًا وَظُلْمًا فَسَوْفَ نُصْلِيهِ نَارًا وَكَانَ ذَلِكَ عَلَى اللَّهِ يَسِيرًا 
Hai orang-orang yang beriman, janganlah kamu saling memakan harta sesamamu dengan jalan yang bathil (tidak benar), kecuali dengan jalan perniagaan yang berlaku dengan (atas dasar) suka sama suka diantara kamu. Dan barang siapa berbuat demikian dengan melanggar hak dan aniaya, maka Kami kelak akan memasukkannya ke dalam neraka. Yang demikian itu adalah mudah bagi Allah
 Tindak korupsi yang lain terkait dengan kecurangan atau penipuan, diperingatkan dalam al-Qur’an surah al-Muthaffifiin ayat 1-3 untuk memenuhi takaran atau timbangan dalam perniagaan, apabila bila tidak, pelakunya akan mendapat kecelakaan besar yang hanya Allah yang tahu.
 وَيْلٌ لِلْمُطَفِّفِينَ . الَّذِينَ إِذَا اكْتَالُوا عَلَى النَّاسِ يَسْتَوْفُونَ . وَإِذَا كَالُوهُمْ أَوْ وَزَنُوهُمْ يُخْسِرُونَ 
Kecelakaan besarlah bagi orang-orang yang curang, (yaitu) orang-orang yang apabila menerima takaran dari orang lain mereka minta dipenuhi, dan apabila mereka menakar atau menimbang untuk orang lain, mereka mengurangi
 Dan juga firman-Nya QS Al-Qashash:83
 تِلْكَ الدَّارُ الآخِرَةُ نَجْعَلُهَا لِلَّذِينَ لا يُرِيدُونَ عُلُوًّا فِي الأرْضِ وَلا فَسَادًا وَالْعَاقِبَةُ لِلْمُتَّقِينَ 
Negeri akhirat itu, Kami jadikan untuk orang-orang yang tidak ingin menyombongkan diri dan berbuat kerusakan di (muka) bumi. Dan kesudahan (yang baik) itu adalah bagi orang-orang yang bertakwa
Islam sendiri telah mengatur segala lini kehidupan manusia di dunia ini dengan berpedoman al-Qur’an dan as-Sunah untuk mencapai kebahagiaan di dunia dan di akhirat. Namun, apabila seseorang tidak mentaati aturan yang sudah ditentukan Allah swt, maka akan mendapat konskuensi berupa siksa, baik di dunia apalagi di akhirat. 

III. Faktor-Faktor Penyebab Korupsi

Kondisi saat ini, korupsi sudah merajalela hingga mengakibatkan kerusakan dan keresahan di segala sektor kehidupan, bahkan korupsi menjadi perlambang kehancuran sebuah bangsa dan negara. Korupsi menjadi persoalan serius yang memerlukan penanganan yang serius pula secara nasional, baik pemerintah dan masyarakat harus bekerja sama. Munculnya praktik-praktik korupsi tentunya selalu diikuti berbagai faktor yang melatarbelakangi seseorang berperilaku korup. 
Faktor-faktor tersebut juga telah menjangkiti segala lini kehidupan yang menjadikan semakin mempersulit penanganannya, diantaranya faktor keagamaan, politik, ekonomi, hukum. 
a. Faktor Keagamaan
Dalam realitanya, manusia tidak dapat lepas dari suatu agama, karena setiap manusia membutuhkan ajaran agama sebagai penuntun hidupnya. Manusia yang menjadi pelaku korupsi adalah mereka yang memiliki kualitas keagamaan yang rendah, yaitu kelemahan iman, dekadensi moral, akhlak dan mental, serta minimnya pengamalan ajaran agama yang dipahami dan dilaksanakan. Ajaran Islam sendiri bukan hanya sebuah rutinitas yang wajib dilaksanakan, namun ada maksud yang terkandung didalamnya sebagai hikmah dan i’tibar bagi penganutnya. 
b. Faktor Politik
Kondisi politik merupakan faktor yang paling besar menyumbangkan orang melakukan korupsi. Para birokrat, politisi maupun pemimpin-pemimpin dalam suatu institusi tertentu banyak terjangkit kasus korupsi. Penggunaan wewenang oleh para pemegang kekuasaan telah banyak disalahgunakan untuk mencapai kepentingan pribadi, terutama untuk mencapai suatu jabatan maupun meraih kekayaan. Padahal, institusi-institusi tersebut bertugas melayani masyarakat, yang terjadi hari ini adalah mereka ingin dilayani masyarakat. 
c. Faktor Ekonomi
Di bidang ekonomi, korupsi menjadi motif dalam pencapaian ambisi dalam mencari kekayaan oleh para koruptor. Selain itu, kondisi ekonomi yang lemah, keadilan yang tidak merata dalam suatu negara, memberikan sumbangsih tindak korupsi yang paling cepat mendapat respon dari tingkat elite hingga di tingkat bawah. Terlebih lagi, arus globalisasi dan modernisasi telah merubah pola pikir, gaya hidup yang hedonis dan konsumeris semakin meluas dan membudaya, sehingga membuat kebutuhan hidup semakin tinggi. Implikasinya, praktik korupsi menjadi jawaban dalam memenuhi kebutuhan-kebutuhan individu tersebut. 
d. Faktor Hukum
Implementasi supremasi hukum yang dikoarkan banyak pihak ternyata tidak berjalan dan tidak signifikan untuk memberikan efek jera. Hukum yang tidak tegas memberikan keleluasaan perilaku korup semakin membengkak dan meluas. Hukum yang masih dihiasi oknum-oknum penegak hukum yang jujur dan adil dalam mengambil keputusan memunculkan diskrimisasi hukum. Hukum layaknya mempunyai sekat antara si kaya dengan si miskin, pejabat dengan orang pribumi. Kelemahan hukum dalam menindak korupsi ini telah membawa dampak secara holistik yang dapat meruntuhkan keutuhan suatu masyarakat atau bangsa. Perekonomian negara berjalan secara stagnan, semakin carut-marut, ketidakadilan pemerataan hasil pembangunan, dan kesenjangan sosial. 
Faktor-faktor tersebut di atas, merupakan diantara faktor yang dominan menimbulkan perilaku korup. Upaya-upaya memberantas korupsi tentunya berhubungan erat dengan faktor-faktor yang melatarbelakanginya. Oleh karenanya, memberantas korupsi berarti kita harus membenahi dahulu faktor-faktor tersebut. Sehingga, masa depan kondisi masyarakat yang anti korupsi akan dapat terwujud. 

IV. Reformasi Pemberantasan Korupsi dalam Islam

Islam sebagai rahmatan lil’alamin menjadi pedoman hidup manusia dalam mengemban amanah sebagai khalifatu fil ardl dalam memakmurkan bumi. Memang, segala yang ada di bumi dan langit oleh Allah swt diperuntukkan bagi kemaslahatan umat manusia. Akan tetapi, kehadiran Islam telah mengatur kehidupan manusia sebagaimana fitrahnya sebagai hamba untuk mengabdi kepada Tuhannya. Perilaku manusia yang melanggar aturan Islam, tentunya menjadi buah problematika manusia yang perlu dicari solusi yang tepat. 
Saat ini, perilaku korupsi merupakan problema besar yang dihadapi manusia dengan implikasinya mencakup segala lini kehidupan. Model maupun bentuk perilaku korupsi pun semakin beragam. Sehingga penanganannya memerlukan reformasi ke arah yang lebih sinkron dan relevan dengan praktikal korupsi yang semakin menjamur di berbagai wilayah di belahan bumi. Sehingga, pertanyaan besar akan muncul dalam masyarakat, bagaimana penindakan hukum yang dapat membuat jera para koruptor, bagaimana hukum yang selama ini berlangsung di Indonesia dalam menindak kasus korupsi dengan melihat fakta yang terjadi selama ini, bagaimana kondisi perekonomian dapat berjalan dengan perilaku korupsi. Terlebih lagi, reformasi ini memberikan penanaman paham anti korupsi. 
Perlu kita ketahui bahwa perilaku korupsi merupakan fenomena siklus sebab-akibat. Siklus sebab-akibat ini dengan adanya saling keterkaitan diantara faktor dan dampak yang mempengaruhi segala lini kehidupan. Hal itu menjadi fakta begitu sulit memberantas korupsi dengan pola sistematis dan terorganisir. Oleh karena itu, setiap sisi kehidupan perlu diberlakukan reformasi perilaku dan pola pikir kehidupan. Setiap sektor harus berjalan beriringan menuju arah pembaharuan dan perbaikan. 
Islam secara universal telah memberikan bimbingan yang terbaik dalam segala sektor kehidupan manusia. Islam adalah sumber kehidupan untuk menunjukkan kemaslahatan manusia. Korupsi sendiri perlu dihadapi dengan bimbingan islami yang mencakup segala sektor kehidupan sebagai ujung tombak reformasi memberantas korupsi. 
a. Reformasi Keagamaan
Islam bukan hanya sebagai simbol, akan tetapi sebagai jalan hidup seseorang agar tidak tersesat dalam perjalanan hidupnya. Allah berfirman dalam QS al-Baqarah:208
 يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا ادْخُلُوا فِي السِّلْمِ كَافَّةً وَلا تَتَّبِعُوا خُطُوَاتِ الشَّيْطَانِ إِنَّهُ لَكُمْ عَدُوٌّ مُبِينٌ 
Hai orang-orang yang beriman, masuklah kamu ke dalam Islam secara keseluruhannya, dan janganlah kamu turut langkah-langkah setan. Sesungguhnya setan itu musuh yang nyata bagimu
Di sisi lain, Islam menekankan ajarannya dalam pembinaan akhlak yang mulia. Perilaku korup merupakan cermin manusia yang amoral. Sehingga penanaman moral bagi setiap individu perlu disyiarkan kembali, 
 وَإِنَّكَ لَعَلى خُلُقٍ عَظِيمٍ 
Dan sesungguhnya kamu benar-benar berbudi pekerti yang agung.(QS al-Qalam:4) 
Sebagaimana tugas Rasulullah saw diutus untuk menyempurnakan akhlak manusia sepanjang masa, yakni mulai dari anak-anak hingga orang dewasa. Selain itu, dalam pemahaman Islam mempunyai aspek maqasid asy-syariah dalam mencapai kemaslahatan umat manusia. Jika ajaran Islam sudah menjadi pegangan dan pedoman hidup seseorang, tidak mungkin akan melakukan korupsi, karena korupsi dalam hukum Islam adalah mendapat laknat Allah dan tempatnya adalah neraka. 
b. Reformasi Politik atau Kepemimpinan
Indonesia dengan sistem politik demokrasi dengan kebebasan berpendapat telah banyak disalahgunakan oleh pihak-pihak tertentu. Konsep demokrasi adalah dari rakyat, oleh rakyat dan untuk rakyat. Rakyat yang seharusnya mendapat pelayanan dan pengayoman penuh dari agen birokrasi atau politisi pemegang kekuasaan, bukan menjadi budak pemenuhan nafsu keserakahan oknum-oknum politisi. Konsep kepemimpinan dalam Islam adalah amanah, yaitu menyampaikan sesuatu kepada yang berhak menerimanya; jujur dalam menjalankan tugas; dan adil, yaitu menempatkan sesuatau sesuai porsinya. Hal itu sebagaimana kepemimpinan Islam bertolak ukur dengan sifat Rasulullah saw sebagai uswatun hasanah umat Islam, yaitu shidiq (jujur), amanah, tabligh (menyampaikan) dan fathonah (intelektual).
 لَقَدْ كَانَ لَكُمْ فِي رَسُولِ اللَّهِ أُسْوَةٌ حَسَنَةٌ لِمَنْ كَانَ يَرْجُو اللَّهَ وَالْيَوْمَ الآخِرَ وَذَكَرَ اللَّهَ كَثِيرًا 
Sesungguhnya telah ada pada (diri) Rasulullah itu suri teladan yang baik bagimu (yaitu) bagi orang yang mengharap (rahmat) Allah dan (kedatangan) hari kiamat dan dia banyak menyebut Allah. (QS Al-Ahzab:21) c. Reformasi Ekonomi
Sistem perekonomian jelas mengedepankan proses pengumpulan harta benda yang halal. Hukum Islam sendiri banyak mengkaji tentang sistem perekonomian seperti dalam jual beli, larangan berbuat riba, dan sebagainya.
 الَّذِينَ يَأْكُلُونَ الرِّبَا لا يَقُومُونَ إِلا كَمَا يَقُومُ الَّذِي يَتَخَبَّطُهُ الشَّيْطَانُ مِنَ الْمَسِّ ذَلِكَ بِأَنَّهُمْ قَالُوا إِنَّمَا الْبَيْعُ مِثْلُ الرِّبَا وَأَحَلَّ اللَّهُ الْبَيْعَ وَحَرَّمَ الرِّبَا فَمَنْ جَاءَهُ مَوْعِظَةٌ مِنْ رَبِّهِ فَانْتَهَى فَلَهُ مَا سَلَفَ وَأَمْرُهُ إِلَى اللَّهِ وَمَنْ عَادَ فَأُولَئِكَ أَصْحَابُ النَّارِ هُمْ فِيهَا خَالِدُونَ 
Orang-orang yang makan (mengambil) riba tidak dapat berdiri melainkan seperti berdirinya orang yang kemasukan setan lantaran (tekanan) penyakit gila. Keadaan mereka yang demikian itu, adalah disebabkan mereka berkata (berpendapat), sesungguhnya jual beli itu sama dengan riba, padahal Allah telah menghalalkan jual beli dan mengharamkan riba. Orang-orang yang telah sampai kepadanya larangan dari Tuhannya, lalu terus berhenti (dari mengambil riba), maka baginya apa yang telah diambilnya dahulu (sebelum datang larangan); dan urusannya (terserah) kepada Allah. Orang yang mengulangi (mengambil riba), maka orang itu adalah penghuni-penghuni neraka; mereka kekal di dalamnya.(al-Baqarah:275) 
Dalam perolehan harta benda sangat mempengaruhi kehidupan seseorang, hingga dapat menggelapkan hati dan pikiran. Pada ujungnya, terjadi kelalaian untuk beribadah kepada tuhannya Allah swt. 
d. Reformasi Hukum
Hukum korupsi adalah haram, yang merupakan kemungkaran dan merugikan orang lain. Pemberlakuan hukum dalam suatu negara secara maksimal perlu diterapkan secara tegas. Perlu diadakannya kajian hukum yang relevan dan tepat sasaran terhadap para koruptor sesuai dengan porsinya. Hal itu harus didukung oleh oknum-oknum penegak hukum yang jujur, amanah dan adil berkaitan dengan pengambilan keputusan dalam menindak koruptor. Sebagaimana firman-Nya dalam QS al-Maidah ayat 8:
 يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا كُونُوا قَوَّامِينَ لِلَّهِ شُهَدَاءَ بِالْقِسْطِ وَلا يَجْرِمَنَّكُمْ شَنَآنُ قَوْمٍ عَلَى أَلا تَعْدِلُوا اعْدِلُوا هُوَ أَقْرَبُ لِلتَّقْوَى وَاتَّقُوا اللَّهَ إِنَّ اللَّهَ خَبِيرٌ بِمَا تَعْمَلُونَ 
Hai orang-orang yang beriman, hendaklah kamu menjadi orang-orang yang selalu menegakkan (kebenaran) karena Allah, menjadi saksi dengan adil. Janganlah sekali-kali kebencianmu terhadap suatu kaum, mendorong kamu untuk berlaku tidak adil. Berlaku adillah, karena adil itu lebih dekat kepada taqwa. Dan bertaqwalah kepada Allah, sesungguhnya Allah Maha Mengetahui apa tang kamu kerjakan.”
 Selain itu, pemberlakuan sistem pembuktian terbalik dalam sistem peradilan hukum. Sang tersangka koruptor harus mampu membuktikan darimana harta benda miliknya itu didapat. 
e. Reformasi Pendidikan
Dalam segi keilmuan menjadi pedoman hidup manusia untuk lebih menemukan wawasan pengetahuan dalam memenuhi segala kebutuhan hidupnya. Islam selalu mengedepankan manusia untuk menuntut ilmu sebagai sebuah kewajiban, mulai sejak lahir hingga akhir hayatnya. Tentunya, pendidikan sangat mempengaruhi keberlanjutan tindak korupsi. Setiap anggota masyarakat sangat memerlukan pemahaman tentang anti korupsi. Pola pendidikan diterapkan secara terstruktur sejak usia dini hingga orang dewasa. Pendidikan anti korupsi sejak dini dengan peranan keluarga. Kurikulum anti korupsi perlu dimasukkan dalam sistem pembelajaran di sekolah. Selain itu, bimbingan dan penyuluhan anti korupsi perlu diterjunkan dalam masyarakat. (QS Al-‘Ashr:3) 
f. Reformasi Sosial
Islam begitu menekankan perhatiannya terhadap sistem sosial di masyarakat. Perintah mengeluarkan zakat bagi si kaya untuk di berikan kepada si miskin, anjuran bersedekah dan infaq, bahkan konsekuensi kewajiban diarahkan dalam segi sosial, seperti memberi makan orang miskin bagi yang tidak mampu berpuasa, ibadah haji dengan berkorban dan sebagainya.
 يَا أَيُّهَا النَّاسُ إِنَّا خَلَقْنَاكُمْ مِنْ ذَكَرٍ وَأُنْثَى وَجَعَلْنَاكُمْ شُعُوبًا وَقَبَائِلَ لِتَعَارَفُوا إِنَّ أَكْرَمَكُمْ عِنْدَ اللَّهِ أَتْقَاكُمْ إِنَّ اللَّهَ عَلِيمٌ خَبِيرٌ 
Hai manusia, sesungguhnya Kami menciptakan kamu dari seorang laki-laki dan seorang perempuan dan menjadikan kamu berbangsa-bangsa dan bersuku-suku supaya kamu saling kenal mengenal. Sesungguhnya orang yang paling mulia di antara kamu di sisi Allah ialah orang yang paling bertakwa di antara kamu. Sesungguhnya Allah Maha Mengetahui lagi Maha Mengenal.(QS. Al-Hujurat:13) 
Reformasi dalam berbagai bidang kehidupan sangat diperlukan, karena korupsi bukan sebagai suatu sistem yang terorganisir, struktul maupun kultul. Akan tetapi, korupsi merupakan rangkaian mata rantai kehidupan dengan fenomena siklus sebab-akibat. Rangkaian korupsi di segala sektor kehidupan harus ditanggapi secara serius dengan pemberlakuan sistem Islami. Ajaran Islam telah mencakup segala kehidupan manusia untuk dijadikan pedoman hidup di dunia dan di akhirat dengan sumber wahyu kalam Illahi. 

V. Kesimpulan

Dengan demikian, reformasi pemberantasan korupsi merupakan gerakan menuju arah pembaharuan dalam melawan korupsi dapat ditempuh dengan jalan pelaksanaan ajaran Islam secara komprehensif. Dari beberapa uraian di atas dalam pemeberantasan korupsi, tentunya tidak semudah teori yang dituangkan oleh para ahli. Dari berbagai teori yang ungkapkan perlu dijalankan dengan sikap keseriusan, kecakapan dan ketanggapan oleh berbagai elemen masyarakat keseluruhan, mulai dari pemerintah pusat, pemerintah daerah hingga masyarakat pada umumnya untuk saling bekerja sama dan memberikan pengawasan. 
Dalam Islam, penanaman moral sangat penting dalam sistem kehidupan. Sejak dini harus segera dimulai melalui peran pendidikan keluarga, suasana lembaga pendidikan, dan menciptakan masyarakat dengan lingkungan yang kondusif. Perjalanan panjang korupsi yang semakin merajalela akan dapat dikikis dengan tindakan hukum yang efektif dan efisien, terutama dalam menindak kasus korupsi yang pelakunya diantara para birokrat atau politisi harus ditindak tegas tanpa pandang bulu. Keberanian dan kejujuran oknum penegak hukum harus dipertaruhkan. 
Selanjutnya, dalam proses seleksi pemilihan para pejabat maupun pegawai perlu dilakukan kualifikasi yang maksimal, baik dari segi intelektual, emosional maupun spiritual. Implementasinya dalah bagaimana kualitas moral calon pejabat maupun pegawai tersebut. Sistem pemilihan yang selalu diiringi dengan suap atau money politic harus ditindak tegas. Produk pendukung adalah pengentasan kemiskinan, sistem penggajian yang layak sesuai pangkat dan kinerja pegawai, perlu kreativitas dalam menciptakan lapangan pekerjaan, dan pemerataan penghasilan daam pembangunan. Respon terhadap arus globalisasi dan modernisasi membawa pengaruh perubahan pola pikir dan gaya hidup masyarakat yang hedonis yang konsumeris, sehingga pemenuhan kebutuhan semakin meningkat yang tidak didukung dengan pendapatan yang tidak sesuai dengan anggaran belanja. 
Pada akhirnya, pemberantasan korupsi menjadi tugas pemerintah bersama masyarakat dengan kesadaran dalam menegakkan hukum tindak korupsi. Otoritas pemerintah yang masih lemah dalam menindak hukum korupsi karena sulitnya menemukan bukti-bukti para pelaku korupsi. Oleh karenanya, elemen masyarakat memiliki peranan penting dalam pengawasan sebagai informan, sehingga praktik-praktik korupsi akan lebih mudah tercium gelagat pelakunya. 

DAFTAR PUSTAKA 

al-Qardhawi, Yusuf, Anantomi Masyarakat Islam, penerjemah: Setiawan Budi Utomo, Jakarta: Pustaka al-Kautsar, 1999. 
-----------------, Halal dan Haram, penerjemah: Tim Penerbit Jabal, Bandung: Penerbit Jabal, 2009. 
Dahlan, Abdul Azis. Ensiklopedi Hukum Islam. Jilid III, Jakarta: Ichtiar Baru van Hoeve, 2001. 
Departemen Agama RI, Mushaf Al-Qur’an dan Terjemah,(Jakarta: Pustaka Al-Kautsar, 2009. 
Jauhar, Ahmad al-Husni Husain, Maqashid Syariah, penerjemah: Khikmawati, Jakarta: Amzah, 2009. Kartono, Kartini, Patologi Sosial, Jilid 1, Jakarta: Rajawali Press, 2011. 
Lukmantoro, Triyono, Permaninan Bahasa dalam Korupsi, Kompas, 28 Januari 2012. 
Madaniy, A. Malik, Politik Berpayung Fiqh, Yogyakarta: Pustaka Pesantren, 2010. 
Na’im, Moh. Masyhuri, dkk, NU Melawan Korupsi : Kajian Tafsir dan Fiqih, Jakarta: Tim Kerja Gerakan Nasional Pemberantasan Korupsi PBNU, 2006. 
Nugroho, Naskah Tali, dkk, Ensiklopedi Pengetahuan Sosial, Jilid 2, Yogyakarta: Pustaka Insan Madani, 2009. 
Salamulloh, M. Alaika, Akhlak Hubungan Vertikal, Yogyakarta: Pustaka Insan Mandiri, 2008. 
Sulaiman, M. Noor, Hadits-Hadits Pilihan: Kajian Tekstual dan Kontekstual, Jakarta: Gaung Persada, 2010. 
Tim Penyusun Kamus Bahasa, Kamus Bahasa Indonesia, Jakarta: Pusat Bahasa, 2008.

Senin, 19 Maret 2012

FILSAFAT DAKWAH : REVOLUSI TEKNOLOGI DAN DAKWAH

Oleh : Zaenal Arifin
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Menyeru dan mengajak manusia kepada dakwah Islam bukanlah suatu pekerjaan yang mudah. Tantangan demi tantangan akan muncul silih berganti dengan berbagai variasinya. Di sini sangat diperlukan metode yang tepat di samping ketangguhan dan keuletan si da’i itu sendiri. Karena menyangkut kepentingan dan kemauan manusiawi yang kompleks.
Dakwah adalah kegiatan yang bersifat menyeru, mengajak dan memanggil orang untuk beriman dan taat kepada Allah Swt sesuai dengan garis aqidah, syari'at dan akhlak Islam. Kata dakwah merupakan masdar (kata benda) dari kata kerja da'a yad'u yang berarti panggilan, seruan atau ajakan. Pada hakikatnya tujuan utama dakwah ialah mewujudkan kebahagiaan dan kesejahteraan hidup di dunia dan di akhirat yang diridai oleh Allah Swt.
Dakwah Islam merupakan transformasi nilai-nilai Islam yang senantiasa bergerak menyesuaikan terhadap sebuah kondisi dan situasi dimana tempat dilaksanakan dakwah. Namun, tetap menjaga nilai-nilai ajaran Islam yang pokok dan tidak keluar dari syari’at. Dalam kaidah fiqih kita kenal “al muhafadhah ‘ala al qadim al shalih wa al akhdzu bi al jadid al ashlah” yakni melestarikan nilai-nilai yang baik dan melakukan adopsi nilai-nilai baru yang lebih baik. Hal ini dilakukan sebagai antisipasi setiap perilaku manusia dalam kehidupan di tengah masyarakat serta setiap pergeseran kemaslahatan umat sebagai akibat perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi. Dakwah harus disesuaikan dengan kondisi zaman dimana dakwah itu dilaksanakan. Karena itu dakwah yang dilakukan akan selalu mempertimbangkan aspek materi yang menjadi substansi informasi dalam proses tersebut demi kebaikan dan kesejahteraan manusia. Maka sebagaimana yang dikatakan A. Hasjmy, para juru dakwah memerlukan media dan sarana, serta membutuhkan alat dan medan dalam menyampaikan pesan dakwah, agar dakwah yang dilakukan berjalan efektif dan efisien.
Arus globalisasi yang melanda dunia dewasa ini berakibat cepat dalam menyebarkan perkembangan di satu belahan dunia ke belahan dunia yang lain melalui perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi. Bahkan keadaan di satu negara akan cepat menimbulkan pengaruh di negara dari belahan dunia yang lain. Sehingga pola dakwah melalui perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi dengan berbagai media begitu beragam, baik dengan media elektronik atau media cetak seperti radio, televisi, film, internet, buku, majalah, surat kabar, dan lain-lain yang mengandung pesan dakwah sangat penting dan efektif. Kesemuanya ini merupakan produk dari revolusi yang terjadi di bidang komunikasi dan sarana untuk komunikasi tersedia. Karena dakwah sendiri tidak lepas dari proses komunikasi antara da’i dengan mad’u dalam menyampaikan pesan dakwahnya.
B. Rumusan Masalah
Berdasarkan uraian di atas, penulis dapat menarik rumusan masalah dalam pembahasan makalah ini, yaitu sebagai berikut: 1. Bagaimana era dakwah dengan menggunakan teknologi? 2. Bagaiaman era dakwah melalui cetakan?
BAB II
PEMBAHASAN
A. Era Dakwah dengan Teknologi
Kegiatan berdakwah merupakan proses komunikasi antara da’i dengan mad’u dalam menyampaikan informasi (pesan dakwah). Yakni, dakwah Islam mengajarkan manusia mengenai aspek ibadah (syari’at), yang sebenarnya merupakan latihan spirituil dan ajaran moral (akhlak) dalam membina manusia yang tidak kehilangan keseimbangan hidup dan berbudi pekerti luhur.
Dalam sebuah aktifitas dakwah tidak dapat dipungkiri bahwa peran teknologi ikut serta dalam penyampaian dakwah. Untuk mempermudah proses dakwah, teknologi juga sangat diperlukan keberadaannya. Peran teknologi itu bisa berupa kemudahan-kemudahan dan efektifitas serta efisiensi yang diberikan pada saat penyampaian dakwah tersebut. Secara tidak langsung peran media itu telah begitu cepatnya menerobos lapisan masyarakat.
Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia, teknologi diartikan sebagai "kemampuan teknik yang berlandaskan pengetahuan ilmu eksakta dan berdasarkan proses teknis." Menurut Quraish Shihab, beliau mengatakan bahwa teknologi adalah ilmu tentang cara menerapkan sains untuk memanfaatkan alam bagi kesejahteraan dan kenyamanan manusia. Teknologi merupakan hasil dari proses pemikiran manusia dalam kaitannya manusia memiliki potensi untuk meraih ilmu dan mengembangkannya. Al-Quran sendiri telah memerintahkan manusia untuk terus berupaya meningkatkan kemampuan ilmiahnya.
Perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi telah membawa manusia menuju peradaban modern atau era globalisasi terhadap segala aspek kehidupan. Suatu peradaban yang ditandai dengan banyak dimanfaatkannya teknologi untuk membantu aktivitas manusia. Sehingga pola hidup manusia pun mengalami perubahan, terutama di bidang sosio-kultural. Oleh karena itu, pelaksanaan dakwah yang memuat materi, metode maupun media harus bersifat dinamis dan kreatif agar mampu mengimbangi, mengarahkan dan mengendalikan dalam menghadapi perubahan itu sendiri.
Dengan adanya perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi, selalu mempunyai pertentangan yang saling bertolak belakang, di satu sisi mempunyai dampak positif yang dapat membantu kehidupan manusia, yakni teknologi dilihat sebagai eksistensi dari manusia, atau teknologi dianggap sebagai proses spiritualisasi dari material, atau sebagai proses dimana manusia semakin mendunia. Akan tetapi disisi lain berdampak negatif yang dapat merugikan kehidupan manusia yang lebih menitikberatkan pada kritik dan keprihatinan terhadap salah penggunaan ilmu pengetahuan dan teknologi dengan asumsi akibat-akibat yang fatal bagi manusia. Manusia terasing dari lingkungan dan Tuhannya, maka terjadilah disharmoni dalam hubungan manusia dengan dirinya sendiri, orang lain, alam, dan Tuhannya.
Walaupun teknologi dapat membawa kerugian bagi umat Islam, tapi seorang muslim tidak akan (bahkan tidak boleh) bersikap apriori terhadap teknologi. Akan tetapi ia harus bersikap selektif dalam membeli atau memanfaatkan teknologi itu. Sikap muslim terhadap teknologi sangat tergantung pada daya analisisnya terhadap kedudukan teknologi di tengah-tengan agamanya. Karena menurut ajaran Islam, teknologi yang mendapat berkah hanya bisa terwujud dari aklak yang mulia, yang terjalin dalam segenap susunan masyarakat.
Oleh karena itulah, teknologi disamping menambah tantangan bagi dakwah juga mempunyai potensi untuk dimanfaatkan dalam proses dakwah. Terutama karena dengan teknologi komunikasi, dakwah sebagai sebuah proses komunikasi akan mendapatkan beberapa manfaat, yaitu:
1. Tidak tergantung waktu dan tempat. 2. Cakupan yang luas. 3. Pendistribusian yang cepat. 4. Keragaman cara penyampaian.
Dengan bentuk keragaman yang ditawarkan oleh media teknologi, mulai dari menampilkan bentuk audio visual sampai ke bentuk tulisan yang menarik, maka cara dakwah yang ditempuh dapat beragam. Keragaman ini pulalah yang membuat dakwah melalui teknologi dapat menjangkau banyak segmen.
Eksistensi ilmu pengetahuan dan teknologi dalam perkembangannya yang pesat melahirkan wujud hasil yang mengagumkan. Inu Kencana Syafiie memaparkan berbagai ilmu pengetahuan dan teknologi yang ditemukan manusia menjadi bukti otentik bahwa dalam Al Qur’an sebagai sumber dari segala ilmu, baik ilmu eksakta ( ilmu falak, ilmu kimia, ilmu matematika, ilmu bumi) maupun ilmu sosial (ilmu politik, ilmu jiwa, ilmu ekonomi, ilmu hukum). Dalam perjalanan yang panjang, teknologi telah melahirkan berbagai peralatan dalam berbagai media, dalam hal ini di bidang komunikasi dan informasi, yakni lahirnya media cetak maupun media elektronik, yang telah memberi harapan baru bagi aktivis dakwah untuk skala global. Harapan ini memang sangat menjanjikan, hal ini dikarenakan skop dakwah melalui signal tersebut jangkauannya sangat luas dan mendunia.
Dalam konteks ini, harapan yang ditawarkan oleh teknologi media untuk kepentingan dakwah agama Islam perlu dicermati dengan bijak, sehingga sarana yang ada dapat diakomodir dengan tepat sasaran dan terhindari dari efek negatif yang timbul secara sporadis. Dakwah dalam media bisa hadir dalam berbagai segmen yang intinya mengulas tentang isu relegius dalam berbagai sisi, baik di media cetak maupun media elektronik. Berbagai artikel, film, penyiaran acara keagamaan adalah beberapa contoh wajah baru dakwah agama yang tampil dalam teknologi media yang dapat membentuk citra dan sekaligus memperluas jangkauan sasaran dakwah, tidak hanya mereka yang seagama, namun juga kepada pemeluk agama lain.
Di sisi lain para da'i dituntut agar peka dengan setiap isu yang muncul disamping bisa menguasai manajemen dalam mengelola media yang ingin ditransfer ide dakwah. Dengan demikian, tingkat penyebaran nilai-nilai agama menjadi lebih luas dan singkat waktu, minimal dalam tataran informatif. Orang-orang dapat mengambil banyak manfaat dari maraknya program agama Islam di radio, televisi, koran, buku, majalah dan internet, dimana sebahagiannya sibuk tidak sempat menghadiri majelis taklim. Hadirnya nilai-nilai agama dengan perantaraan teknologi media tersebut sangat membantu mereka dalam menjaga kontinuitas keberagamaannya.
B. Era Dakwah melalui Cetakan
Sebagai agama dakwah, Islam merupakan tata nilai yang senantiasa bergerak menyesuaikan terhadap sebuah kondisi yang senantiasa dinamis. Dakwah sendiri pada hakikatnya merupakan aktualisasi imani yang dimanifestasikan dalam suatu sistem kegiatan manusia untuk melakukan proses rekayasa sosial melalui usaha mempengaruhi cara merasa, berfikir, bersikap, dan bertindak manusia pada dataran kenyataan individual dan sosio-kultural dalam rangka mengusahakan terwujudnya ajaran Islam dalam semua segi kehidupan dengan menggunakan cara tertentu.
Salah satu cara yang menjadi pilihan aktivis dakwah di era globalisasi yaitu dakwah melalui tulisan, karena dakwah dengan tulisan mempunyai kekuatan tersendiri sebagai salah satu penopang kesuksesan target dakwah. Berkat perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi ditemukan alat percetakan pada tahun 1456 oleh Gutenberg, ketika pertama kali mencetak Kitab Injil. Namun, media cetak surat kabar baru berkembang sekitar tahun 1600 dalam penyebaran informasi pada suatu negara. Arus globalisasi telah mengangkat derajat ilmu pengetahuan dan teknologi, yaitu berlangsungnya percepatan informasi yang aktual menjadi wujud nyata dari sebuah era informasi dan keterbukaan. Oleh karena itu, para dai harus mengambil sikap tanggap dan cepat serta mampu memanfaatkan media-media yang ada sebagai sarana untuk berdakwah, khususnya dalam bidang percetakan tentang materi dakwah, baik dalam bentuk buku, majalah, koran, buletin, dan sebagainya. Dimana dunia percetakan saat ini telah membanjiri dalam berbagai khasanah keilmuan, maka Islam sendiri harus bisa mengambil posisi di dunia percetakan dalam tulisan dakwahnya.
Pemanfaatan media cetak untuk kepentingan dakwah, dalam hal buku/kitab agaknya sudah cukup baik. Media cetak memang sangat mudah dijangkau masyarakat pada umumnya, sehingga dalam mendalami kaidah keislamannya mereka tidak perlu datang ketempat-tempat majelis atau pengajian majelis ta’lim dan sebagainya karena media dakwah dalam bentuk media cetak sangat detail mengulas penuh masalah-masalah agama dan bisa dibaca berulang-ulang. Misalnya, sebuah buku hendaknya tampil dengan gaya bahasa yang lancar, mudah dicerna dan menarik publik, baik mereka orang awam maupun kaum terpelajar.
Perlu kita ketahui bahwa media cetak sebagai media dakwah mempunyai kelebihan dan kekurangan, yaitu sebagai berikut:
a. Kelebihan Media Cetak
1) Media cetak khususnya majalah atau buku islami dapat dibaca berulang-ulang sehingga menimbulkan pemahaman yang baik ketimbang mendengarkan ceramah agama secara langsung. 2) Mudah didapat bagi para mad’u yang ingin membelinya, dikarenakan makin maraknya fenomena majalah Islami di Indonesia. 3) Mudah dipahami bagi para mad’u karena sifatnya yang bisa dibaca berulang-ulang kali sehingga ia dapat mengimplementasikannya kedalam kehidupan sosialnya. 4) Simpel dan efektif dapat dibaca kapanpun dan dimanapun karena mudah dibawa kemana-mana.
b. Kekurangan Media Cetak
1) Dari segi finalsial masyarakat awan masih sangat sulit untuk mendapatkannya disebabkan karena pendapatannya yang hanya cukup untuk makan saja dan tidak mampu membeli majalah Islami. 2) Lalu kurangnya minat baca dikalangan masyarakat menjadi masalah yang sangat vital bagi perubahan para mad’u khususnya dalam pemahaman Agama Islam. 3) Karena bentuk nya dalam buku atau pun majalah maka sering adanya kerusakan pada buku atau majalah tersebut sehingga ada bagian yang hilang dari bacaan tersebut.
Secara makro, eksistensi dakwah akan senantiasa bersentuhan dengan gerak masyarakat yang mengitarinya, sehingga pada tahap tertentu, proses dakwah dapat saja melahirkan tuntunan baru berkenaan dengan proses yang dinamis, dan pada gilirannya merupakan pendorong terbentuknya sistem sosial di mana dakwah itu dilaksanakan.
Dalam kaitannya dengan kegiatan berdakwah, banyak tokoh-tokoh Islam yang melahirkan segi keilmuannya melalui tulisan untuk dapat dipelajari, dipahami dan disebarluaskan oleh murid-murinya atau khalayak orang banyak. Bahkan dalam sejarah keemasan Islam, berbagai bidang ilmu telah lahir dari tokoh Islam menjadi rujukan penting bagi para kaum pelajar di seluruh dunia, khususnya Eropa.
BAB III
PENUTUP
Kesimpulan
Media dakwah islam sebaiknya dikemas dalam bentuk yang menarik yang secara perlahan-lahan dapat mengubah pola pikir dan mentalitas masyarakat. Media merupakan alat paling efektif saat ini dalam membentuk opini publik dan malah dapat mengubah mentalitas serta pola pikir masyarakat.
Salah satu sasaran yang efektif untuk menyebarluaskan ajaran-ajaran Islam adalah alat-alat teknologi modern di bidang informasi dan komunikasi. Kemajuan di bidang informasi dan komunikasi harus dimanfaatkan oleh aktivis dakwah sebagai media dalam melakukan dakwah Islam, sebab dengan cara demikian ajaran agama Islam dapat diterima dalam waktu yang relatif singkat oleh sasaran dakwah dalam skala luas.
Selain itu, dakwah bilqalam merupakan salah satu fenomena di zaman era globalisasi atau era teknologi, yakni berdakwah lewat menulis di media cetak, buku, majalah, koran, atau buletin yang isinya dakwah. Yang paling penting dalam dakwah lewat tulisan ini adalah materi (content) yang akan kita sampaikan sesuai dengan kaidah Islam, namun juga tetap mengandung unsur seni tulisan yang indah dibaca dan menarik.
DAFTAR PUSTAKA
Aceng Abdul Aziz,dkk, Islam Ahlussunnah Waljama’ah di Indonesia: Sejarah, Pemikiran dan Dinamika Nahdlatul Ulama, Jakarta: Pustaka Ma’arif NU, 2007.
A. Hasjmy, Dustur Dakwah Menurut al-Quran, Cet.III, Jakarta: Bulan Bintang, 1994.
Amir Hamzah, Tipologi Dakwah (Suatu Upaya dalam Menyikapi Perubahan Sosial), Jurnal Zaitun (Kajian Islam dan Kemasyarakatan), Vol. II, No. 1, Makassar: PPS UIN Alaudin Makassar, 2007.
Amrullah Ahmad, Dakwah Islam dan Perubahan Sosial, Yogyakarta: PLP2M, 1985.
Harun Nasution, Islam Ditinjau dari Berbagai Aspeknya, Jakarta:UI Press, 1985.
Inu Kencana Syafiie, Pengantar Filsafat, Bandung : Refika Aditama, 2004.
Jum’ah Amin Abdul Aziz, Fiqih Dakwah, terj. Solo : Era Intermedia, 2003.
M. Solly Lubis, Umat Islam dalam Globalisasi, Jakarta: Gema Insani Press, 1997.
Muhammad Sayyid Al-Wakil, Prinsip dan Kode Etik Dakwah. Cet. I, Jakarta: Akademika Pressindo, 2002.
Muhammad Tholhah Hasan, Islam dan Masalah Sumber Daya Manusia, Jakarta: Lantabora Press, 2003.
Muhammad Yusuf, Epistemologi Islam: Landasan Mengatasi Krisis Iptek Modern dan Dampak Globalisasi dalam Perspektif Al Qur’an, Orasi Ilmiah disampaikan pada Pelantikan Himpunan Mahasiswa Jurusan Tarbiyah dan Dakwah STAIN Sorong pada tgl 31 Mei 2011.
Muhammad Zamroni, Filsafat Komunikasi, Cet. I, Yogyakarta: Graha Ilmu, 2009.
Quraish Shihab, MA, Wawasan Al Qur’an : Tafsir Maudhu’i atas Pelbagai Persoalan Umat, Cet. XIII, Bandung: Mizan, 1996.
Syarif Hidayatullah dan Zulfikar S. Dharmawan, Islam Virtual, Jakarta: Mifta, 2003.
Tim Prima Pena, Kamus Ilmiah Populer, Cet. I, Surabaya: Gitamedia Press, 2006.

PSIKOLOGI AGAMA : Problema dan Gangguan dalam Perkembangan Jiwa Keagamaan

Oleh : Zaenal Arifin

Agama berkaitan erat dengan kehidupan batin manusia. Manusia memiliki bermacam ragam kebutuhan batin maupun lahir. Akan tetapi, kebutuhan manusia terbatas karena kebutuhan tersebut juga dibutuhkan oleh manusia lainnya. Karena manusia selalu membutuhkan pegangan hidup yang disebut agama karena manusia merasa bahwa dalam jiwanya ada suatu perasaan yang mengakui adanya yang Maha Kuasa tempat mereka berlindung dan memohon pertolongan. Sehingga keseimbangan manusia dilandasi kepercayan beragama. Sikap orang dewasa dalam beragama sangat menonjol, jika kebutuhan akan beragama tertanam dalam dirinya. Kestabilan hidup seseorang dalam beragama dan tingkah laku keagamaan seseorang, bukanlah kesetabilan yang statis. Adanya perubahan itu terjadi karena proses pertimbangan pikiran, pengetahuan yang dimiliki dan mungkin karena kondisi yang ada. Tingkah laku keagamaan orang dewasa memiliki perspektif yang luas berdasarkan atas nilai-nilai yang dipilihnya.

Pada dasarnya jiwa keagamaan manusia berasal dari dua faktor, yaitu faktor intern mengatakan bahwa manusia adalah homo relegius (makhluk beragama) karena manusia sudah memiliki potensi untuk beragama, seperti naluri, akal, dan perasaan. Dan faktor ekstern terdorong beragama karena pengaruh dari luar dirinya, seperti rasa takut, rasa ketergantungan ataupun bersalah, dan sebagainya yang menyebabkan lahirnya keyakinan pada manusia. 

Sikap Keagamaan dan Pola Tingkah Laku

Dr. Mar’at mengemukakan ada 13 pengertian sikap, yang dirangkum menjadi 4 rumusan berikut : Pertama, sikap merupakan hasil belajar yang diperoleh melalui pengalaman dan interaksi yang terus menerus dengan lingkungan (di rumah, sekolah, dll) dan senantiasa berhubungan dengan obyek seperti manusia, wawasan, peristiwa atau pun ide, sebagai wujud dari kesiapan untuk bertindak dengan cara-cara tertentu terhadap obyek. 
Kedua, bagian yang dominan dari sikap adalah perasaan dan afektif seperti yang tampak dalam menentukan pilihan apakah positif, negatif atau ragu, dengan memiliki kadar intensitas yang tidak tentu sama terhadap obyek tertentu, tergantung pada situasi dan waktu, sehingga dalam situasi dan saat tertentu mungkin sesuai sedangkan di saat dan situasi berbeda belum tentu cocok. 
Ketiga, sikap dapat bersifat relatif consistent dalam sejarah hidup individu, karena ia merupakan bagian dari konteks persepsi atau pun kognisi individu. 
Keempat, sikap merupakan penilaian terhadap sesuatu yang mungkin mempunyai konsekuensi tertentu bagi seseorang atau yang bersangkutan, karenanya sikap merupakan penafsiran dan tingkah laku yang mungkin menjadi indikator yang sempurna, atau bahkan tidak memadai. 
Dari rumusan tersebut dapat ditarik kesimpulan bahwa sikap merupakan predisposisi untuk bertindak senang atau tidak senang terhadap obyek tertentu yang mencakup komponen kognisi, afeksi dan konasi. Dengan demikian sikap merupakan interaksi dari komponen-komponen tersebut secara kompleks. Komponen kognisi akan menjawab apa yang dipikirkan atau dipersepsikan tentang obyek. Komponen afeksi dikaitkan dengan apa yang dirasakan terhadap obyek. Komponen konasi berhubungan dengan kesediaan atau kesiapan untuk bertindak terhadap obyek. Faktor penentu sikap, baik sikap positif atau pun sikap negatif, adalah motif, yang berdasarkan kajian psikologis dihasilkan oleh penilaian dan reaksi afektif yang terkandung dari sebuah sikap. Motif menentukan tingkah laku nyata (overt behavior) sedangkan reaksi afektif bersifat tertutup (covert behavior). Dengan demikian, sikap yang ditampilkan seseorang merupakan hasil dari proses berfikir, merasa dan pemilihan motif-motif tertentu sebagai reaksi terhadap sesuatu obyek. Dengan demikian sikap terbentuk dari hasil belajar dan pengalaman seseorang dan bukan pengaruh bawaan (factor intern) seseorang, serta tergantung kepada obyek tertentu. Karena sikap dipandang sebagai perangkat reaksi-reaksi afektif terhadap obyek tertentu berdasarkan hasil penalaran, pemahaman dan penghayatan individu. Jadi, sikap keagamaan adalah perwujudan dari pengalaman dan penghayatan seseorang terhadap agama, dan agama menyangkut persoalan batin seseorang, karenanya persoalan sikap keagamaan pun tak dapat dipisahkan dari kadar ketaatan seseorang terhadap agamanya. Sikap keagamaan merupakan integrasi secara kompleks antara unsure kognisi (pengetahuan), afeksi (penghayatan) dan konasi (perilaku) terhadap agama pada diri seseorang, karenanya ia berhubungan erat dengan gejala jiwa pada seseorang. Selanjutnya dari sikap keagamaan tersebut, lahirlah pola tingkah laku untuk taat pada norma dan pranata keagamaan dan bahkan menciptakan norma dan pranata keagamaan tertentu sebagai bentuk perwujudan dari kesadaran agama dan pengamalan agama. 

Sikap Keagamaan yang Menyimpang

Dalam setiap agama, memuat ajaran norma-norma yang dijadikan sebagai petunjuk dan tuntunan bagi para pemeluknya dalam bersiap dan bertingkah laku. Hal itu bertujuan untuk mencapai nilai-nilai yang luhur dalam pembentukan kepribadian dan keserasian hubungan sosial sebagai upaya dalam mendekatkan diri kepada Tuhan. Namun, tidak jarang terjadi dalam kehidupan sehari-hari ditemukan adanya perilaku menyimpang dalam sikap beragama. Perilaku menyimpang tersebut terjadi disebabkan adanya sikap seseorang mengalami perubahan terhadap kepercayaan dan keyakinan agama sebagai pemeluknya. Perubahan sikap dapat terjadi pada tiap individu maupun kelompok atau masyarakat. Tingkat kualitas dan intensitas perubahan sikap mungkin berbeda dan bergerak secara kontinyu dari positif melalui arela netral ke arah negatif. Sikap keagamaan yang menyimpang dari ajaran agama yang cenderung keliru mungkin akan menimbulkan suatu pemikiran dan gerakan pembaruan, baik ke arah yang positif maupun ke arah yang negatif. Adanya sikap menyimpang seperti sikap kurang toleran, fanatisme, fundamentalis maupun sikap yang menentang terhadap ajaran agama. Hal itu merupakan masalah pada tingkat tertentu yang dapat menimbulkan tindakan negatif dan berpeluang terjadi dalam diri seseorang maupun kelompok pada setiap agama. Biasanya siakap keagamaan yang menyimpang dalam bentuk kelompok aliran berawal dari pengaruh sikap seorang tokoh dalam hubungan persepsi seseorang mengenai kepercayaan dan keyakinan yang diant pemeluknya. Sikap keagamaan yang menyimpang sering menimbulkan permasalahan yang cukup rumit dalam setiap agama, terutama adanya kecenderungan dengan motif yang bersifat emosional yang lebih kuat daripada sifat rasional. Akibatnya, dapat menimbulkan berbagai gejolak di masyarakat, baik dari segi politik sampai segi sosial. Penyimpangan terjadi pada manusia dalam kaitannya dengan nilai-nilai ajaran agama, yaitu bidang keyakinan, ritual, doktrin, ataupun perangkat keagamaan. Kehadiran aliran baru da keluar dari nilai-nilai ajaran formal, dianggap sebagai sebuah penyimpangan yang dapat mengarah bentuk gerakan baru dalam keagamaan. Sikap keagamaan sangat erat hubungannya dengan keyakinan/ kepercayaan. Dan keyakinan merupakan hal yang abstrak dan susah dibuktikan secara empirik, karenanya pengaruh yang ditimbulkannya pun lebih bersifat pengaruh psikologis. Keyakinan itu sendiri merupakan suatu tingkat fikir yang dalam proses berfikir manusia telah menggunakan kepercayaan dan keyakinan ajaran agama sebagai penyempurna proses dan pencapaian kebenaran dan kenyataan yang terdapat di luar jangkauan fikir manusia. Karenanya penyimpangan sikap keagamaan cenderung didasarkan pada motif yang bersifat emosional yang lebih kuat dan menonjol ketimbang aspek rasional. Penyimpangan sikap keagamaan, ditentukan oleh terjadinya penyimpangan pada tingkat fikir seseorang ( tingkat fikir materialistik dan tingkat fikir transendental relegius), sehingga akan mendatangkan kepercayaan/keyakinan baru kepada yang bersangkutan (baik indivual maupun kelompok). Jika keyakinan itu bertentangan atau tidak sejalan dengan keyakinan ajaran agama tertentu, maka akan terjadi sikap keagamaan yang menyimpang. Penyimpangan sikap keagamaan ini, disamping menimbulkan masalah pada agama tersebut, juga sering mendatangkan gejolak dalam berbagai aspek kehidupan di masyarakat. 

Faktor yang Mempengaruhi Terjadinya Penyimpangan Sikap Keagamaan 

Perubahan sikap keagamaan adalah awal proses terjadinya penyimpangan sikap keagamaan pada seseorang, kelompok atau masyarakat. Perubahan sikap diperoleh dari hasil belajar atau pengaruh lingkungan, maka sikap dapat diubah walaupun sulit. Karenanya perubahan sikap, dapat disebabkan oleh beberapa hal, antara lain : 
1. Adanya kemampuan lingkungan merekayasa obyek, sehingga menarik perhatian, memberi pengertian dan akhirnya dapat diterima dan dijadikan sebagai sebuah sikap baru. 
2. Terjadinya konversi agama, yakni apabila seseorang menyadari apa yang dilakukannya sebelumnya adalah keliru, maka ia tentu akan mempertimbangkan untuk tetap konsisten dengan sikapnya yang ia sadari keliru. Dan ini memungkinkan seseorang untuk bersikap yang menyimpang dari sikap keagamaan sebelumnya yang ia yakini sebagai suatu kekeliruan tadi. 
3. Penyimpangan sikap keagamaan dapat juga disebabkan karena pengaruh status sosial, dimana mereka yang merubah sikap keagamaan ke arah penyimpangan dari nilai dan norma sebelumnya, karena melihat kemungkinan perbaikan pada status sosialnya. 
4. Penyimpangan sikap keagamaan dari sebelumnya, yaitu jika terlihat sikap yang menyimpang dilakukan seseorang (utamanya mereka yang punya pengaruh besar), ternyata dirasakan punya pengaruh sangat positif bagi kemaslahatan kehidupan masyarakat, maka akan dimungkinkan terjadinya integritas sosial untuk menampilkan sikap yang sama, walau pun disadari itu merupakan sikap yang menyimpang dari sikap sebelumnya. 
Selain faktor-faktor di atas, dikemukakan beberapa teori psikologis oleh para ahli yang mengungkapkan mengenai perubahan sikap tersebut, antara lain sebagai berikut: 
1. Teori stimulus dan respon: perubahan sikap dipengaruhi oleh tiga variabel (perhatian, pengertian, dan penerimaan) 
2. Teori pertimbangan sosial: perubahan sikap dipengaruhi oleh faktor internal (persepsi sosial, posisi sosial dan proses belajar sosial), faktor eksternal (penguatan, komunikasi persuasif, dan harapan yang diinginkan). 
3. Teori konsistensi: perubahan sikap dipengaruhi oleh keharmonisan 
4. Teori fungsi: perubahan sikap dipengaruhi oleh kebutuhan seseorang. 

Gangguan dalam Perkembangan Sikap Keagamaan

Dalam penjelasan sebelumnya, bahwa sikap keagamaan merupakan integrasi secara kompleks antara pengetahuan agama, perasaan agama serta tindak keagamaan seseorang. Walaupun sikap terbentuk karena pengaruh lingkungan, namun faktor individu itu sendiri ikut pula menentukan. Menurut Siti Partini, pembentukan sikap dan perubahan sikap dipengaruhi oleh duafaktor yaitu:
1). Faktor internal, berupa kemampuan menyeleksi dan menganalisis pengarah yang datang dari luar termasuk minat dan perhatian. 
2). Faktor eksternal, berupa faktor diluar induvidu yaitu pengaruh lingkungan yang diterima. 
Adapun faktor-faktor yang mempengaruhi sikap keagamaan yaitu: 
 1. Faktor Intern 
a. Faktor Hereditas. 
Sebagaimana dalam hadits Rasulullah Saw bersabda: Tiap-tiap anak dilahirkan diatas Fitrah, maka ibu bapaknya-lah yang mendidiknya menjadi orang yang beragama yahudi, nasrani dan majusi”. Pada dasarnya manusia lahir dalam keadaan fitrah (potensi beragama), hanya faktor lingkungan (orang tua) yang mempengaruhi perkembangan fitrah beragama anak. Dari sini, jiwa keagamaan anak berkaitan erat dengan hereditas (keturunan) yang bersumber dari orangtua, termasuk keturunan beragama. 
b. Tingkat usia
Sikap keagamaan anak akan mengalami perkembangan sejalan dengan tingkat usia anak. Perkembangan tersebut dipengaruhi oleh berbagai aspek kejiwaan termasuk kemampuan berpikir anak. Anak yang menginjak usia berpikir kritis lebih kritis pula dalam memahami ajaran agamanya, baik yang diterima di sekolah maupun diluar sekolah. 
c. Kepribadian 
Kepribadian menurut pandangan psikologi terdiri dari dua unsur, yaitu unsur hereditas dan pengaruh lingkungan. Hubungan antara unsur tersebut yang membentuk kepribadian. Adanya kedua unsur yang membentuk kepribadian itu menyebabkan munculnya konsep tipologi dan karakter. Tipologi lebih ditekankan pada unsur bawaa, sedangkan karakter ditekankan pada pengaruh lingkungan. Tiplogi menunjukkan bahwa manusia memiliki kepribadian yang unik dan besifat masing- masing berbeda. Sebaliknya karakter menunjukkan bahwa kepribadian manusia terbentuk berdasarkan pengalaman lingkungan. 
Dilihat dari pandangan tipologis, kepribadian manusia tidak dapt diubah karena sudah terbentuk berdasarkan komposisi dalam tubuh. Sebaliknya dilihat dari pendekata karakterologis, kepribadian manusia dapat diubah dan tergantung dari pengaruh lingkungan masing-masing. Unsur bawaan merupakan faktor intren yang memberi ciri khas pada diri seseorang. Dalam kaitan ini, kepribadian sering disebut sebagai identitas (jati diri) seseorang yang sedikit banyaknya menampilkan ciri- ciri pembeda dari individu luar dirinya. Dalam kondisi normal, memang secar individu manusia memiliki perbedaan dalam kepribadian. Perbedaan ini diperkirakan berpengaruh terhadap perkembanga aspek- aspek kejiwaan termasuk jiwa keagamaan. Di luar itu dijimpai pula kondisi kepribadian yang menyimpang seperti kepribadian ganda. Dan kondisi seperti ini bagaimanapun ikut mempengaruhi perkembangan berbagai aspek kejiwaan pula. d. Kondisi Kejiwaan Kondisi kejiwaan ini terkait dengan kepribadian sebagi faktor intren. Ada beberapa model pendekatan yang mengungkapkan hubungan ini. Model psikodinamik yang diungkapkan Sigmund freud menunjukkan gangguan kejiwaan yang ditimbulkan konflik yang tertekan di alam ketidaksadaran manusia. Konflik akan menjadi sumber gejala kejiwaan yang abnormal. Selanjutnya menurut pendekata biomedis, fungsi tubuh yang dominan mempengaruhi kondisi jiwa seseorang. Penyakit ataupun faktor genetik atau kondisi sistem saraf diperkirakan menjadi sumber munculnya perilaku abnormal. Kemudian pendekatan eksistensial menekankan pada dominasi pengalaman kekinian manusia. Dengan demikian sikap manusia ditentukan oleh rangsangan lingkungan yang dihadapinya saat itu. Walaupun kemudian ada pendekatan model gabungan. Menurut pendekatan ini pola kepribadian dipengaruhi oleh berbagai faktor dan bukan hanya oleh faktor- faktor tertentu saja. Pendekatan psikologi kepribadian menginformasikan bagaimana hubungan kepribadian dengan kondisi kejiwaan manusia hubungan ini selanjutnya mengungkapkan bahwa ada suatu kondisi kejiwaan yang cenderung bersifat permanen pada diri manusia yang terkadang bersifat menyimpang. 2. Faktor Ekstern Manusia memiliki potensi dasar yang dapat dikembangkan sebagai makhluk yang beragama. Potensi yang dimiliki manusia secara umum disebut fitrah beragama atau hereditas. Sebagai potensi, maka perlu adanya pengaruh dari luar diri manusia, pengaruh tersebut berupa pemberian pendidikan (bimbingan, pengajaran, dan latihan). Faktor ekstern yang berpengaruh terhadap perkembangan jiwa keagamaan adalah lingkungan dimana individu itu hidup, yaitu keluarga, sekolah dan masyarakat. a. Lingkungan Keluarga Keluarga merupakan lingkungan pertama dan utama bagi anak,oleh karena itu peranan keluarga dalam menanamkan kesadaran beragama anak sangatlah dominan. Pengaruh orang tua terhadap perkembangan jiwa keagamaan anak dalam pandangan islam sudah lama disadari. Salah seorang ahli psikologi, Hurlock berpendapat bahwa keluarga merupakan “Training Center” bagi penanaman nilai (termasuk nilai-nilai agama). Pendapat ini menunjukkan bahwa keluarga mempunyai peran sebagai pusat pendidikan bagi anak untuk memperoleh pemahaman tentang nilai- nilai (tata karma, sopan santun,atau ajaran agama) dan kemampuan untuk mengamalkan atau menerapkannya dalam kehidupan sehari-hari, baik secara personal maupun social kemasyarakatan. b. Lingkungan Institusional Lingkungan intitusional ikut mempengaruhi perkembangan jiwa keagamaan dapat berupa institusi formal seperti sekolah ataupun nonformal seperti berbagai pwerkumpulan dan organisasi. Sekolah merupakan lembaga pendidikan formal yang mempunyai program yang sistemik dalam melaksanakan bimbingan, pengajaran, dan latihan kepada siswa agar mereka berkembang sesuai dengan potensi secara optimal, baik menyangkut aspek fisik, psikis,(intelektual dan emosional), social, maupun moral-spiritual. Menurut Singgih D.Gunarsa, sekolah mempunyai pengaruh dalam membantu perkembangan kepribadian anak. Pengaruh itu dapat dibagi menjadi tiga yaitu:1) Kurikulum yang berisikan materi pengajaran. 2) Adanya hubungan guru dan murid. 3) Hubungan antar anak (pergaulan) sekolah. Dilihat dari kaitannya dengan jiwa keagamaan, tampaknya ketiga kelompok tersebut ikut berpengaruh sebab sikap keagamaan tidak dapat dilepaskan dari upaya untuk membentuk kepribadian yangluhur. c. Lingkungan Masyarakat Setelah menginjak usia sekolah, sebagian besar waktu anak dihabiskan disekolah dan masyarakat. Dalam masyarakat, anak melakukan interaksi sosial dengan teman sebayanya atau anggota masyarakat lainnya. Maka dari itu perkembangan jiwa keagamaan anak sangat bergantung pada kualitas perilaku atau akhlak warga masyarakatitu sendiri. Dalam upaya menanamkan sikap keagamaan pada anak, maka ke tiga lingkungan tersebut secara sinergi harus bekerja sama, dan bahu-membahu untuk menciptakan iklim, suasana lingkungan yang kondusif. Dengan demikian walaupun sikap keagamaan merupakan bawaan (internal) tetapi dalam pembentukan dan perubahannya ditentukan oleh faktor eksternal. Fanatisme dan Ketaatan Suatu tradisi keagamaan dapat menimbulkan dua sisi dalam perkembanagn jiwa keagamaan seseorang, yaitu fanatisme dan ketaatan. Mengacu pada pendapat Erich Fromm bahwa karakter terbina melalui asimilasi dan sosialisasi, maka tradisi keagamaan memenuhi kedua aspek tersebut. Suatu tradisi keagamaan membuka peluang bagi warganya untuk berhubungan dengan warga lainnya (sosialisasi). Selain itu juga terjadi hubungan dengan benda- benda yang mendukung berjalannya tradisi keagamaan tersebut (asimilasi) seperti institusi keagamaan sejenisnya. Hubungan ini menurut tesis Erich Fromm berpengaruh terhadap pembentukan karakter seseorang. David Riesman melihat ada tiga model konfirmitas karakter, yaitu: 1) arahan tradisi (tradition directed) 2) arahan dalam (inner directed) 3) arahan orang lain (other directed), sebagai jabaran tipe karakter Pendapat tersebut mengungkapkan bahwa karakter terbentuk oleh pengaruh lingkungan dan dalam pembentukan kepribadian, aspek emosional di pandang sebagai unsur dominan. Fanatisme dan ketaatan terhadap ajaran agam agaknya tidak dapat dilepaskan dari peran aspek emosional. David Riesman melihat bahwa tradisi kultural sering sering dijadikan penentu di mana seseorang harus melakukan apa yang telah dilakukan nenek. Dalam menyikapi tradisi keagamaan juga tak jarang munculnya kecendrungan seperti itu. Jika kecenderungan taklid keagamaan tersebut dipengaruhi unsur emosional yang berlebihan, maka terbuka bagi pembenara spesifik. Kondisi ini akan menjurus kepada fanatisme. Sifat fanatisme dinilai merugikan bagi kehidupan beragama. Sifat ini dibedakan dari ketaatan. Sebab ketaatan merupakan upaya untuk menampilkan arahan dalam (inner directed) dalam menghayati dan mengamalkan ajaran agama. Kesimpulan Kesadaran dan pengalaman keagamaan seseorang akan menimbulkan sikap keagamaan. Sikap keagamaan adalah perwujudan dari pengalaman dan penghayatan seseorang terhadap agama, dan agama menyangkut persoalan batin seseorang, karenanya persoalan sikap keagamaan pun tak dapat dipisahkan dari kadar ketaatan seseorang terhadap agamanya. Sikap keagamaan merupakan integrasi secara kompleks antara unsure kognisi (pengetahuan), afeksi (penghayatan) dan konasi (perilaku) terhadap agama pada diri seseorang, karenanya ia berhubungan erat dengan gejala jiwa pada seseorang. Wujud dari sikap keagamaan oleh para penganutnya berupa pola tingkah laku keagamaan sebagai bentuk ketaatan terhadapa ajaran agamanya. Namun, dalam perjalanan pemeluk agama ditemukan beberapa sikapa keagamaan yang menyimpang. Seseorang dalam pertumbuhan dan perkembangan hidupnya akan melalui proses belajar terhadapa lingkungan yang kan mempengaruhi jiwa dan sikap keagamaan terkait bagaimana dapat melakukan penyesuaian diri terhadapa apa yang ada pada dirinya sendiri dan lingkungan hidupnya. Perkembangan jiwa keagamaan seseorang dipengaruhi oleh faktor intern yaitu faktor hereditas (keturunan atau bawaan sejak lahir), tingkat usia (perkembangan berpikir), kepribadian (pembentukan kepribadan yang dipengaruhi faktor bawaan dan lingkungan hidup), kondisi kejiwaan (ditimbulkan konflik yang tertekan di alam ketidak sadaran manusia) dan faktor ekstern yaitu lingkungan keluarga (citra terhadap orang tua), lingkungan institusional berupa intitusi formal ataupun yang nonformal, lingkungan masyarakat (norma dan nilai- nilai di masyarakat).
Design by Zay Arief