Rabu, 30 November 2011

Sistem Komunikasi Interpersonal

Oleh : Zaenal Arifin BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Dalam kehidupan sehari-hari manusia tidak akan pernah lepas dari komunikasi. Dari mulai kita bangun tidur sampai kemudian tertidur kembali, komunikasi selalu menjadi kegiatan utama kita entah itu komunikasi verbal atau non verbal, entah itu komunikasi antar pribadi atau komunikasi organisasi.
Hal seperti ini memang telah menjadi kodrat kita sebagai seorang manusia yang memang tidak dapat hidup sendiri. Kita selalu membutuhkan orang lain disekitar kita, walaupun hanya untuk sekedar melakukan obrolan basa-basi karena manusia adalah makhluk sosial dan dari dalam interaksi itulah manusia lambat laun menciptakan nilai-nilai bersama yang kemudian disebut sebagai kebudayaan. Tanpa komunikasi kehidupan manusia tidak akan punya arti atau bahkan manusia tidak akan dapat bertahan lama.
Menyandang predikat sebagai mahkluk sosial, manusia selalu terlibat dan berinteraksi dengan orang lain baik secara kelompok maupun secara personal. Dalam keterlibatannya dalam interaksi antar pribadi, manusia melakukan pertukaran pesan melalui berbagai macam simbol yang disepakati bersama dimana penggunaan pancaindra yang dimiliki dapat secara maksimal dan saling memberikan umpan balik. Komunikasi yang memang terjadi di dalam lingkup kecil (hanya antara 2-3 orang) ini memiliki pengaruh yang besar dalam perkembangan psikologis dan mutu hubungan kita dengan orang lain.
Komunikasi antarpribadi (interpersonal) adalah komunikasi antara dua orang atau lebih secara langsung atau tatap muka, dan biasanya feedbacknya langsung diketahui serta efeknya pun cepat diketahui. Dimana pesertanya dapat menangkap reaksi orang yang bersangkutan secara langsung, baik verbal maupun nonverbal.
Pengertian komunikasi interpersonal dapat dibedakan menjadi dua, yaitu dalam arti sempit dan luas. Komunikasi interpersonal dalam arti luas adalah interaksi antara dua orang atau lebih tanpa mempersoalkan kenal atau tidak lawan bicaranya. Sedangkan komunikasi interpersonal dalam arti sempit adalah interaksi yang dilakukan oleh dua orang atau lebih yang sudah saling mengenal dengan baik.
Komunikasi interpersonal merupakan proses terjadinya interaksi antar individu dengan individu atau antar individu di dalam kelompok kecil, yaitu suatu tindakan yang berbalasan yang saling pengaruh mempengaruhi. Dalam hal ini telah terjadi interaksi antara komunikator dan komunikan, sedangkan obyek yang ditransaksikan berupa pesan atau informasi. Sehingga proses tersebut menjadi sebuah rangkaian atau sistem komunikasi interpersonal, yang sebagai sumberdaya penggerak adalah aturan dan harapan, persepsi serta konsep diri pada individu, baik komunikator maupun komunikan, sebagain wujud respon terhadap stimulus yang didapatkannya.
B. Rumusan Masalah
Berdasarkan uraian di atas,terdapat hal menarik yang perlu kita kaji lebih mendalam, diantaranya adalah sebagai berikut:
a. Bagaimana komunikasi interpersonal sebagai sebuah sistem?
b. Bagaimana aturan dan harapan dalam proses komunikasi interpersonal?
c. Bagaimana persepsi dan konsep diri individu dalam proses komunikasi interpersonal?

BAB II
PEMBAHASAN
A. Komunikasi Interpersonal sebagai Sistem
Sistem berasal dari bahasa Yunani, sistema, yang berarti suatu keseluruhan yang tersusun dari sekian banyak bagian. Pendapat yang lain, sistem sebagai seperangkat hal-hal yang saling mempengaruhi dalam suatu lingkungan dan membentuk suatu keseluruhan (sebuah pola yang lebih besar yang berbeda dari setiap bagian-bagiannya).
Geoffrey Gordon mendefinisikan sistem sebagai suatu agregasi atau kumpulan objek-objek yang terangkai dalam sebuah pola interaksi dan saling ketergantungan yang teratur. Togar M Simatupang menyebutkan lima unsur utama yang terdapat dalam sistem, yaitu:
1. Elemen-elemen atau bagian-bagian
2. Adanya interaksi atau hubungan antar lemen-elemen atau bagian-bagian
3. Adanya sesutau yang mengikat elemen-elemen atau bagian-bagian tersebut menjadi suatu kesatuan
4. Terdapat tujuan bersama sebagi hasil akhir
5. Berada dalam suatu lingkungan yang kompleks
Di dalam sistem itu, terdapat komponen-komponen yang saling berpengaruh yang sangat menentukan efektivitas kerja sebuah sistem. Ada tiga komponen sistem, yaitu input, proses (pengolah), dan output. Input merupakan komponen penggerak, proses merupakan sistem operasi, dan output menggambarkan hasil-hail kerja sistem.
Suranto AW mengemukakan bahwa komunikasi interpersonal sebagai sistem, yaitu apabila dalam proses komunikasi itu terdapat juga komponen input, proses dan output. Beliau menggambarkan sistem komunikasi interpersonal sebagai berikut:



Komponen input adalah penggerak, antara lain yang menggerakan proses komunikasi interpersonal adalah harapan dan aturan dalam masyarakat.Tidak ada dua orang manusia, bagaimanapun akrabnya hubungan mereka, benar-benar hidup terlepas dari aturan-aturan dan harapan-harapan masyarakat. Sejalan dengan perkembangan hubungan mereka, mereka juga mengembangkan sejenis masyarakat miniatur suatu sistem sosial dua orang yang dilengkapi beberapa aturan dan harapan, beberapa ganjaran dan hukuman yang berlaku di antara mereka berdua. Elemen input yang juga menggerakkan proses komunikasi interpersonal ialah persepsi interpersonal dan konsep diri.
Komponen proses, yaitu komponen proses komunikasi interpersonal itu sendiri. Aturan dan harapan tersebut menggerakkan komunikator dan komunikan berinteraksi. Materi yang diinteraksikan adalah pesan atau informasi. Proses komunikasi interpersonal tersebut hendak mencapai tujuan tertentu yang mengejawantah dalam komponen output atau produk, berupa pengetahuan, sikap atau perilaku.
Jadi, konsep komunikasi interpersonal sebagai sebuah sistem, terjadi karena adanya interaksi interpersonal yang digerakkan oleh komponen input yang terdiri dari aturan dan harapan, persepsi dan konsep diri pada individu. Sedangkan output atau produk aktivitas dari komunikasi interpersonal yaitu memberikan informasi atau pengetahuan, mengubah sikap ataupun mengubah perilaku komunikan.
B. Aturan dan Harapan
Setiap masyarakat memiliki peraturan yang berbeda-beda dalam lingkungan kemasyarakatannya. Masyarakat memberlakukan adanya aturan, baik nilai-nilai, norma, maupun etika. Tujuannya adalah untuk ketertiban berinteraksi bagi individu-individu masyarakat dengan benar. Dengan demikian pola perilaku dan cara berkomunikasi tiap individu akan diwarani oleh segala aturan yang terjelma kedalam kebiasaan atau kebudayaan yang berlaku dilingkungan tersebut.
Aturan dan komunikasi tidak dapat dipisahkan. Artinya bahwa, cara berkomunikasi ditentukan oleh baik-buruk dan salah-benar. Baik-buruk ini dipengaruhi oleh lingkungan dimana individu itu tinggal.
Aturan yang ada di dalam masyarakat beraneka ragam, oleh karena itu beraneka ragam pula praktik-praktik komunikasi. Resikonya adalah, terjadi perbedaan parameter benar-salah dan baik-buruk dalam diri sendiri satu orang dengan lainnya.masalah komunikasi verbal, kadang-kadang terjadi dan menjadi serius ketika yang saling berkomunikasi adalah orang-orang yang memiliki perbedaan latar belakang sosial budaya. Misalnya orang Jawa dan Sunda. Ungkapan verbal yang di Jawa dianggap halus, di Sunda justru kasar. Ketika kita menggunakan bahasa daerah, sifat daerah yang mengandung derajat tata krama berkomunikasi itu,memaksa kita untuk mencermati dan mengindentifikasi siapa orang yang bekomunikasi dengan kita.
Selain itu, tiap individu mempunyai harapan,tujuan, keinginan, cita-cita. Harapan itu dipengaruhi oleh motivasi, pengalaman, dan kepribadian setiap individu. Aktivitas komunikasi interpersonal yang dilakukan setiap orang senantiasa terkait dan tergerakan oleh harapan. Sehingga dapat dikatakan aturan dan harapanmenjadi input yang menggerakan individu untuk melakukan komunikasi interpersonal. Jika dianalisis lebih jauh, adanya harapan perlu dipandu dengan aturan. Harapan saja tanpa aturan, cenderung mendorong manusia untuk serakah, melakukan berbagi hal untuk mengejar keuntungan sendiri dan mengabaikan hak orang lain.
Dari suatu proses belajar yang berkesinambungan tiap manusia menganut suatu nilai yang diperoleh dari lingkungannya. Dengan demikian cara seseorang berkomunikasi dengan orang lain, dapat dipengaruhi oleh lingkungan sosial (teman sebaya, masyarakat, sekolah, dan lain-lain) indvidu tersebut bertempat tinggal.
C. Persepsi dan Konsep Diri
Menurut Bimo Walgito dalam bukunya Psikologi Sosial, beliau mengemukakan bahwa persepsi adalah proses pengorganisasian, penginterpretasian terhadap stimulus yang diterima oleh individu sehingga merupakan sesuatu yang berarti, dan merupakan aktivitas yang integrated(penyatuan) dalam diri individu. Karena merupakan aktivitas yang integrated, maka seluruh pribadi, seluruh apa yang dalam diri individu ikut aktif berperan dalam persepsi itu.
Dalam ilmu komunikasi, persepsi adalah sebagai inti dalam komunikasi, sedangkan penafsiran (interpretasi) adalah sebagai inti persepsi, yang identik dengan penyandian balik (decoding). Persepsi mencakup penginderaan (sensasi) melalui alat-alat/panca indra yaitu merujuk pada pesan yang dikirimkan otak melalui panca indra; atensi: perhatian terhadap kejadian atau rangsangan; dan interpretasi: menafsirkan atau memberi makna atas informasi yang sampai kepada kita melalui panca indra.
Persepsi memiliki peran yang sangat penting dalam keberhasilan komunikasi. Artinya, kecermatan dalam mempersepsi stimulus inderawi mengantarkan kepada keberhasilan komunikasi. Sebaliknya, kegagalan dalam mempersepsi stimulus, menyebabkan mis-komunikasi. Oleh karena itu, tidak berlebihan apabila kita katakan, bahwa persepsi adalah inti komunikasi.
Persepsi disebut inti komunikasi, karena jika persepsi kita tidak akurat, tidak mungkin kita berkomunikasi secara efektif. Persepsilah yang menentukan kita memilih suatu pesan dan mengabaikan pesan yang lain, memilih seorang teman dan mengabaikan teman lain.Persepsi menghasilkan makna. Kita sudah mengetahui, bahwa suatu pesan itu terdiri dari simbol-simbol atau isyarat-isyarat yang sebenarnya tidak mengandung makna. Makna baru timbul, jika kita mempersepsi dan menafsirkan simbol tersebut.
Konsep diri adalah persepsi individu tentang dirinya, kemampuan dan ketidakmampuannya, tabiat-tabiatnya, harga dirinya dan hubungannya dengan orang lain.Konsep diri juga merupakan gambaran mental diri sendiri yang terdiri dari pengetahuan tentang diri sendiri, pengharapan diri dan penilaian terhadap diri sendiri. Pengertian konsep diri menurut Jalaludin Rahmat yaitu konsep diri adalah pandangan dan perasaan kita tentang diri kita sendiri, persepsi ini boleh bersifat psikologis, sosial dan psikis. Konsep diri bukan hanya gambaran deskriptif, tetapi juga penilaian kita. Pengertian konsep diri dalam istilah umum mengacu pada persepsi seseorang mengenai dirinya sendiri. Persepsi ini terbentuk melalui kesimpulan-kesimpulan yang diambil berdasarkan pengalaman-pengalaman dan persepsi-persepsi terutama dipengaruhi oleh reward dan punishment yang diberikan oleh seseorang yang berarti dalam kehidupannya.
Charles Horton Cooley sebagaimana yang dikutip oleh Siswanto AW, beliau mengemukakan teori looking glass self (melihat diri dengan bercermin), yaitu setiap orang dapat mengenali dirinya sendiri, dengan cara seolah-olah orang menaruh cermin di depannya, dan dengan demikian maka profil diri orang itu dapat dikenalinya. Sesungguhnya kita tidak berhadapan dengan cermin, melainkan berhadapan dengan orang lain yang kita tanyakan penilaiannya mengenai diri kita. Dari penilaian itulah kita mencoba memperoleh gambaran yang objektif tentang diri kita berdasarkan sudut pandangan orang lain.
Konsep diri merupakan faktor yang mempengaruhi dan sangat menetukan dalam komunikasi interpersonal, karena setiap melakukan tindakan dilandasi oleh konsep diri.

BAB III
PENUTUP
Sistem komunikasi interpersonal merupakan gambaran proses terjadinya komunikasi interpersonal anatar indidvidu atau antar individu di dalam suatu kelompok masyarakat. Dimana sistem komunikasi interpersonal mempunyai komponen-komponen yang menjadi bagian dalam proses komunikasi interpersonal, yang terdiri dari input, proses dan output.
Komponen-komponen tersebut bekerja sesuai dengan adanya penggerak pada input, yaitu adanya aturan, baik nilai-nilai, norma, maupun etika yang menjadi kesepakatan oleh indidvidu-indvidu di dalam suatu masyarakat; adanya harapan, tujuan, keinginan, cita-cita dari setiap individu dalam berinteraksi di dalam masyarakat sebagai bentuk pemenuhan kebutuhan hidupnya; adanya persepsi pada diri individu dalam merespon setiap stimulus yang diterimanya; terkait dengan kemampuan persepsi seseorang dipengaruhi oleh konsep diri yang pada dirinya berdasarkan dari pengalaman-pengalaman hidupnya.
Proses komunikasi interpersonal merupakan proses terjadinya interaksi interpersonal dalam mentransaksikan pesan atau informasi. Proses interaksi interpersonal dipengaruhi oleh aturan dan harapan, serta bagaimana persepsi dan konsep diri seseorang dalam merespon dan menerima setiap stimulus dari luar dirinya.
Sedangkan komponen output atau produk dari komunikasi interpersonalbertujuan untuk memberikan informasi atau pengetahuan, mengubah sikap ataupun mengubah perilaku komunikan.




DAFTAR PUSTAKA
Cangara, Hafied, Pengantar Ilmu Komunikasi, Jakarta: Rajawali Press, 2010.
Prakosa, Adi, Sistem Komunikasi, adiprakosa.blogspot.com, diakses pada tanggal 30 Oktober 2011
Rahmat, Jalaluddin, Psikologi Komunikasi, Bandung: Remaja Rosdakarya, 1996.
Riswandi, Ilmu Komunikasi, Yogyakarta: Graha Ilmu, 2009.
SurantoAW, Komunikasi Interpersonal, Yogyakarta: Graha Ilmu, 2011.
Walgito,Bimo, Psikologi Sosial (Suatu Pengantar),Yogyakarta: Andi, 2008.
Zamroni, Muhammad, Filsafat Komunikasi, Yogyakarta: Graha Ilmu, 2009.

Sabtu, 10 September 2011

Makalah Tentang Kepemimpinan

BAB I

PENDAHULUAN

I.1 LATAR BELAKANG MASALAH

Manusia adalah makhluk social yang tidak dapat hidup sendiri. Dalam hidup, manusia selalau berinteraksi dengan sesame serta dengan lingkungan. Manusia hidup berkelompok baik dalam kelompok besar maupun dalam kelompok kecil.

Hidup dalam kelompok tentulah tidak mudah. Untuk menciptakan kondisi kehidupan yang harmonis anggota kelompok haruslah saling menghormati & menghargai. Keteraturan hidup perlu selalu dijaga. Hidup yang teratur adalah impian setiap insan. Menciptakan & menjaga kehidupan yang harmonis adalah tugas manusia.

Manusia adalah makhluk Tuhan yang paling tinggi disbanding makhluk Tuhan lainnya. Manusia di anugerahi kemampuan untuk berpikir, kemampuan untuk memilah & memilih mana yang baik & mana yang buruk. Dengan kelebihan itulah manusia seharusnya mampu mengelola lingkungan dengan baik.

Tidak hanya lingkungan yang perlu dikelola dengan baik, kehidupan social manusiapun perlu dikelola dengan baik. Untuk itulah dibutuhkan sumber daya manusia yang berkualitas. Sumber daya yang berjiwa pemimpin, paling tidak untuk memimpin dirinya sendiri.

Dengan berjiwa pemimpin manusia akan dapat mengelola diri, kelompok & lingkungan dengan baik. Khususnya dalam penanggulangan masalah yang relatif pelik & sulit. Disinilah dituntut kearifan seorang pemimpin dalam mengambil keputusan agar masalah dapat terselesaikan dengan baik.

I.2 RUMUSAN MASALAH

Dari latar belakang masalah yang penulis uraikan, banyak permasalahan yang penulis dapatkan. Permasalahan tsb antara lain :

v Bagaimana hakikat menjadi seorang pemimpin?

v Adakah teori – teori untuk menjadi pemimpin yang baik?

v Apa & bagaimana menjadi pemimpin yang melayani?

v Apa & bagaimana menjadi pemimpin sejati?

v Bagaimana hubungan kearifan lokal dengan kepemimpinan?

I.3 TUJUAN PENULISAN

Adapun tujuan penulisan karya tulis ini adalah

· Melatih mahasiswa menyusun paper dalam upaya lebih meningkatkan pengetahuan dan kreatifitas mahasiswa.

· Agar mahasiswa lebih memahami dan mendalami pokok bahasan khususnya tentang kepemimpinan dan kearifan lokal.

I.4 METODE PENULISAN

Dari banyak metode yang penulis ketahui, penulis menggunakan metode kepustakaan. Pada zaman modern ini metode kepustakaan tidak hanya berarti pergi ke perpustakaan tapi dapat pula dilakukan dengan pergi ke warung internet (warnet). Penulis menggunakan metode ini karena jauh lebih praktis, efektif, efisien, serta sangat mudah untuk mencari bahan dan data – data tentang topik ataupun materi yang penulis gunakan untuk karya tulis ini.

I.5 RUANG LINGKUP

Mengingat keterbatasan waktu dan kemampuan yang penulis miliki maka ruang lingkup karya tulis ini terbatas pada pembahasan mengenai kepemimpinan dan kearifan lokal

.BAB II

PEMBAHASAN

II.1 HAKIKAT KEPEMIMPINAN

Dalam kehidupan sehari – hari, baik di lingkungan keluarga, organisasi, perusahaan sampai dengan pemerintahan sering kita dengar sebutan pemimpin, kepemimpinan serta kekuasaan. Ketiga kata tersebut memang memiliki hubungan yang berkaitan satu dengan lainnya.

Beberapa ahli berpandapat tentang Pemimpin, beberapa diantaranya :

· Menurut Drs. H. Malayu S.P. Hasibuan, Pemimpin adalah seseorang dengan wewenang kepemimpinannya mengarahkan bawahannya untuk mengerjakan sebagian dari pekerjaannya dalam mencapai tujuan.

· Menurut Robert Tanembaum, Pemimpin adalah mereka yang menggunakan wewenang formal untuk mengorganisasikan, mengarahkan, mengontrol para bawahan yang bertanggung jawab, supaya semua bagian pekerjaan dikoordinasi demi mencapai tujuan perusahaan.

· Menurut Prof. Maccoby, Pemimpin pertama-tama harus seorang yang mampu menumbuhkan dan mengembangkan segala yang terbaik dalam diri para bawahannya. Pemimpin yang baik untuk masa kini adalah orang yang religius, dalam artian menerima kepercayaan etnis dan moral dari berbagai agama secara kumulatif, kendatipun ia sendiri mungkin menolak ketentuan gaib dan ide ketuhanan yang berlainan.

· Menurut Lao Tzu, Pemimpin yang baik adalah seorang yang membantu mengembangkan orang lain, sehingga akhirnya mereka tidak lagi memerlukan pemimpinnya itu.

· Menurut Davis and Filley, Pemimpin adalah seseorang yang menduduki suatu posisi manajemen atau seseorang yang melakukan suatu pekerjaan memimpin.

· Sedangakn menurut Pancasila, Pemimpin harus bersikap sebagai pengasuh yang mendorong, menuntun, dan membimbing asuhannya. Dengan kata lain, beberapa asas utama dari kepemimpinan Pancasila adalah :

v Ing Ngarsa Sung Tuladha : Pemimpin harus mampu dengan sifat dan perbuatannya menjadikan dirinya pola anutan dan ikutan bagi orang – orang yang dipimpinnya.

v Ing Madya Mangun Karsa : Pemimpin harus mampu membangkitkan semangat berswakarsa dan berkreasi pada orang – orang yang dibimbingnya.

v Tut Wuri Handayani : Pemimpin harus mampu mendorong orang – orang yang diasuhnya berani berjalan di depan dan sanggup bertanggung jawab.

Seorang pemimpin boleh berprestasi tinggi untuk dirinya sendiri, tetapi itu tidak memadai apabila ia tidak berhasil menumbuhkan dan mengembangkan segala yang terbaik dalam diri para bawahannya. Dari begitu banyak definisi mengenai pemimpin, dapat penulis simpulkan bahwa : Pemimpin adalah orang yang mendapat amanah serta memiliki sifat, sikap, dan gaya yang baik untuk mengurus atau mengatur orang lain.

Kepemimpinan adalah kemampuan seseorang mempengaruhi dan memotivasi orang lain untuk melakukan sesuatu sesuai tujuan bersama. Kepemimpinan meliputi proses mempengaruhi dalam menentukan tujuan organisasi, memotivasi perilaku pengikut untuk mencapai tujuan, mempengaruhi untuk memperbaiki kelompok dan budayanya. Sedangkan kekuasaan adalah kemampuan untuk mempengaruhi orang lain untuk mau melakukan pap yang diinginkan pihak lainnya.”The art of influencing and directing meaninsuch away to abatain their willing obedience, confidence, respect, and loyal cooperation in order to accomplish the mission”. Kepemimpinan adalah seni untuk mempengaruhidan menggerakkan orang – orang sedemikian rupa untuk memperoleh kepatuhan, kepercayaan, respek, dan kerjasama secara royal untuk menyelesaikan tugas – Field Manual 22-100.

Kekuasaan adalah kemampuan untuk mempengaruhi orang lain untuk mau melakukan apa yang diinginkan pihak lainnya. Ketiga kata yaitu pemimpin, kepemimpinan serta kekuasaan yang dijelaskan sebelumnya tersebut memiliki keterikatan yang tak dapat dipisahkan. Karena untuk menjadi pemimpin bukan hanya berdasarkan suka satu sama lainnya, tetapi banyak faktor. Pemimpin yang berhasil hendaknya memiliki beberapa kriteria yang tergantung pada sudut pandang atau pendekatan yang digunakan, apakah itu kepribadiannya, keterampilan, bakat, sifat – sifatnya, atau kewenangannya yang dimiliki yang mana nantinya sangat berpengaruh terhadap teori maupun gaya kepemimpinan yang akan diterapkan.

Fungsi pemimpin dalam suatu organisasi tidak dapat dibantah merupakan sesuatu fungsi yang sangat penting bagi keberadaan dan kemajuan organisasi yang bersangkutan. Pada dasarnya fungsi kepemimpinan memiliki 2 aspek yaitu :

- Fungsi administrasi, yakni mengadakan formulasi kebijaksanakan administrasi dan menyediakan fasilitasnya.

- Fungsi sebagai Top Mnajemen, yakni mengadakan planning, organizing, staffing, directing, commanding, controling, dsb.

II.2 TEORI KEPEMIMPINAN

Memahami teori-teori kepemimpinan sangat besar artinya untuk mengkaji sejauh mana kepemimpinan dalam suatu organisasi telah dapat dilaksanakan secara efektif serta menunjang kepada produktifitas organisasi secara keseluruhan. Dalam karya tulis ini akan dibahas tentang teori dan gaya kepemimpinan.

Seorang pemimpin harus mengerti tentang teori kepemimpinan agar nantinya mempunyai referensi dalam menjalankan sebuah organisasi. Beberapa teori tentang kepemimpinan antara lain :

Ø Teori Kepemimpinan Sifat ( Trait Theory )

Analisis ilmiah tentang kepemimpinan berangkat dari pemusatan perhatian pemimpin itu sendiri. Teori sifat berkembang pertama kali di Yunani Kuno dan Romawi yang beranggapan bahwa pemimpin itu dilahirkan, bukan diciptakan yang kemudian teori ini dikenal dengan ”The Greatma Theory”. Dalam perkembanganya, teori ini mendapat pengaruh dari aliran perilaku pemikir psikologi yang berpandangan bahwa sifat – sifat kepemimpinan tidak seluruhnya dilahirkan akan tetapi juga dapat dicapai melalui pendidikan dan pengalaman. Sifat – sifat itu antara lain : sifat fisik, mental, dan kepribadian.

Keith Devis merumuskan 4 sifat umum yang berpengaruh terhadap keberhasilan kepemimpinan organisasi, antara lain :

o Kecerdasan

Berdasarkan hasil penelitian, pemimpin yang mempunyai kecerdasan yang tinggi di atas kecerdasan rata – rata dari pengikutnya akan mempunyai kesempatan berhasil yang lebih tinggi pula. Karena pemimpin pada umumnya memiliki tingkat kecerdasan yang lebih tinggi dibandingkan dengan pengikutnya.

o Kedewasaan dan Keluasan Hubungan Sosial

Umumnya di dalam melakukan interaksi sosial dengan lingkungan internal maupun eksternal, seorang pemimpin yang berhasil mempunyai emosi yang matang dan stabil. Hal ini membuat pemimpin tidak mudah panik dan goyah dalam mempertahankan pendirian yang diyakini kebenarannya.

o Motivasi Diri dan Dorongan Berprestasi

Seorang pemimpin yang berhasil umumnya memiliki motivasi diri yang tinggi serta dorongan untuk berprestasi. Dorongan yang kuat ini kemudian tercermin pada kinerja yang optimal, efektif dan efisien.

o Sikap Hubungan Kemanusiaan

Adanya pengakuan terhadap harga diri dan kehormatan sehingga para pengikutnya mampu berpihak kepadanya

Ø Teori Kepemimpinan Perilaku dan Situasi

Berdasarkan penelitian, perilaku seorang pemimpin yang mendasarkan teori ini memiliki kecendrungan kearah 2 hal.

o Pertama yang disebut dengan Konsiderasi yaitu kecendrungan seorang pemimpin yang menggambarkan hubungan akrab dengan bawahan. Contoh gejala yang ada dalam hal ini seperti : membela bawahan, memberi masukan kepada bawahan dan bersedia berkonsultasi dengan bawahan.

o Kedua disebut Struktur Inisiasi yaitu Kecendrungan seorang pemimpin yang memberikan batasan kepada bawahan. Contoh yang dapat dilihat , bawahan mendapat instruksi dalam pelaksanaan tugas, kapan, bagaimana pekerjaan dilakukan, dan hasil yang akan dicapai.

Jadi, berdasarkan teori ini, seorang pemimpin yang baik adalah bagaimana seorang pemimpin yang memiliki perhatian yang tinggi kepada bawahan dan terhadap hasil yang tinggi pula.

Ø Teori Kewibawaan Pemimpin

Kewibawaan merupakan faktor penting dalam kehidupan kepemimpinan, sebab dengan faktor itu seorang pemimpin akan dapat mempengaruhi perilaku orang lain baik secara perorangan maupun kelompok sehingga orang tersebut bersedia untuk melakukan apa yang dikehendaki oleh pemimpin.

Ø Teori Kepemimpinan Situasi

Seorang pemimpin harus merupakan seorang pendiagnosa yang baik dan harus bersifat fleksibel, sesuai dengan perkembangan dan tingkat kedewasaan bawahan.

Ø Teori Kelompok

Agar tujuan kelompok (organisasi) dapat tercapai, harus ada pertukaran yang positif antara pemimpin dengan pengikutnya.

Dari adanya berbagai teori kepemimpinan di atas, dapat diketahui bahwa teori kepemimpinan tertentu akan sangat mempengaruhi gaya kepemimpinan (Leadership Style), yakni pemimpin yang menjalankan fungsi kepemimpinannya dengan segenap filsafat, keterampilan dan sikapnya. Gaya kepemimpinan adalah cara seorang pemimpan bersikap, berkomunikasi, dan berinteraksi dengan orang lain dalam mempengaruhi orang untuk melakukan sesuatu.Gaya tersebut bisa berbeda – beda atas dasar motivasi , kuasa ataupun orientasi terhadap tugas atau orang tertentu. Diantara beberapa gaya kepemimpinan, terdapat pemimpin yang positif dan negatif, dimana perbedaan itu didasarkan pada cara dan upaya mereka memotivasi karyawan. Apabila pendekatan dalam pemberian motivasi ditekankan pada imbalan atau reward (baik ekonomis maupun nonekonomis) berartitelah digunakan gaya kepemimpinan yang positif. Sebaliknya jika pendekatannya menekankan pada hukuman atau punishment, berarti dia menerapkan gaya kepemimpinan negatif. Pendekatan kedua ini dapat menghasilakan prestasi yang diterima dalam banyak situasi, tetapi menimbulkan kerugian manusiawi.

Selain gaya kepemimpinan di atas masih terdapat gaya lainnya.

ü Otokratis

Kepemimpinan seperti ini menggunakan metode pendekatan kekuasaan dalam mencapai keputusan dan pengembangan strukturnya. Kekuasaan sangat dominan digunakan. Memusatkan kekuasaan dan pengambilan keputusan bagi dirinya sendiri, dan menata situasi kerja yang rumit bagi pegawai sehingga mau melakukan apa saja yang diperintahkan. Kepemimpinan ini pada umumnya negatif, yang berdasarkan atas ancaman dan hukuman. Meskipun demikian, ada juga beberapa manfaatnya antaranya memungkinkan pengambilan keputusan dengan cepat serta memungkinkan pendayagunaan pegawai yang kurang kompeten.

ü Partisipasif

Lebih banyak mendesentrelisasikan wewenang yang dimilikinya sehingga keputusan yang diambil tidak bersifat sepihak.

ü Demokrasi

Ditandai adanya suatu struktur yang pengembangannya menggunakan pendekatan pengambilan keputusan yang kooperatif. Di bawah kepemimpinan pemimpin yang demokrasis cenderung bermoral tinggi dapat bekerjasama, mengutamakan mutu kerja dan dapat mengarahkan diri sendiri.

ü Kendali Bebas

Pemimpin memberikan kekuasaan penuh terhadap bawahan, struktur organisasi bersifat longgar dan pemimpin bersifat pasif. Yaitu Pemimpin menghindari kuasa dan tanggung – jawab, kemudian menggantungkannya kepada kelompok baik dalam menetapkan tujuan dan menanggulangi masalahnya sendiri.

Dilihat dari orientasi si pemimpin, terdapat dua gaya kepemimpinan yang diterapkan, yaitu gaya konsideral dan struktur, atau dikenal juga sebagai orientasi pegawai dan orientasi tugas. Beberapa hasil penelitian para ahli menunjukkan bahwa prestasi dan kepuasan kerja pegawai dapat ditingkatkan apabila konsiderasi merupakan gaya kepemimpinan yang dominan. Sebaliknya, para pemimpin yang berorientasi tugas yang terstruktur, percaya bahwa mereka memperoleh hasil dengan tetap membuat orang – orang sibuk dan mendesak mereka untuk berproduksi.

Pemimpin yang positif, partisipatif dan berorientasi konsiderasi,tidak selamanya merupakan pemimpinyan terbaik.fiedler telah mengembakan suatumodel pengecualian dari ketiga gaya kepemimpinan diatas,yakni model kepemimpinankontigennis.model ini nyatakan bahwa gaya kepemimpinan yang paling sesuai bergantung pada situasi dimana pemimpin bekerja.dengan teorinya ini fiedler ingin menunjukkan bahwa keefektifan ditunjukkan oleh interaksi antara orientasi pegawai dengan 3 variabel yang berkaitan dengan pengikut, tugas dan organisasi. Ketiga variabel itu adalah hubungan antara pemimpin dengan anngota ( Leader – member rolations), struktur tugas (task strukture), dan kuasa posisi pemimpin (Leader position power). Variabel pertama ditentukan oleh pengakuan atau penerimaan (akseptabilitas) pemimpin oleh pengikut, variabel kedua mencerminkan kadar diperlukannya cara spesifik untuk melakukan pekerjaan, variabel ketiga menggambarkan kuasa organisasi yang melekat pada posisi pemimpin.

Model kontingensi Fieldler ini serupa dengan gaya kepemimpinan situasional dari Hersey dan Blanchard. Konsepsi kepemimpinan situasional ini melengkapi pemimpin dengan pemahaman dari hubungan antara gaya kepemimpinan yang efektif dengan tingkat kematangan (muturity) pengikutnya.perilaku pengikut atau bawahan ini amat penting untuk mengetahui kepemimpinan situasional, karena bukan saja pengikut sebagai individu bisa menerima atau menolak pemimpinnya, akan tetapi sebagai kelompok , pengikut dapat menemukan kekuatan pribadi apapun yang dimiliki pemimpin.

Menurut Hersey dan Blanchard (dalam Ludlow dan Panton,1996 : 18 dst), masing – masing gaya kepemimpinan ini hanya memadai dalm situasi yang tepat meskipun disadari bahwa setiap orang memiliki gaya yang disukainya sendiri dan sering merasa sulit untuk mengubahnya meskipun perlu.

Banyak studi yang sudah dilakukan untuk melihat gaya kepemimpinan seseorang. Salah satunya yang terkenal adalah yang dikemukakan oleh Blanchard, yang mengemukakan 4 gaya dari sebuah kepemimpinan. Gaya kepemimpinan ini dipengaruhi oleh bagaimana cara seorang pemimpin memberikan perintah, dan sisi lain adalah cara mereka membantu bawahannya. Keempat gaya tersebut adalah

~ Directing

Gaya tepat apabila kita dihadapkan dengan tugas yang rumit dan staf kita belum memiliki pengalaman dan motivasi untuk mengerjakan tugas tersebut. Atau apabila anda berada di bawah tekanan waktu penyelesaian. Kita menjelaskan apa yang perlu dan apa yang harus dikerjakan. Dalam situasi demikian, biasanya terjadi over-communicating (penjelasan berlebihan yang dapat menimbulkan kebingungan dan pembuangan waktu). Dalam proses pengambilan keputusan, pemimpin memberikan aturan –aturan dan proses yang detil kepada bawahan. Pelaksanaan di lapangan harus menyesuaikan dengan detil yang sudah dikerjakan.

~ Coaching

Pemimpin tidak hanya memberikan detil proses dan aturan kepada bawahan tapi juga menjelaskan mengapa sebuah keputusan itu diambil, mendukung proses perkembangannya, dan juga menerima barbagai masukan dari bawahan. Gaya yang tepat apabila staf kita telah lebih termotivasi dan berpengalaman dalam menghadapi suatu tugas. Disini kita perlu memberikan kesempatan kepada mereka untuk mengerti tentang tugasnya, dengan meluangkan waktu membangun hubungan dan komunikasi yang baik dengan mereka.

~ Supporting

Sebuah gaya dimana pemimpin memfasiliasi dan membantu upaya bawahannya dalam melakukan tugas. Dalam hal ini, pemimpin tidak memberikan arahan secara detail, tetapi tanggung jawab dan proses pengambilan keputusan dibagi bersama dengan bawahan. Gaya ini akan berhasil apabila karyawan telah mengenal teknik – teknik yang dituntut dan telah mengembangkan hubungan yang lebih dekat dengan anda. Dalam hal ini kita perlumeluangkan waktu untuk berbincang – bincang, untuk lebih melibatkan mereka dalam penganbilan keputusan kerja, serta mendengarkan saran – saran mereka mengenai peningkatan kinerja.

~ Delegating

Sebuah gaya dimana seorang pemimpin mendelegasikan seluruh wewenang dan tanggung jawabnya kepada bawahan. Gaya Delegating akan berjalan baik apabila staf kita sepenuhnya telah paham dan efisien dalm pekerjaan, sehingga kita dapat melepas mereka menjalankan tugas atau pekerjaan itu atas kemampuan dan inisiatifnya sendiri.

Keempat gaya ini tentu saja mempunyai kelemahan dan kelebihan, serta sangat tergantung dari lingkungan di mana seorang pemimpin berada, dan juga kesiapan dari bawahannya. Maka kemudian timbul apa yang disebut sebagai ”situational leadership”. Situational leadership mengindikasikan bagaimana seorang pemimpin harus menyesuaikan keadaan dari orang – orang yang dipimpinnya.

Ditengah – tengah dinamika organisasi (yang antara lain diindikasikan oleh adanya perilaku staf / individu yang berbeda – beda), maka untuk mencapai efektivitas organisasi, penerapan keempat gaya kepemimpinan diatas perlu disesuaikan dengan tuntutan keadaan. Inilah yang dimaksud dengan situasional lesdership,sebagaimana telah disinggung di atas. Yang perlu diperhatikan adalah bahwa untuk dapat mengembangkan gaya kepemimpinan situasional ini, seseorang perlu memiliki tiga kemampuan khusus yakni :

Q Kemampuan analitis (analytical skills) yakni kemampuan untuk menilai tingkat pengalaman dan motivasi bawahan dalam melaksanakan tugas.

Q Kemampuan untuk fleksibel (flexibility atau adaptability skills) yaitu kemampuan untuk menerapkan gaya kepemimpinan yang paling tepat berdasarkan analisa terhadap situasi.

Q Kemampuan berkomunikasi (communication skills) yakni kemampuan untuk menjelaskan kepada bawahan tentang perubahan gaya kepemimpinan yang kita terapkan.

Ketiga kemampuan di atas sangat dibutuhkan bagi seorang pemimpin, sebab seorang pemimpin harus dapat melaksanakan tiga peran utamanya yakni peran interpersonal, peran pengolah informasi (information processing), serta peran pengambilan keputusan (decision making) (Gordon, 1996 : 314-315).

Peran pertama meliputi :

ü Peran Figurehead ® Sebagai simbol dari organisasi

ü Leader® Berinteraksi dengan bawahan, memotivasi dan mengembangkannya

ü Liaison ® Menjalin suatu hubungan kerja dan menangkap informasi untuk kepentingan organisasi.

Sedangkan peran kedua terdiri dari 3 peran juga yakni :

ü Monitior ® Memimpin rapat dengan bawahan, mengawasi publikasi perusahaan, atau berpartisipasi dalam suatu kepanitiaan.

ü Disseminator ® Menyampaikan informasi, nilai – nilai baru dan fakta kepada bawahan.

ü Spokeman ® Juru bicara atau memberikan informasi kepada orang – orang di luar organisasinya.

Peran ketiga terdiri dari 4 peran yaitu :

ü Enterpreneur ® Mendesain perubahan dan pengembangan dalam organisasi.

ü Disturbance Handler ® Mampu mengatasi masalah terutama ketika organisasi sedang dalam keadaan menurun.

ü Resources Allocator ® Mengawasi alokasi sumber daya manusia, materi, uang dan waktu dengan melakukan penjadwalan, memprogram tugas – tugas bawahan, dan mengesahkan setiap keputusan.

ü Negotiator ® Melakukan perundingan dan tawar – menawar.

Dalam perspektif yang lebih sederhana, Morgan ( 1996 : 156 ) mengemukakan 3 macam peran pemimpin yang disebut dengan 3A, yakni :

ü Alighting ® Menyalakan semangat pekerja dengan tujuan individunya.

ü Aligning ® Menggabungkan tujuan individu dengan tujuan organisasi sehingga setiap orang menuju ke arah yang sama.

ü Allowing ® Memberikan keleluasaan kepada pekerja untuk menantang dan mengubah cara kerja mereka.

Jika saja Indonesia memiliki pemimpin yang sangat tangguh tentu akan menjadi luar biasa. Karena jatuh bangun kita tergantung pada pemimpin. Pemimpin memimpin, pengikut mengikuti. Jika pemimpin sudah tidak bisa memimpin dengan baik, cirinya adalah pengikut tidak mau lagi mengikuti. Oleh karena itu kualitas kita tergantung kualitas pemimpin kita. Makin kuat yang memimpin maka makin kuat pula yang dipimpin.

Rahasia utama kepemimpinan adalah kekuatan terbesar seorang pemimpin bukan dari kekuasaanya, bukan kecerdasannya, tapi dari kekuatan pribadinya. Maka jika ingin menjadi pemimpin yang baik jangan pikirkan orang lain, pikirkanlah diri sendiri dulu. Tidak akan bisa mengubah orang lain dengan efektif sebelum merubah diri sendiri. Bangunan akan bagus, kokoh, megah, karena ada pondasinya. Maka sibuk memikirkan membangun umat, membangun masyarakat, merubah dunia akan menjadi omong kosong jika tidak diawali dengan diri sendiri. Merubah orang lain tanpa merubah diri sendiri adalah mimpi mengendalikan orang lain tanpa mengendalikan diri.

II.3 KEPEMIMPINAN YANG MELAYANI

Merenungkan kembali arti makna kepemimpinan, sering diartikan kepemimpinan adalah jabatan formal, yang menuntut untuk mendapat fasilitas dan pelayanan dari konstituen yang seharusnya dilayani. Meskipun banyak di antara pemimpin yang ketika dilantik mengatakan bahwa jabatan adalah sebuah amanah, namun dalam kenyataannya sedikit sekali atau bisa dikatakan hampir tidak ada pemimpin yang sungguh – sungguh menerapkan kepemimpinan dari hati, yaitu kepemimpinan yang melayani.

A. Karakter Kepemimpinan

Hati Yang Melayani

Kepemimpianan yang melayani dimulai dari dalam diri kita. Kepemimpinan menuntut suatu transformasi dari dalam hati dan perubahan karakter. Kepemimpinan yang melayani dimulai dari dalam dan kemudian bergerak keluar untuk melayani mereka yang dipimpinnya. Disinilah pentingnya karakter dan integritas seorang pemimpin untuk menjadi pemimpin yang diterima oleh rakyat yang dipimpinnya. Kembali kita saksikan betapa banyak pemimpin yang mengaku wakil rakyat ataupun pejabat publik, justru tidak memiliki integritas sama sekali, karena apa yang diucapkan dan dijanjikan ketika kampanye dalam pemilu tidak sama dengan yang dilakukan ketika sudah duduk nyaman di kursinya.

Paling tidak menurut Ken Blanchard dan kawan – kawan, ada sejumlah ciri –ciri dan nilai yang muncul dari seorang pemimpin yang memiliki hati yang melayani,yaitu tujuan utama seorang pemimpin adalah melayani kepentingan mereka yang dipimpinnya. Orientasinya adalah bukan untuk kepentingan diri pribadi maupun golongan tapi justru kepentingan publik yang dipimpinnya.

Seorang pemimpin memiliki kerinduan untuk membangun dan mengembangkan mereka yang dipimpinnya sehingga tumbuh banyak pemimpin dalam kelomponya. Hal ini sejalan dengan buku yang ditulis oleh John Maxwell berjudul Developing the Leaders Around You. Keberhasilan seorang pemimpin sangat tergantung dari kemampuannya untuk membangun orang – orang di sekitarnya, karena keberhasilan sebuah organisasi sangat tergantung pada potensi sumber daya manusia dalam organisasi tersebut. Jika sebuah organisasi atau masyarakat mempunyai banyak anggota dengan kualitas pemimpin, organisasi atau bangsa tersebut akan berkembang dan menjadi kuat.

Pemimpin yang melayani memiliki kasih dan perhatian kepada mereka yang dipimpinnya. Kasih itu mewujud dalam bentuk kepedulian akan kebutuhan, kepentingan, impian da harapan dari mereka yang dipimpinnya.

Seorang pemimpin yang memiliki hati yang melayani adalah akuntabilitas ( accountable ). Istilah akuntabilitas adalah berarti penuh tanggung jawab dan dapat diandalkan. Artinya seluruh perkataan,pikiran dan tindakannya dapat dipertanggungjawabkan kepada public atau kepada setiap anggota organisasinya.

Pemimpin yang melayani adalah pemimpin yang mau mendengar. Mau mendengar setiap kebutuhan, impian, dan harapan dari mereka yang dipimpin. Pemimpin yang melayani adalah pemimpin yang dapat mengendalikam ego dan kepentingan pribadinya melebihi kepentingan public atau mereka yang dipimpinnya. Mengendalikan ego berarti dapat mengendalikan diri ketika tekanan maupun tantangan yang dihadapi menjadi begitu berat,selalu dalam keadaan tenang, penuh pengendalian diri, dan tidak mudah emosi.

B. Metode Kepemimpinan

Kepala Yang Melayani

Seorang pemimpin tidak cukup hanya memiliki hati atau karakter semata, tapi juga harus memiliki serangkaian metode kepemimpinan agar dapat menjadi pemimpin yang efektif. Banyak sekali pemimpin memiliki kualitas sari aspek yang pertama yaitu karakter dan integritas seorang pemimpin, tetapi ketika menjadi pimpinan formal, justru tidak efektif sama sekali karena tidak memiliki metode kepemimpinan yang baik. Contoh adalah para pemimpin yang diperlukan untuk mengelola mereka yang dipimpinnya.

Tidak banyak pemimpin yang memiliki metode kepemimpinan ini. Karena hal ini tidak pernah diajarkan di sekolah – sekolah formal. Keterampilan seperti ini disebut dengan Softskill atau Personalskill. Dalam salah satu artikel di economist.com ada sebuah ulasan berjudul Can Leadership Be Taught, dibahas bahwa kepemimpinan (dalam hal ini metode kepemimpinan) dapat diajarkan sehingga melengkapi mereka yang memiliki karakter kepemimpinan. Ada 3 hal penting dalam metode kepemimpinan, yaitu :

v Kepemimpinan yang efektif dimulai dengan visi yang jelas. Visi ini merupakan sebuah daya atau kekuatan untuk melakukan perubahan, yang mendorong terjadinya proses ledakan kreatifitas yang dahsyat melalui integrasi maupun sinergi berbagai keahlian dari orang – orang yang ada dalam organisasi tersebut. Bahkan dikatakan bahwa nothing motivates change more powerfully than a clear vision. Visi yang jelas dapat secara dahsyat mendorong terjadinya perubahan dalam organisasi. Seorang pemimpin adalah inspirator perubahan dan visioner yaitu memiliki visi yang jelas kemana organisasinya akan menuju. Kepemimpinan secara sederhana adalah proses untuk membawa orang – orang atau organisasi yang dipimpin menuju suatu tujuan yang jelas. Tanpa visi, kepemimpinan tidak ada artinya sama sekali. Visi inilah yang mendorong sebuah organisasi untuk senantiasa tumbuh dan belajar serta berkembang dalam mempertahankan survivalnya sehingga bias bertahan sampai beberapa generasi. Ada 2 aspek mengenai visi, yaitu visionary role dan implementation role. Artinya seorang pemimpin tidak hanya dapat membangun atau menciptakan visi bagi organisasinya tapi memiliki kemampuan untuk mengimplementasikan visi tsb ke dalam suatu rangkaian tindakan atau kegiatan yang diperlukan untuk mencapai visi itu.

v Seorang pemimpin yang efektif adalah seorang yang responsive. Artinya dia selalu tanggap terhadap setiap persoalan, kebutuhan, harapan, dan impian dari mereka yang dipimpin. Selain itu selalu aktif dan proaktif dalam mencari solusi dari setiap permasalahan ataupun tantangan yang dihadapi.

v Seorang pemimpin yang efektif adalah seorang pelatih atau pendamping bagi orang – orang yang dipimpinnya (performance coach). Artinya dia memiliki kemempuan untuk menginspirasi, mendorong dan memampukan anak buahnya dalam menyusun perencanaan (termasuk rencana kegiatan, target atau sasaran, rencana kebutuhan sumber daya, dsb), melakukan kegiatan sehari – hari seperti monitoring dan pengendalian, serta mengevaluasi kinerja dari anak buahnya.

C. Perilaku Kepemimpinan

Tangan Yang Melayani

Pemimpin yang melayani bukan sekedar memperlihatkan karakter dan integritas, serta memiliki kemampuan metode kepemimpinan, tapi dia harus menunjukkan perilaku maupun kebiasaan seorang pemimpin. Dalam buku Ken Blanchard disebutka perilaku seorang pemimpin, yaitu :

Ø Pemimpin tidak hanya sekedar memuaskan mereka yang dipimpin, tapi sungguh – sungguh memiliki kerinduan senantiasa untuk memuaskan Tuhan. Artinya dia hidup dalam perilaku yang sejalan dengan firman Tuhan. Dia memiliki misi untuk senantiasa memuliakan Tuhan dalam setiap apa yang dipikirkan, dikatakan, dan diperbuatnya.

Ø Pemimpin focus pada hal – hal spiritual dibandingkan dengan sekedar kesuksesan duniawi. Baginya kekayaan dan kemakmuran adalah untuk dapat memberi dan beramal lebih banyak. Apapun yang dilakukan bukan untuk mendapat penghargaan, tapi melayani sesamanya. Dan dia lebih mengutamakan hubungan atau relasi yang penuh kasih dan penghargaan, dibandingkan dengan status dan kekuasaan semata.

Ø Pemimpin sejati senantiasa mau belajar dan bertumbuh dalam berbagai aspek , baik pengetahuan, kesehatan, keuangan, relasi, dsb. Setiap harinya senantiasa menyelaraskan (recalibrating ) dirinya terhadap komitmen untuk melayani Tuhan dan sesame. Melalui solitude (keheningan), prayer (doa), dan scripture (membaca Firman Tuhan ).

Demikian kepemimpinan yang melayani menurut Ken Blanchard yang sangat relevan dengan situasi krisis kepemimpinan yang dialami oleh bangsa Indonesia. Bahkan menurut Danah Zohar, penulis buku Spiritual Intelligence: SQ the Ultimate Intelligence, salah satu tolak ukur kecerdasan spiritual adalah kepemimpinan yang melayani (servant leadership). Bahkan dalam suatu penelitian yang dilakukan oleh Gay Hendrick dan Kate Luderman, menunjukkan pemimpin – pemimpin yang berhasil membawa perusahaannya ke puncak kesuksesan biasanya adalah pemimpin yang memiliki SQ yang tinggi. Mereka biasanya adalah orang –orang yang memiliki integritas, terbuka, mampu menerima kritik, rendah hati, mampu memahami spiritualitas yang tinggi, dan selalu mengupayakan yang terbaik bagi diri mereka sendiri maupun bagi orang lain.

II.4 KEPEMIMPINAN SEJATI

Kepemimpinan adalah sebuah keputusan dan lebih merupakan hasil dari proses perubahan karakter atau tranformasi internal dalam diri seseorang. Kepemimpinan bukanlah jabatan atau gelar, melainkan sebuah kelahiran dari proses panjang perubahan dalam diri seseorang. Ketika seseorang menemukan visi dan misi hidupnya, ketika terjadi kedamaian dalam diri (inner peace) dan membentuk bangunan karakter yang kokoh, ketika setiap ucapan dan tindakannya mulai memberikan pengaruh kepada lingkungannya, dan ketika keberadaannya mendorong perubahan dalam organisasinya, pada saat itulah seseorang lahir menjadi pemimpin sejati. Jadi pemimpin bukan sekedar gelar atau jabatan yang diberikan dari luar melainkan sesuatu yang tumbuh dan berkembang dari dalam diri seseorang. Kepemimpinan lahir dari proses internal (leadership from the inside out ).

Kepemimpinan sesungguhnya tidak ditentukan oleh pangkat atau jabatan seseorang. Kepemimpinan adalah sesuatu yang muncul dari dalam dan merupakan buah dari keputusan seseorang untuk mau menjadi pemimpin, baik bagi dirinya sendiri, bagi keluarga, bagi lingkungan pekerjaan, maupun bagi lingkungan sosial dan bahkan bagi negerinya. ” I don’t think you have to be waering stars on your shoulders or a title to be leadar. Anybody who want to raise his hand can be a leader any time”,dikatakan dengan lugas oleh General Ronal Fogleman,Jenderal Angkatan Udara Amerika Serikat yang artinya Saya tidak berpikir anda menggunakan bintang di bahu anda atau sebuah gelar pemimpin. Orang lainnya yang ingin mengangkat tangan dapat menjadi pemimpin di lain waktu.

Sering kali seorang pemimpin sejati tidak diketahui keberadaannya oleh mereka yang dipimpinnya. Bahkan ketika misi atau tugas terselesaikan, maka seluruh anggota tim akan mengatakan bahwa merekalah yang melakukannya sendiri. Pemimpin sejati adalah seorang pemberi semangat (encourager), motivator, inspirator, dam maximizer.

Konsep pemikiran seperti ini adalah sesuatu yang baru dan mungkin tidak bisa diterima oleh para pemimpin konvensional yang justru mengharapkan penghormatan dan pujian (honor & praise) dari mereka yang dipimpinnya. Semakin dipuji bahkan dikultuskan, semakin tinggi hati dan lupa dirilah seorang pemimpin. Justru kepemimpinan sejati adalah kepemimpinan yang didasarkan pada kerendahan hati (humble).

Pelajaran mengenai kerendahan hati dan kepemimpinan sejati dapat kita peroleh dari kisah hidup Nelson Mandela. Seorang pemimpin besar Afrika Selatan, yang membawa bangsanya dari negara yang rasialis menjadi negara yang demokratis dan merdeka.Selama penderitaan 27 tahun penjara pemerintah Apartheid, justru melahirkan perubahan dalam diri Beliau. Sehingga Beliau menjadi manusia yang rendah hati dan mau memaafkan mereka yang telah membuatnya menderita selam bertahun – tahun.

Seperti yang dikatakan oleh penulis buku terkenal, Kenneth Blanchard, bahwa kepemimpinan dimulai dari dalam hati dan keluar untuk melayani mereka yang dipimpinnya. Perubahan karakter adalah segala – galanya bagi seorang pemimpin sejati. Tanpa perubahan dari dalam, tanpa kedamaian diri, tanpa kerendahan hati, tanpa adanya integritas yang kokoh, daya tahan menghadapi kesulitan dan tantangan, dan visi serta misi yang jelas, seseorang tidak akan pernah menjadi pemimpin sejati.

Sebuah jenis kepemimpinan yaitu Q Leader memiliki 4 makna terkait dengan kepemimpinan sejati, yaitu :

Ø Q berarti kecerdasan atau intelligence. Seperti dalam IQ berarti kecerdasan intelektual,EQ berarti kecerdasan emosional, dan SQ berarti kecerdasan spiritual. Q leader berarti seorang pemimpin yang memiliki kecerdasan IQ,EQ,SQ yang cukup tinggi.

Ø Q leader berarti kepemimpinan yang memiliki kualitas(quality), baik dari aspek visioner maupun aspek manajerial.

Ø Q leader berarti seorang pemimpin yang memiliki qi ( dibaca ‘chi’ dalam bahasa Mandarin yang berarti kehidupan).

Ø Q keempat adalah qolbu atau inner self. Seorang pemimpin sejati adalah seseorang yang sungguh – sungguh mengenali dirinya (qolbunya) dan dapat mengelola dan mengendalikannya (self management atau qolbu management).

Menjadi seorang pemimpin Q berarti menjadi seorang pemimpin yang selalu belajar dan bertumbuh senantiasa untuk mencapai tingkat atau kadar Q (intelligence-quality-qi-qolbu) yang lebih tinggi dalam upaya pencapaian misi dan tujuan organisasi maupun pencapaian makna kehidupan setiap pribadi seorang pemimpin.

Rangkuman kepemimpinan Q dalam 3 aspek penting yang disingkat menajadi 3C, yaitu :

· Perubahan karakter dari dalam diri (character chage).

· Visi yang jelas (clear vision).

· Kemampuan atau kompetensi yang tinggi (competence).

Ketiga hal tersebut dilandasi oleh suatu sikap disiplin yang tinggi untuk senantiasa bertumbuh, belajar dan berkembang baik secara internal (pengembangan kemampuan intrapersonal, kemampuan teknis, pengatahuan,dll) maupun dalam hubungannya dengan orang lain (pengembangan kemampuan interpersonal dan metode kepemimpinan). Seperti yang dikatakan oleh John Maxwell, ” The only way that I can keep leading is to keep growing. The the day I stop growing, somebody else takes the leadership baton. That is way it always it.” Satu-satunya cara agar saya tetap menjadi pemimpin adalah saya harus senantiasa bertumbuh. Ketika saya berhenti bertumbuh, orang lain akan mengambil alih kepemimpinan tsb.

II.5 KEPEMIMPINAN DAN KEARIFAN LOKAL

Kearifan local yaitu spirit local genius yang disepadankan maknanya dengan pengetahuan, kecerdikan,kepandaian, keberilmuan, dan kebijaksanaan dalam pengambilan keputusan dan berkenaan dengan penyelesaian masalah yang relative pelik dan rumit,

Dalam suatu local (daerah ) tentunya selalu diharapkan kehidupan yang selaras, serasi dan seimbang (harmonis). Kehidupan yang penuh kedamaian dan suka cita. Kehidupan yang dipimpin oleh pimpinan yang dihormati bawahannya. Kehidupan yang teratur dan terarah yang dipimpin oleh pimpinan yang mampu menciptakan suasana kondusif.

Kehidupan manusia tidak lepas dari masalah. Serangkaian masalah tidaklah boleh didiamkan. Setiap masalah yang muncul haruslah diselesaikan. Dengan memiliki jiwa kepemimpinan, seseorang akan mampu menaggulangi setiap masalah yang muncul.

Manusia di besarkan masalah. Dalam kehidupan local masyarakat, setiap masalah yang muncul dapat ditanggulangi dengan kearifan local masyarakat setempat. Contohnya adalah masalah banjir yang di alami masyarakat di berbagai tempat. Khususnya di Bali, seringkali terjadi banjir di wilayah Kuta. Sebagai tempat tujuan wisata dunia tentu hal ini sangat tidak menguntungkan. Masalah ini haruslah segera ditangani. Dalam hal pembuatan drainase dan infrastruktur lainnya, diperlukan kematangan rencana agar pembangunan yang dilaksanakan tidak berdampak buruk. Terbukti, penanggulangan yang cepat dengan membuat gorong – gorong bisa menurunkan debit air yang meluber ke jalan.

Sebagai pemimpin lokal, pihak Camat Kuta, I Gede Wijaya sebelumnya telah melakukan sosialisasi terkait pembangunan gorong – gorong. Camat Kuta secara langsung dan tertulis telah menyampaikan hal tersebut kepada pengusaha serta pemilik bangunan dalam surat No. 620/676/ke/07 , tertanggal 27 desember 2007

BAB III

PENUTUP

III.1 KESIMPULAN

Kata pemimpin, kepemimpinan serta kekuasaan memiliki keterikatan yang tak dapat dipisahkan. Karena untuk menjadi pemimpin bukan hanya berdasarkan suka satu sama lainnya, tetapi banyak faktor. Pemimpin yang berhasil hendaknya memiliki beberapa kriteria yang tergantung pada sudut pandang atau pendekatan yang digunakan, apakah itu kepribadiannya, keterampilan, bakat, sifat – sifatnya, atau kewenangannya yang dimiliki yang mana nantinya sangat berpengaruh terhadap teori maupun gaya kepemimpinan yang akan diterapkan.

Rahasia utama kepemimpinan adalah kekuatan terbesar seorang pemimpin bukan dari kekuasaanya, bukan kecerdasannya, tapi dari kekuatan pribadinya. Seorang pemimpin sejati selalu bekerja keras memperbaiki dirinya sebelum sibuk memperbaiki orang lain.

Pemimpin bukan sekedar gelar atau jabatan yang diberikan dari luar melainkan sesuatu yang tumbuh dan berkembang dari dalam diri seseorang. Kepemimpinan lahir dari proses internal (leadership from the inside out).

III.2 SARAN

Sangat diperlukan sekali jiwa kepemimpinan pada setiap pribadi manusia. Jiwa kepemimpinan itu perlu selalu dipupuk dan dikembangkan. Paling tidak untuk memimpin diri sendiri.

Jika saja Indonesia memiliki pemimpin yang sangat tangguh tentu akan menjadi luar biasa. Karena jatuh bangun kita tergantung pada pemimpin. Pemimpin memimpin, pengikut mengikuti. Jika pemimpin sudah tidak bisa memimpin dengan baik, cirinya adalah pengikut tidak mau lagi mengikuti. Oleh karena itu kualitas kita tergantung kualitas pemimpin kita. Makin kuat yang memimpin maka makin kuat pula yang dipimpin.

Kamis, 05 Mei 2011

QAIDAH FIQHIYYAH

Qaidah Fiqhiyyah sebagai Dasar Pembentukan Perilaku Nahdliyin

Sebelum Nahdlatul Ulama dilahirkan, telah terjadi dialog sangat panjang antara budaya lokal versus nilai Islam di tengah–tengah umat Islam Nusantara hingga mewujud menjadi tradisi baru yang membumi. Kelompok Islam ini menyatu dalam pola pikir (ittifaq al-ara’ wal-mahzab) dan referensi tradisi sosial keagamaan (ittihad al-ma’khad wal-masyrab). Sehingga kelahiran NU merupakan aktualisasi dari progresifitas arus besar umat Islam di Indonesia. Maka Deklarasi NU pun yang dilakukan pada tanggal 30 Januari 1926 atau 16 Rajab 1344 H mendapat sambutan luas masyarakat Islam.

Dasar pembentukan perilaku etik moral kaum Nahdliyin yang bercirikan sikap tawassuth, tawazun, tasamuh dan i’tidal merupakan implementasi dari kekukuhan mereka dalam memegang prinsip-prinsip keagamaan (qaidah al-fiqhyah) yang dirumuskan oleh para ulama klasik. Di antara prinsip-prinsip ulama tersebut adalah al-‘adah al-muhakkamah yang artinya sebuah tradisi dapat menjelma menjadi pranata sosial keagamaan. Maksudnya, rumusan hukum yang tidak bersifat absolut dapat ditata selaras dengan subkultur sebuah komunitas masyarakat menurut ruang dan waktunya dengan mengacu kepada kesejahteraan dan kebaikan masyarakat tersebut. Hal ini dapat dilakukan selama tidak kontradiksi dengan prinsip-prinsip ajaran yang bersifat absolut (qath’i), dalil-dalil yang merupakan kaidah umum dan prinsip-prinsip universal.

Al-‘adah muhakkamah menjadikan performance Islam sebagai agama yang dinamis dan membumi yang selalu aktual di tengah-tengah masyarakat. Islam pun menjadi agama yang mampu menjawab tantangan zaman dan tuntutan umat tanpa dibatasi ruang dan waktu.

Umat Islam Indonesia juga mengenal prinsip dasar keagamaan al-muhafadzah ‘ala al-qadim al-shalih wa al-akhdzu bi al-jadid al-ashlah (upaya pelestarian nilai-nilai yang baik di masa lalu dan melakukan adopsi nilai-nilai baru yang lebih baik. Kaidah ini merupakan instrumen bagi proses rekonsiliasi agama dan budaya. Sebagaimana maklum, agama dan budaya merupakan dua hal yang berbeda serta mempunyai independensi tersendiri. Agama berasal dari wahyu Tuhan karena itu bersifat suci dan permanen. Sedangkan budaya dalah produk manusia yang selalu berubah dan dinamis. Kaidah ini mampu memperkaya khazanah keagamaan sebagai implikasi dari dialog budaya dan prinsip-prinsip keagamaan. Kaidah ini juga mampu membawa masyarakat untuk melakukan penyerapan, antisipasi setiap perilaku hukum yang hidup di tengah masyarakat serta setipa pergeseran kemaslahatan umat sebagai akibat dari perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi. Sehingga Islam tidak menjelma sebagai agama yang statis dan stagnan. Bahkan sebaliknya Islam menjadi agama yang dinamis, kreatif dan inovatif demi kebaikan dan kemaslahatan masyarakat.

Selanjutnya, kaum Nahdliyin mengenal kaidah al-hukmu yaduru ma’a ‘illatihi wujudan wa ‘adaman (sebuah keputusan itu terkait dengan sebabnya). Maksudnya, sebuah kebijakan yang dilakukan sangat dipengaruhi oleh reasoningnya. Sehingga sebuah keputusan tidak dapat berdiri sendiri. Ia sangat tergantung pada alasan keputusan tersebut. Maka di internal kaum Nahdliyin sebuah kebijakan sangat kontekstual, membumi. Ada dan tidaknya sebuah keputusan atau hukum sangat mempertimbangkan ruang dan waktu.

Kaidah lainnya adalah ma la yatimmu al-wajib illa bihi fahuwa wajib (jika sebuah keharusan tidak dapat ideal kecuali dengan unsur yang lain itu juga menjadi keharusan). Maksudnya, sebuah idealisasi harus diupayakan dengan memperhatikan faktor-faktor lain yang mempunyai keterkaitan dengannya. Optimalisasi atas sesuatu secara otomatis juga optyimalisasi atas faktor yang mendukungnya.

Pinsip selanjutnya, idza ta’aradla mafsadatani ru’iya a’dzamuhuma dlararan birtikabi akhaffihima (jika terjadi kemungkinan komplikasi yang membahayakan maka yang dipertimbangkan adalah resiko yang terbesar dengan cara dengan melaksanakan yang paling kecil resikonya). Kaidah ini merupakan solusi untuk menghindari resiko buruk dengan cara menghindari langkah-langkah ideal yang beresiko tinggi. Setiap langkah kebijakan di tengah masyarakat selalu mengandung resiko. Karena itu resiko buruk harus menjadi pertimbangan dengan cara memilih kebijakan yang mempunyai dampak buruk yang paling ringan.

Kaum Nahdliyin juga mengenal kaidah dar’u al-mafasid muqaddam ‘ala jalb al-mashalih (mencegah marabahaya lebih diutamakan daripada meraih kebaikan). Maksudnya, masyarakat perlu memilih langkah menghindari bahaya daripada mengupayakan kebaikan yang beresiko tinggi. Prinsip ini mendorong masyarakat untuk bertindak cermat dan tepat sehingga aktivitasnya benar-benar bersifat positif, baik bagi dirinya maupun orang lain.

Kaidah yang tidak kalah pentingnya adalah tasharruf al-imam manuthun bi maslahah al-ra’iyyah (kebijakan pemimpin harus mengacu kepada kebaikan rakyatnya). Maksudnya, seorang penguasa merupakan penjelmaaan kepentingan rakyatnya. Ia bukanlah representasi atas dirinya sendiri. Karena itu segala kebijakan yang diambil harus mengacu kepada kepentingan rakyat yang dipimpinnya.

(Sumber : PP Lembaga Pendidikan Ma’arif Nahdlatul Ulama, Islam Ahlussunnah Waljama’ah di Indonesia : Sejarah, Pemikiran dan Dinamika Nahdlatul Ulama, Jakarta : Pustaka Ma’arif NU, 2007, hal 196-199)

Mabadi' Khaira Ummah

Mabadi’ Khaira Ummah
Sejak berdiri pada 1926, NU mendapatkan kepentingan masyarakat Islam sebagai orientasi besar gerakannya. Cita-cita tersebut secara sistematik terformulasikan dalam mabadi’ khaira ummah. Secara etimologi mabadi’ khaira ummah terdiri dari tiga kata bahasa Arab. Pertama, mabadi’ yang artinya landasan, dasar dan prinsip. Kedua, khaira yang artinya terbaik, ideal. Ketiga, ummah yang artinya masyarakat dan rakyat. Secara epistemologis, mabadi’ khaira ummah adalah prinsip-prinsip yang digunakan untuk mengupayakan terbentuknya tatanan kehidupan masyarakat yang ideal dan terbaik, yaitu masyarakat yang mampu melaksanakan tugas-tugas amar ma’ruf nahi munkar. Allah berfirman, “jadilah engkau sebaik-baik umat yang dikeluarkan untuk manusia mengajak kebaikan dan mencegah keburukan, dan beriman kepada Allah” (QS Ali Imran : 110).
Ide NU untuk mewujudkan masyarkat ideal dan terbaik (khaira ummah) sebenarnya telah diupayakan sejak tahun 1935. Pada saat itu para tokoh NU berpendapat bahwa proses pembentukan masyarakat yang ideal dan terbaik dapat dimulai dengan menanamkan nilai-nilai al-shidq (kejujuran), al-wafa’ bi al-‘ahd (komitmen), dan al-ta’awun (komunikatif dan solutif). Tiga prinsip dasar itu kemudian disebut mabadi’ khaira ummah dan menjadi program kerja organisasi.
Perkembangan zaman yang begitu pesat memaksa para ulama untuk melakukan evaluasi kerja. Pada Munas Alim Ulama di Bandar Lampung tanggal 21-25 Januari 1992, para ulama menyepakati untuk melakukan penyempurnaan terhadap tiga butir mabadi’ khaira ummah dengan menambah prinsip al-istiqamah (kontinuitas/konsistensi) dan al-‘adalah (tegas menegakkan keadilan). NU berkeyakinan bahwa lima prinsip tersebut merupakan langkah alternatif dan prospektif bagi upaya mewujudkan masyarakat ideal dan terbaik di Indonesia. Prinsip pertama dari mabadi’ khaira ummah adalah al-shidq artinya jujur. Prinsip ini mengandung pengertian kejujuran/kebenaran, kesungguhan, dan keterbukaan. Kejujuran/kebenaran adalah kesesuaian antara pikiran, perkataan, dan perbuatan. Sehingga dalam diri manusia terdapat korelasi antara ide, konseptualisasi, dan implementasi. Prinsip kejujuran secara otomatis akan mengikis sikap inkonsistensi, oportunitas (kesempatan), distorsi (pemutarbalikan fakta), dan manipulasi. Setiap orang dituntut untuk jujur kepada diri sendiri, kepada sesama, dan kepada Allah. Allah berfirman, “Wahai orang-orang yang beriman, bertakwalah kepada Allah dan hendaklah kalian bersama orang-orang yang benar”. (QS. At Taubah : 119). Allah juga berfirman, “Mereka itulah orang yang bersungguh-sungguh dan mereka itulah orang yang bertakwa”. (QS. Al Baqarah : 177).
Al-shidq juga mengandung pemahaman tranparansi (keterbukaan), yaitu terbuka kepada orang lain kecuali dalam keadaan krusial yang menuntut untuk dirahasiakan demi kebaikan bersama. Keterbukaan ini dapat menjaga kohesivitas kelompok sekaligus menjamin berjalannya fungsi kontrol. Sedangkan al-shidq dalam arti kesungguhan mendorong manusia agar serius, profesional dan bertanggung jawab dalam melaksanakan berbagai upaya dan tugas.
Kedua, al-amanah wa al-wafa bil-‘ahdi. Prinsip ini berasal dari dua kata, yaitu al-amanah yang artinya beban yang harus dilaksanakan. Sedangkan al-wafa bil-‘ahdi brarti pemenuhan atas komitmen. Al-amanah mempunyai kandungan arti lebih luas, karena menyangkut pemenuhan semua beban, baik tugas yang terkait dengan perjanjian maupun tidak. Sedangkan al-wafa bil-‘ahdi hanya pemenuhan tugas yang terkait dengan perjanjian. Secara keseluruhan prinsip ini mengandung pengertian dapat dipercaya, setia dan pemenuhan komitmen. Maka manusia dituntut untuk berupaya menjadi pribadi yang dapat dipercaya dengan cara menepati semua komitmen yang telah dibuatnya, baik yang berkaitan dengan agama maupun sosial. Manusia juga dituntut untuk menjadi pribadi yang setia, patuh dan taat kepada Allah dan penguasa. Artinya, seseorang harus melakukan pemihakan terhadap Allah, Rasulullah, dan penguasa yang baik dan adil. Kepercayaan membutuhkan konsistensi tanggung jawab. Sedangkan tepat janji merupakan komitmen atas kesepakatan dan kesungguhan melaksanakannya, baik komitmen yang bersifat pribadi dan sosial maupun agama. Allah berfirman, “Sesungguhnya Allah memerintahkan kamu sekalian untuk menyampaikan amanat kepada yang berhak menerimanya”. (QS. An Nisa : 58).
Ketiga, al-‘adalah yang artinya keadilan. Prinsip keadilan mengandung pengertian obyektif, proporsional (seimbang), dan taat asas. Prinsip keadilan ini mendorong setiap manusia untuk berpegang kepada kebenaran obyektik dan bertindak proporsional. Bersikap adil secara otomatis mencita-citakan kebaikan di muka bumi. Sebab hanya dengan keadilan akan terwujud sebuah obyektifitas, proporsionalitas, dan supremasi hukum. Prinsip al-‘adalah juga memberikan implikasi terwujudnya komitmen terhadap penegakan supremasi hukum dan kebijakan yang mengacu kepada rasionalitas. Karena itu prinsip keadilan dan kebaikan merupakan dua isi mata uang yang harus diperjuangkan bersama-sama. Allah berfirman, “Sesungguhnya Allah memerintahkan kalian untuk berbuat adil dan kebaikan”. (QS. An Nahl : 90). Kehilangan sikap adil akan melahirkan distorsitas dan egoisitas yang mampu mendatangkan kekacauan dan perselisihan.
Keempat, al-ta’awun yang artinya tolong menolong. Prinsip ini mengandung pengertian tolong menolong, setia kawan, dan gotong royong dalam mewujudkan kebaikan dan ketakwaan. Maksudnya, manusia sebagai makhluk sosial tidak dapat hidup tanpa berinteraksi dengan masyarakat sekitarnya.
Prinsip al-ta’awun menjunjung tinggi sikap solidaritas sesama manusia dan berinteraksi bahu-membahu dalam hal kebaikan, baik bersifat material maupun spiritual. Sebaliknya, al-ta’awun bukanlah prinsip dasar untuk menopang tindakan distruktif yang dapat memperburuk kondisi sosial budaya masyarakat. Allah befirman, “Dan tolong menolonglah kamu dalam kebaikan dan takwa, jangan tolong menolong kamu dalam berbuat dosa dan pelanggaran”. (QS al Maidah : 2). Maka al-ta’awun akan mampu mewujudkan sinergitas antar manusia untuk berusaha bersikap kreatif agar dapat memiliki sesuatu yang dapat disumbangkan kepada orang lain dan kepada kepentingan bersama. Mengembangkan sikap al-ta’awun secara otomatis juga mengupayakan konsolidasi.
Kelima, al-istiqamah yang artinya kesinambungan, keberlangsungan dan kontinuitas. Prinsip ini mendorong manusia untuk kukuh dalam memegang ketentuan Allah, Raul-Nya, para salaf al-shalih, dan aturan yang disepakati bersama. Al-istiqamah mengandung sikap kontinuitas dan percaya atas adanya proses. Prinsip al-istiqamah juga mengandung pengertian kesinambungan dan keterkaitan antara satu kegiatan dengan kegiatan yang lain dan antara periode satu dengan periode yang lain sehingga semuanya merupakan satu kesatuan yang saling menopang dan terkait. Di samping itu, prinsip al-istiqamah mengandung spirit kontinuitas, progresifitas dan kejumudan. Sehingga al-istiqamah dapat menjamin kontinuitas sebuah proses sampai pada titik kemajuan peradaban manusia.
Lima prinsip mabadi’ khaira ummah merupakan metodologi khas ulama pesantren. Hal ini tentu bagian dari watak otentik NU yang selalu dipandang mempunyai irama dan tempo perubahan diri.
Mabadi’ khaira ummah merupakan jalan panjang bagi terwujudnya obsesi warga Nahdliyin untuk menjadi umat terbaik yang dapat berperan positif di tengah-tengah masyarakatnya. Sehingga dalam kehidupan berbangsa dan bernegara, warga Nahdliyyin dapat mewarnai dan menjadi acuan seluruh masyarakat bagi terbentuknya tatanan khaira ummah (masyarakat madani).
(Sumber : PP Lembaga Pendidikan Ma’arif Nahdlatul Ulama, Islam Ahlussunnah Waljama’ah di Indonesia : Sejarah, Pemikiran dan Dinamika Nahdlatul Ulama, Jakarta : Pustaka Ma’arif NU, 2007, hal 187-191)

Kamis, 28 April 2011

Filsafat Dakwah : Pertautan Filsafat, Ilmu dan Dakwah

Oleh : Zaenal Arifin 

BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Balakang
Ketika manusia melihat atau mengalami suatu peristiwa, akan terdorong naluri ingin tahunya, ia pun akan bertanya: apakah ini? Dari mana datangnya? Apa sebabnya demikian? Mengapa demikian? dan sebagainya. Manusia yang semula tidak tahu, ia akan berusaha untuk mencari tahu kemudian mencari tahu, hingga keingintahuannya terpenuhi.
Manusia telah mendapat anugerah istemewa dari Sang Khaliq yang tak miliki oleh makhluk lain yaitu berupa akal. Keberadaan akal digunakan manusia untuk berpikir terhadap segala peristiwa yang pernah dialaminya. Manusia yang berpikir merupakan bukti keberadaan manusia yang membedakan dirinya dengan makhluk lain. Dengan berpikir manusia berusaha mencari tahu tentang segala sesuatu kejadian yang pernah dialaminya. Dari proses berpikir inilah manusia mencoba mencari jawaban dari rasa ingin tahunya berdasarkan pengalaman yang pernah dialaminya. Hasil dari pengalaman manusia telah menyimpulkan suatu pengetahuan yang menjadi pedoman hidupnya.
Jika keingintahuan manusia terpenuhi yaitu berupa pengetahuan, sementara waktu ia akan merasa puas. Namun, manusia memerlukan kaidah ilmu pengetahuan masih banyak hal yang mengelilingi manusia, baik yang tampak maupun yang tidak tampak, ada atau yang mungkin ada. Oleh karena itu, manusia mencoba melakukan berbagai penyelidikan terhadap pengetahuan yang sebenarnya. Hasil dari proses penyelidikan manusia melahirkan ilmu pengetahuan.
Manusia tidak berhenti disitu dalam mencapai suatu ilmu pengetahuan. Namun, ilmu pengetahuan masih diperlukan pemikiran yang lebih lanjut mengenai hakikatnya sebuah ilmu pengetahuan. Berarti suatu pengetahuan masih harus diuji kebenarannya. Hal ini kembali mendorong naluri ingin tahu manusia membuat pertanyaan lain yang terus bermunculan untuk berusaha mencari kebenaran dari suatu ilmu pengetahuan.
Dalam persepsi dakwah Islam, mengetahui ilmu pengetahuan menjadi sesuatu yang esensial. Islam telah mengajarkan umatnya untuk mempergunakan akal untuk berpikir dalam mengetahui suatu ilmu pengetahuan. Ilmu pengetahuan mencoba menjawab berbagai pertanyaan manusia yang dipikirkannya. Dalam kajian ajaran agama Islam pun diperlukan pemikiran yang lebih mendalam mengenai hakikat dari ilmu pengetahuan. Mengetahui ilmu pengetahuan akan mengetahui suatu kebenaran dakwah. Kebenaran dari suatu ilmu pengetahuan akan memudahkan pemahaman dalam dakwah dari seorang dai untuk menyampaikan pesan dakwah kepada mad’u. Hal ini penting dalam menunjang keberhasilan dakwah dalam menjalin komunikasi antar dai dengan mad’u, mengingat mad’u mempunyai berbagai karakteristik, sosiologis dan psikologis yang berbeda-beda.

B. Rumusan Masalah
Berdasarkan uraian di atas, dapat ditarik beberapa rumusan masalah untuk dibahas lebih lanjut diantaranya sebagai berikut :
1. Bagaimana pengertian filsafat ilmu?
2. Bagaimana pengertian pengetahuan ilmiah dan kebenaran ilmu?
3. Apa hakikat dari ilmu komunikasi?
4. Apa hakikat dari kebenaran? 


BAB II
PEMBAHASAN

A. Pengertian Filsafat Ilmu
Filsafat merupakan disiplin ilmu yang berusaha untuk menemukan suatu kebenaran melalui proses berpikir dan merasa sedalam-dalamnya terhadap segala sesuatu sampai kepada inti persoalan. Filsafat juga dapat diartikan sebagai suatu kecintaan kepada kebijaksanaan.
Filsafat bermula dari pertanyaan dan berakhir pada pertanyaan. Hakikat filsafat adalah bertanya terus-menerus, karenanya dikatakan bahwa filsafat adalah sikap bertanya itu sendiri. Dengan bertanya, filsafat mencari kebenaran. Namun, filsafat tidak menerima kebenaran apapun sebagai sesuatu yang sudah selesai. Yang muncul adalah sikap kritis, meragukan terus kebenaran yang ditemukan. Dengan bertanya, orang menghadapi realitas kehidupan sebagai suatu masalah, sebagai sebuah pertanyaan, tugas untuk digeluti, dicari tahu jawabannya.
Sedangkan ilmu berusaha menjelaskan tentang apa dan bagaimana alam sebenarnya dan bagaimana teori ilmu pengetahuan dapat menjelaskan fenomena yang terjadi di alam menurut peristiwa atau kejadian yang alami manusia.
Filsafat itu sendiri merupakan hasil dari proses pemikiran, sedangkan ilmu adalah usaha mencari kebenaran. Dapat diartikan, filsafat ilmu adalah pemikiran tentang kebenaran. Apakah benar itu benar? Kalau itu benar maka berapa kadar kebenarannya.? Apakah ukuran-ukuran kebenaran itu? Di mana otoritas kebenaran itu? Tujuan filsafat dan ilmu yakni sama-sama mencari kebenaran. Hanya saja filsafat tidak berhenti pada satu garis kebenaran, tetapi ingin terus mencari kebenaran kedua, ketiga dan seterusnya. Sedangkan ilmu kadang sudah merasa cukup puas dengan satu kebenaran dan bila ilmu itu disuntik dengan filsafat alias pemikiran maka ia akan bergerak maju untuk mencari kebenaran yang lain lagi.
Filsafat mempunyai peran penting dalam bidang keilmuan karena dalam filsafat kita bisa menjumpai pandangan-pandangan tentang apa saja tentang ilmu (kompleksitas, mendiskusikan dan menguji kesahihan dan akuntabilitas pemikiran serta gagasan-gagasan yang bisa dipertanggungjawabkan secara ilmiah dan intelektual).
Untuk dapat memahami arti dan makna dari filsafat ilmu, terdapat tiga aspek memberikan pengertian mengenai filsafat ilmu yaitu:
a. Aspek ontologi, yaitu berada dalam wilayah ada. Pertanyaan yang menyangkut wilayah ini antara lain: apakah objek yang ditelaah ilmu? Bagaimanakah hakikat dari objek itu? Bagaimanakah hubungan antara objek tadi dengan daya tangkap manusia yang membuahkan pengetahuan dan ilmu?
b. Aspek epistemologi, yaitu berada dalam wilayah pengetahuan. Pertanyaan yang menyangkut wilayah ini antara lain: bagaimanakah proses yang memungkinkan ditimbanya pengetahuan menjadi ilmu? Bagaimanakah prosedurnya?
c. Aspek aksiologi, yaitu berada dalam wilayah nilai. Pertanyaan yang menyangkut wilayah ini antara lain: untuk apa pengetahuan ilmu itu digunakan? Bagaimana kaitan antara cara penggunaannya dengan kaidah-kaidah moral? Bagaimana penentuan objek yang ditelaah berdasarkan pilihan-pilihan moral?
Secara sederhana dapat dikatakan bahwa filsafat ilmu adalah dasar yang menjiwai dinamika proses kegiatan memperoleh pengetahuan secara ilmiah. Dimana, filsafat ilmu merupakan landasan pemikiran dari ilmu bersangkutan, titik tolak bagaimana ilmu tersebut bermaksud mencapai tujuannya, filsafat yang bertemu dengan disiplin tertentu akan menjawab masalah-maslaah yang tidak dapat dijawab oleh disiplin yang bersangkutan.
Dengan demikian, filsafat ilmu bertugas mencoba menjawab beberapa pertanyaan mengenai hakikat ilmu secara rasional dalam menjelaskan kebenaran suatu ilmu. Diantaranya filsafat ilmu mempelajari tentang teori pembagian ilmu, metode yang digunakan dalam ilmu, tentang dasar kepastian dan jenis keterangan serta implikasi dari suatu ilmu. Sehingga kebenaran suatu ilmu dapat diterima sebagai suatu ilmu pengetahuan yang dapat dipertanggungjwabkan secara ilmiah.


B. Pengertian Pengetahuan Ilmiah dan Kebenaran Ilmu
1. Pengetahuan Ilmiah (Ilmu Pengetahuan)
Sebelum mengetahui, manusia terlebih dahulu melihat, mendengar, serta merasa segala yang ada di sekitarnya. Segala yang dilihat, didengar, dan dirasa itulah yang merangsang naluri ingin tahu seseorang. Sepanjang hidupnya, manusia akan dirangsang alam sekitarnya untuk tahu. Hal utama yang terkena rangsang adalah panca indera, yaitu penglihatan, penciuman, perabaan, pendengaran, serta pengecapan. Hasil persentuhan alam dengan panca indra disebut pengalaman. Ketika tersentuh rangsang, manusia akan bereaksi. Namun, pengalaman semata-mata tidak membuat seseorang menjadi tahu. Pengalaman hanya memungkinkan seseorang menjadi tahu. Hasil dari tahu disebut pengetahuan. Pengetahuan ada jika demi pengalamannya, manusia mampu mencetuskan pernyataan atau putusan atas objeknya. Dengan kata lain, orang yang tidak dapat memberi pernyataan atau putusan demi pengalamannya dikatakan tidak berpengetahuan.
Dalam perkembangannya, pengetahuan yang dihasilkan dari pengalaman manusia mengalami perkembangan sesuai dengan lingkungannya. Kemudian dikembangkan manusia untuk mengetahui keadaannya dan lingkungannnya, atau menyesuaikan lingkungannnya dengan dirinya dalam rangka strategi hidupnya. Pengetahuan dikembangkan berdasarkan analisis obyektif, lebih jauh hanya sekedar melalui keyakinan seseorang. Hasilnya, pengetahuan berkembang menjadi ilmu pengetahuan atau biasa disebut ilmu saja, didapat melalui akumulasi waktu yang berkembang sejajar dengan perkembangan kemajuan manusia.
Menurut Fathurrahman Djamil, dalam Ensiklopedia Indonesia bahwa pengetahuan merupakan kontak antara manusia sebagai subyek dengan obyek yang berupa permasalahan yang merasuk dalam pikiran manusia. Sedangkan ilmu pengetahuan adalah suatu system dari berbagai pengetahuan mengenai suatu lapangan pengalaman tertentu yang disusun sedemikian rupa, menurut asas-asas tertentu, sehingga menjadi kesatuan; suatu system dari berbagai pengetahuan didapatkan sebagai hasil pemeriksaan yang dilakukan secar teliti dengan mamakai metode tertentu.
Pengetahuan diperoleh secara sadar dan aktif, namun bersifat acak, yaitu tanpa metode, apalagi yang berupa intuisi, sehingga tidak dimasukkan dalam kategori sebagai ilmu. Sedangkan ilmu pengetahuan diperoleh secara sadar, aktif, sistematis, jelas prosesnya secara prosedural, metodis dan teknis, tidak bersifat acak, kemudian diakhiri dengan verifikasi atau diuji kebenaran (validitas) ilmiahnya.
Untuk memahami perbedaan antara pengetahuan dengan ilmu dinyatakan bahwa setiap pengetahuan belum tentu sebagai ilmu, tetapi setiap ilmu sudah pasti merupakan pengetahuan. Ada persyaratan ilmiah sesuatu dapat disebut sebagai ilmu. Sifat ilmiah sebagai persyaratan ilmu banyak terpengaruh paradigma ilmu-ilmu alam yang telah ada lebih dahulu. Ada 4 syarat agar pengetahuan dapat disebut ilmu, yaitu:
1. Sistematis, yaitu tersusun dalam sebuah rangkaian sebab akibat. Untuk mengetahui dan menjelaskan suatu objek, ilmu harus terurai dan terumuskan dalam hubungan yang teratur dan logis, sehingga membentuk suatu sistem, yang artinya utuh menyeluruh, terpadu, menjelaskan rangkaiansebab akibat menyangkut objeknya.
2. Metodis, yaitu cara. Dalam upaya mencapai kebenaran, selalu terdapat kemungkinan penyimpangan. Oleh karena itu, harus diminimalisasi. Konsekuensinya, harus terdapat cara tertentu untuk menjamin kepastian kebenaran.
3. Objektif, yaitu sesuai dengan objeknya. Ilmu harus memiliki objek kajian yang terdiri dari satu golongan masalah yang sama sifat hakikatnya, tampak dari luar maupun bentuknya dari dalam. Objeknya dapat bersifat ada, atau mungkin ada karena masih harus diuji keberadaannya. Dalam mengkaji objek, yang dicari adalah kebenaran, yaitu persesuaian tahu dengan objek, dan karena itu disebut kebenaran objektif, bukan berdasarkan subjek peneliti atau subjek penunjang penelitian.
4. Universal, yaitu secara keseluruhan (umum). Kebenaran yang hendak dicapai bukan yang tertentu saja, melainkan yang bersifat umum. Dengan kata lain, pengetahuan tentang yang khusus, yang tertentu saja tidak diinginkan. Pola pikir yang digunakan adalah pola pikir induktif, yaitu cara berpikir dari hal-hal khusus sampai pada kesimpulan umum. Contohnya, Segitiga lancip, jumlah sudutnya 180 derajat. Segitiga siku-siku, jumlah sudutnya 180 derajat. Segitiga tumpul, jumlah sudutnya 180 derajat. Maka, ditarik kesimpulan secara umum bahwa semua segitiga bersudut 180 derajat, apapun bentuk segitiga itu.
Dengan demikian, jika pengetahuan hendak disebut ilmu (pengetahuan ilmiah), ia harus memenuhi sifat ilmiah sebagai syarat ilmu, yaitu sistematis, metodis, objektif, universal. Syarat dari objek ilmu adalah harus bisa diverifikasi atau diuji.
2. Kebenaran Ilmu Pengetahuan
Patut dibahas langkah yang benar menuju kepada kebenaran ilmu pengetahuan. Seringkali kita ragu-ragu untuk menentukan apakah asumsi pikiran dapat dikategorikan sebagai salah satu pemikiran ilmiah yang bertujuan untuk memperoleh kebenaran ilmiah. Yusuf Hadi Miarso, Guru Besar Universitas Negeri Jakarta, menyatakan bahwa kebenaran dapat dibedakan dalam empat lapis yaitu :
1. Lapis paling dasar adalah kebenaran inderawi yang diperoleh melalui panca indera kita dan dapat dilakukan oleh siapa saja,
2. Lapis di atasnya adalah kebenaran ilmiah yang diperoleh melalui kegiatan yang sistematik, metodis, obyektif dan universal oleh mereka yang terpelajar.
3. Pada lapis di atasnya lagi adalah kebenaran filsafat yang diperoleh melalui kontemplasi mendalam oleh orang yang sangat terpelajar dan hasilnya diterima serta dipakai sebagai rujukan oleh masyarakat luas.
4. Sedangkan pada lapis kebenaran tertinggi adalah kebenaran religi yang diperoleh dari Yang Maha Pencipta melalui wahyu kepada para nabi serta diikuti oleh mereka yang meyakininya.
Kebenaran inderawi diperoleh berdasarkan pengalaman manusia melalui kontak panca indera terhadap lingkungan untuk memenuhi kebutuhan hidupnya dengan meningkatkan pengetahuannya.
Adapun ilmu pengetahuan pada dasarnya akan terus mengalami perkembangan dan bukanlah sesuatu yang sudah selesai dipikirkan. Ia merupakan suatu hal yang tidak mutlak karena kebenaran yang dihasilkan bersifat relatif, positf dan terbatas. Hal ini disebabkan karena ilmu pengetahuan tidak mempunyai alat lain dalam menguak rahasia alam kecuali indera dan kecerdasan (otak). Sehingga, hasil penelitian, penyelidikan dan percobaan ilmu pengetahuan yang lama, akan disisihkan oleh penelitian, penyelidikan dan percobaan baru yang dilakukan dengan metode-metode baru dan dengan perlengkapan-perlengkapan yang lebih sempurna.
Kebenaran ilmiah selalu terbuka bagi peninjauan kembali berdasarkan fakta dan data baru yang sebelumnya tidak diketahui. Kebenaran ilmiah tidak bergantung kepada siapa yang menyampaikan ilmu tersebut. Akan tetapi, ilmu itu sendiri akan mengoreksi atas dirinya sendiri. Jadi setiap ilmu pengetahuan pada dasarnya tidak lebih dari hipotesis-hipotesis yang senantiasa dapat diuji kembali.
Kebenaran filsafat merupakan kebenaran yang diperoleh dengan cara merenungkan atau memikirkan sedalam-dalamnya dan seluas-luasnya sesuatu yang mungkin ada. Kebenaran filsafat diterima sebagai pengetahuan yang benar walaupun bukti-buktinya tidak diperoleh dari pengalaman langsung atau konkrit, sebab pemikirannya melampaui pengalaman manusia. Didalam filsafat sendiri terdapat system dan berbagai corak yang masing-masing mencerminkan kebenaran dari sudut pandangnya yang satu dengan yang lain bisa berbeda.
Kebenaran religi dianggap sebagai kebenaran mutlak. Kepada kita hanya ada dua pilihan yaitu ambil atau tinggalkan; kalau kita mengambilnya atau menganutnya maka kita harus mengerjakan semua perintah atau ajarannya. Mulailah berkembang berbagai mazhab atau aliran dalam bidang agama dengan memberikan penafsiran terhadap apa yang telah diperintahkan secara tertulis. Kalau kebenaran religi saja memungkinkan adanya tafsir yang menimbulkan mazhab atau aliran tersendiri, apalagi dalam memperoleh kebenaran ilmiah.
Bagaimanapun suatu ilmu pengetahuan atau pengetahuan ilmiah itu diperoleh dengan memenuhi sifat ilmiah yaitu sistematis, metodis, obyektif dan univer pada dasarnya selalu akan mengalami perkembangan de ngan adanya penemuan-penemuan ilmu pengetahuan baru

C. Hakikat Ilmu Komunikasi
Dewasa ini ilmu komunikasi dianggap sangat penting, sehubungan dengan dampak sosial yang menjadi kendala bagi kemaslahatan umat manusia akibat perkembangan teknologi. Kehidupan manusia di dunia tidak dapat dilepaskan dari aktivitas komunikasi karena komunikasi merupakan bagian integral dari sistem dan tatanan kehidupan sosial manusia dan masyarakat.
Arti dari komunikasi adalah membuat kebersamaan atau membangun kebersamaan antara dua orang atau lebih. Komunikasi juga diartikan sebagai suatu pikiran, suatu makna, atau suatu pesan di anut secara sama. Secara istilah, komunikasi adalah suatu proses dengan mana suatu pesan dipindahkan atau dioperkan (lewat suatu saluran) dari suatu sumber (komunikator) kepada penerima (komunikan) dengan maksud mengubah perilaku.
Ilmu komunikasi, seperti juga antropologi atau sosiologi ,adalah disiplin ilmu deskriptif. Dalam sejarah pertumbuhanya, ilmu komunikasi berawal sejak retorika terlahir sebagai pengetahuan dan seni berbicara secara lisan, tatap muka dalam konteks publik. Ilmu dan seni dalam menyampaikan pesan ini kemudian berkembang bukan saja dalam tataran tatap muka dengan publik, melainkan juga melalui media massa.
Berdasarkan filsafat keilmuan, ilmu komunikasi dimaknai sebagai ilmu yang mempelajari penyampaian pesan antar manusia, dapat dinyatakan bahwa hakikat ilmu komunikasi mencoba mengkaji ilmu komunikasi dari segi ciri-ciri, cara perolehan, dan pemanfaatannya. Oleh karena itu, hakikat ilmu komunikasi mencoba untuk menjawab tiga pertanyaan pokok sebagai berikut:
1. Aspek ontologi. Pertanyaan yang menyangkut wilayah ini antara lain: Apakah ilmu komunikasi? Apakah yang ditelaah oleh ilmu komunikasi? Apakah objek kajiannya? Bagaimanakah hakikat komunikasi yang menjadi objek kajiannya?
2. Aspek Epistemologi. Pertanyaan yang menyangkut wilayah ini antara lain: Bagaimana proses yang memungkinkan ditimbanya pengetahuan menjadi ilmu? Bagaimanakah prosedurnya, metodologinya? Hal-hal apa yang harus diperhatikan agar bisa mendapat pengetahuan dan ilmu yang benar dalam hal komunikasi? Apa yang dimaksud dengan kebenaran? Apakah kriteria kebenaran dan logika kebenaran dalam konteks ilmu komunikasi?
3. Aspek Aksiologi. Pertanyaan yang menyangkut wilayah ini antara lain: Untuk apa ilmu komunikasi itu digunakan? Bagaimana kaitan antara cara penggunaan pengetahuan dan ilmu tersebut dengan kaidah-kaidah moral? Bagaimanakah kaitan ilmu komunikasi berdasarkan pilihan-pilihan moral?
Hal pokok yang dikaji oleh komunikasi adalah proses pernyataan antar manusia. Yang dinyatakan itu adalah pikiran atau perasaan seseorang kepada orang lain dengan menggunakan bahasa sebagai alat penyalurnya. Tegasnya komunikasi berarti penyampaian pesan oleh komunikator kepada komunikan, jika dianalisis pesan komunikasi terdiri dari dua aspek: yaitu isi pesan dan lambang (simbol). Konkritnya isi pesan itu adalah pikiran atau perasaan, Lambang adalah bahasa untuk menyampaikan pesan.
Jika seseorang salah komunikasinya (miscommunication), maka orang yang dijadikan sasaran mengalami salah persepsi (misperception), yang gilirannya salah Interpretasi (misinterpretation), berikutnya salah pengertian (misunderstanding) dan akibatnya akan menimbulkan salah perilaku (misbehavior).

D. Hakikat Kebenaran
Manusia sebagai makhluk yang berpikir berusaha untuk memenuhi rasa ngin tahunya. Keingintahuannya ini merupakan pertanyaan terhadap sesuatu yang perlu dicari jawabannya. Hasil dari pencarian jawaban ini berupa pengetahuan sesuai yang diharapkan yaitu pengetahuan yang benar (kebenaran).
Kebenaran adalah kenyataan adanya yang menampakkan diri sampai masuk akal. Maka kebenaran dapat dimengerti sebagai penyamaan akal dengan kenyataan. Itu terjadi pada taraf inderawi atau pada taraf akal-budi, akan tetapi tidak pernah sampai pada kesamaan yang sempurna. Ilmu-ilmu empiris mencoba mengejar kesamaan itu dengan aneka cara yang khas ada pada ilmu itu. Ilmu-ilmu pasti tidak langsung berkecimpung dalam usaha manusia menuju kebenaran tersebut, tetapi ilmu-ilmu pasti dapat memberi sumbangan positif kepada ilmu-ilmu di luar ilmu itu untuk makin dekat kepada kebenaran sejati (apapun itu sesungguhnya).
Pada dasarnya hakikat dari kebenaran yaitu mencari kebenaran yang sesunggguhnya dari suatu ilmu. Untuk dapat memberikan asumsi mengenai apa itu kebenaran terdapat tiga teori kebenaran yaitu :
1. Kebenaran korespondensi
Kebenaran korespondensi adalah teori yang berpandangan bahwa pernyataan-pernyataan adalah benar jika berkorespondensi terhadap fakta atau pernyataan yang ada di alam atau objek yang dituju pernyataan tersebut. Kebenaran atau suatu keadaan dikatakan benar jika ada kesesuaian antara arti yang dimaksud oleh suatu pendapat dengan fakta.. Misal, pernyataan bahwa Muhammad dalah putra Abdullah dinyatakan benar apabila Abdullah benar-benar mempunyai anak yang bernama Muhammad.
2. Kebenaran koherensi
Kebenaran koherensi adalah kebenaran yang didasarkan kepada kriteria koheren atau konsistensi. Suatu pernyataan disebut benar bila sesuai dengan jaringan komprehensif dari pernyataan-pernyataan yang berhubungan secara logis. Misal, pernyataan bahwa KH Hasyim Asy’ari adalah murid Syekh Kholil, dikatakan benar apabila telah ada pernyataan kebenaran bahwa Syekh Kholil mempunyai seorang murid dan KH Hasym Asy’ari adalah salah satu dari murid Syekh Kholil.
3. Kebenaran pragmatis
Kebenaran pragmatis adalah teori yang berpandangan bahwa arti dari ide dibatasi oleh referensi pada konsekuensi ilmiah, personal atau sosial. Benar tidaknya suatu dalil atau teori tergantung kepada berfaedah tidaknya dalil atau teori tersebut bagi manusia untuk kehidupannya. Misal, agama itu benar bukan dikarenakan Tuhan itu ada dan disembah oleh penganut agama, tetapi agama itu benar karena ia mempunyai dampak positif bagi masyarakat.
Jadi, jalan untuk mencari kebenaran terbentuk oleh kesesuaian hubungan antara fakta atau realitas, hubungan antara pernyataan-pernyataan itu sendiri dengan pernyataan yang dipercayai kebenarannya serta pernyataan itu mempunyai kegunaan. 


BAB III
PENUTUP

A. Kesimpulan
Berdasarkan uraian di atas, dapat kami simpulkan bahwa filsafat ilmu merupakan bagian dari filsafat bertugas mencoba menjawab beberapa pertanyaan mengenai hakikat ilmu secara rasional dalam menjelaskan kebenaran suatu ilmu. dengan mempelajari tentang teori pembagian ilmu, metode yang digunakan dalam ilmu, tentang dasar kepastian dan jenis keterangan serta implikasi dari suatu ilmu. Sehingga kebenaran suatu ilmu dapat diterima sebagai suatu ilmu pengetahuan yang dapat dipertanggungjwabkan secara ilmiah.
Adapun pengetahuan dapat disebut sebagai ilmu pengetahuan (pengetahuan ilmiah), apabila ia memenuhi sifat ilmiah sebagai syarat ilmu, yaitu sistematis, metodis, objektif, universal. Namun, syarat dari objek ilmu adalah harus bisa diverifikasi atau diuji sehingga dapat diterima kesahihannya oleh masyarakat luas. Ilmu pengetahuan pada dasarnya bersifat relative, positif dan terbatas, maka ia selalu akan mengalami perkembangan dan dimungkinkan akan mendapat kritik dengan adanya penemuan-penemuan ilmu pengetahuan yang baru.
Ilmu komunikasi pada hakikatnya adalah proses penyampaian pesan oleh komunikator kepada komunikan dalam memahami makna dari isi pesan melalui lambang (symbol) dari segi ciri-ciri, cara perolehan dan pemanfaatannya
Sedangkan hakikat dari kebenaran yaitu mencoba mencari kebenaran yang sesungguhnya dalam kaitannya menemukan ilmu pengetahuan yang benar dengan menggunakan teori korespondensi, koherensi, dan pragmatis.
Melalui ilmu pengetahuan diharapkan dakwah islam akan menemukan jalan kebenaran dengan mengenal filsafat suatu ilmu, penggunaan komunikasi dakwah serta mencari jawaban yang benar terhadap suatu ilmu secara rasional.

DAFTAR PUSTAKA

Dani Vardiansyah, Filsafat Ilmu Komunikasi: Suatu Pengantar, Jakarta: Indeks, 2008
Dani Vardiansyah. Pengantar Ilmu Komunikasi. Cet.1. Bogor: Ghalia Indonesia, 2004
Fathurrahman Djamil, Filsafat Hukum Islam, Cet.III, Jakarta : Logos Wacana Ilmu, 1999.
Inu Kencana Syafiie, Pengantar Filsafat, Bandung : Refika Aditama, 2004.
Onong Uchjana Effendy, Ilmu Komunikasi : Teori dan Praktek, Bandung : Remaja Rosdakarya, 2001
Pawito dan C Sardjono. Teori-Teori Komunikasi.Surakarta: Universitas Sebelas Maret, 1994
Yusuf Hadi Miarso, Menyingkap Tabir Kebenaran Ilmiah, Semnas TP Yogyakarta tgl 22 Agustus 2003
Agung Santoso, Pengetahuan Ilmiah dan Kajian Filsafat, www.google.com di akses tgl 21 Maret 2011
Sismana, Hakikat Kebenaran, www.google.com di akses tgl 21 Maret 2011
Yumei dan Yulia, Filsafat Ilmu, www.google.com di akses tgl 21 Maret 2010
Yusra Marasabessy,Filsafat Itu Energi Dan Ilmu Itu Cahaya,www.ngamumule-islam.blogspot.com di akses tgl 21 Maret 2011

Selasa, 05 April 2011

50 TAHUN SALAH PAHAM

Dikisahkan, disebuh gedung pertemuan yang amat
megah, seorang pejabat senior istana sedang
menyelenggarakan pesta ulang tahun perkawinannya
yang ke-50. Peringatan kawin emas itu ramai didatangi oleh
tamu-tamu penting seperti para bangsawan, pejabat istana,
pedagang besar serta seniman-seniman terpandang dari
seluruh pelosok negeri. Bahkan kerabat serta kolega dari
kerajaan-kerajaan tetangga juga hadir. Pesta ulang tahun
perkawinan pun berlangsung dengan megah dan sangat
meriah.
Setelah berbagai macam hiburan ditampilkan, sampailah pada
puncak acara, yaitu jamuan makan malam yang sangat mewah.
Sebelum menikmati jamuan tersebut, seluruh hadirin mengikuti
prosesi penyerahan hidangan istimewa dari sang pejabat istana
kepada istri tercinta. Hidangan itu tak lain adalah sepotong ikan
emas yang diletakkan di sebuah piring besar yang mahal. Ikan
emas itu dimasak langsung oleh koki kerajaan yang sangat
terkenal.
“Hadirin sekalian, ikan emas ini bukanlah ikan yang mahal.
Tetapi, inilah ikan kegemaran kami berdua, sejak kami menikah
dan masih belum punya apa-apa, sampai kemudian di usia
perkawinan kami yang ke-50 serta dengan segala keberhasilan
ini. Ikan emas ini tetap menjadi simbol kedekatan, kemesraan,
kehangatan, dan cinta kasih kami yang abadi,” kata sang pejabat
senior dalam pidato singkatnya.
Lalu, tibalah detik-detik yang istimewa yang mana seluruh
hadirin tampak khidmat menyimak prosesi tersebut. Pejabat
senior istana mengambil piring, lalu memotong bagian kepala
dan ekor ikan emas. Dengan senyum mesra dan penuh
kelembutan, ia berikan piring berisikan potongan kepala dan
ekor ikan emas tadi kepada isterinya. Ketika tangan sang isteri
menerima piring itu, serentak hadirin bertepuk tangan dengan
meriah sekali. Untuk beberapa saat, mereka tampak ikut
terbawa oleh suasana romantis, penuh kebahagiaan, dan
mengharukan tersebut.
Namun suasana tiba-tiba jadi hening dan senyap. Samar-samar
terdengar isak tangis si isteri pejabat senior. Sesaat kemudian,
isak tangis itu meledak dan memecah kesunyian gedung pesta.
Para tamu yang ikut tertawa bahagia mendadak jadi diam
menunggu apa gerangan yang bakal terjadi. Sang pejabat
tampak kikuk dan kebingungan. Lalu ia mendekati isterinya dan
bertanya “Mengapa engkau menangis, isteriku?”
Setelah tangisan reda, sang isteri menjelaskan “Suamiku…sudah
50 tahun usia pernikahan kita. Selama itu. aku telah dengan
melayani dalam duka dan suka tanpa pernah mengeluh. Demi
kasihku kepadamu, aku telah rela selalu makan kepala dan ekor
ikan emas selama 50 tahun ini. Tapi sungguh tak kusangka, di hari
istimewa ini engkau masih saja memberiku bagian yang sama.
Ketahuilah suamiku, itulah bagian yang paling tidak aku sukai.”
tutur sang isteri.
Pejabat senior terdiam dan terpana sesaat. Lalu dengan mata
berkaca-kaca pula, ia berkata kepada isterinya,” Isteriku yang
tercinta…50 tahun yang lalu saat aku masih miskin, kau bersedia
menjadi isteriku. Aku sungguh-sungguh bahagia dan sangat
mencintaimu. Sejak itu aku bersumpah pada diriku sendiri, bahwa
seumur hidup aku akan bekerja keras, membahagiakanmu,
membalas cinta kasih dan pengorbananmu.”
Sambil mengusap air matanya, pejabat senior itu melanjutkan,
“Demi Tuhan, setiap makan ikan emas, bagian yang paling aku
sukai adalah kepala dan ekornya. Tapi sejak kita menikah, aku rela
menyantap bagian tubuh ikan emas itu. Semua kulakukan demi
sumpahku untuk memberikan yang paling berharga buatmu.”
Sang pejabat terdiam sejenak, lalu ia melanjutkan lagi “Walaupun
telah hidup bersama selama 50 tahun dan selalu saling mencintai,
ternyata kita tidak cukup saling memahami. Maafkan saya, hingga
detik ini belum tahu bagaimana cara membuatmu bahagia.”
Akhirnya, sang pejabat memeluk isterinya dengan erat. Tamutamu
terhormat pun tersentuh hatinya melihat keharuan tadi dan
mereka kemudian bersulang untuk menghormati kedua
pasangan tersebut.
……………………

Arti cerita diatas:
Bisa saja, sepasang suami - isteri saling mencintai dan hidup
serumah selama bertahun-tahun lamanya. Tetapi jika di
antaranya tidak ada saling keterbukaan dalam komunikasi, maka
kemesraan mereka sesungguhnya rawan dengan konflik.
Kebiasaan memendam masalah itu cukup riskan karena seperti
menyimpan bom waktu dalam keluarga. Kalau perbedaan tetap
disimpan sebagai ganjalan dihati, tidak pernah dibiacarakan
secara tulus dan terbuka, dan ketidakpuasan terus
bermunculan, maka konflik akan semakin tak tertahankan dan
akhirnya bisa meledak. Jika keadaan sudah seperti ini, tentulah
luka yang ditimbulkan akan semakin dalam dan terasa lebih
menyakitkan.
Kita haruslah selalu membangun pola komunikasi yang terbuka
dengan dilandasi kasih, kejujuran, kesetiaan, kepercayaan,
pengertian dan kebiasaan berpikir positif

============================================
Sumber artikel, dari buku:
Sudarmono, Dr.(2010). Mutiara Kalbu Sebening Embun Pagi, 1001 Kisah Sumber Inspirasi. Yogyakarta: Idea Press. Volume 2. Hal. 349-350. ISBN 978-6028-686-938.
Design by Zay Arief