Kamis, 28 April 2011

Filsafat Dakwah : Pertautan Filsafat, Ilmu dan Dakwah

Oleh : Zaenal Arifin 

BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Balakang
Ketika manusia melihat atau mengalami suatu peristiwa, akan terdorong naluri ingin tahunya, ia pun akan bertanya: apakah ini? Dari mana datangnya? Apa sebabnya demikian? Mengapa demikian? dan sebagainya. Manusia yang semula tidak tahu, ia akan berusaha untuk mencari tahu kemudian mencari tahu, hingga keingintahuannya terpenuhi.
Manusia telah mendapat anugerah istemewa dari Sang Khaliq yang tak miliki oleh makhluk lain yaitu berupa akal. Keberadaan akal digunakan manusia untuk berpikir terhadap segala peristiwa yang pernah dialaminya. Manusia yang berpikir merupakan bukti keberadaan manusia yang membedakan dirinya dengan makhluk lain. Dengan berpikir manusia berusaha mencari tahu tentang segala sesuatu kejadian yang pernah dialaminya. Dari proses berpikir inilah manusia mencoba mencari jawaban dari rasa ingin tahunya berdasarkan pengalaman yang pernah dialaminya. Hasil dari pengalaman manusia telah menyimpulkan suatu pengetahuan yang menjadi pedoman hidupnya.
Jika keingintahuan manusia terpenuhi yaitu berupa pengetahuan, sementara waktu ia akan merasa puas. Namun, manusia memerlukan kaidah ilmu pengetahuan masih banyak hal yang mengelilingi manusia, baik yang tampak maupun yang tidak tampak, ada atau yang mungkin ada. Oleh karena itu, manusia mencoba melakukan berbagai penyelidikan terhadap pengetahuan yang sebenarnya. Hasil dari proses penyelidikan manusia melahirkan ilmu pengetahuan.
Manusia tidak berhenti disitu dalam mencapai suatu ilmu pengetahuan. Namun, ilmu pengetahuan masih diperlukan pemikiran yang lebih lanjut mengenai hakikatnya sebuah ilmu pengetahuan. Berarti suatu pengetahuan masih harus diuji kebenarannya. Hal ini kembali mendorong naluri ingin tahu manusia membuat pertanyaan lain yang terus bermunculan untuk berusaha mencari kebenaran dari suatu ilmu pengetahuan.
Dalam persepsi dakwah Islam, mengetahui ilmu pengetahuan menjadi sesuatu yang esensial. Islam telah mengajarkan umatnya untuk mempergunakan akal untuk berpikir dalam mengetahui suatu ilmu pengetahuan. Ilmu pengetahuan mencoba menjawab berbagai pertanyaan manusia yang dipikirkannya. Dalam kajian ajaran agama Islam pun diperlukan pemikiran yang lebih mendalam mengenai hakikat dari ilmu pengetahuan. Mengetahui ilmu pengetahuan akan mengetahui suatu kebenaran dakwah. Kebenaran dari suatu ilmu pengetahuan akan memudahkan pemahaman dalam dakwah dari seorang dai untuk menyampaikan pesan dakwah kepada mad’u. Hal ini penting dalam menunjang keberhasilan dakwah dalam menjalin komunikasi antar dai dengan mad’u, mengingat mad’u mempunyai berbagai karakteristik, sosiologis dan psikologis yang berbeda-beda.

B. Rumusan Masalah
Berdasarkan uraian di atas, dapat ditarik beberapa rumusan masalah untuk dibahas lebih lanjut diantaranya sebagai berikut :
1. Bagaimana pengertian filsafat ilmu?
2. Bagaimana pengertian pengetahuan ilmiah dan kebenaran ilmu?
3. Apa hakikat dari ilmu komunikasi?
4. Apa hakikat dari kebenaran? 


BAB II
PEMBAHASAN

A. Pengertian Filsafat Ilmu
Filsafat merupakan disiplin ilmu yang berusaha untuk menemukan suatu kebenaran melalui proses berpikir dan merasa sedalam-dalamnya terhadap segala sesuatu sampai kepada inti persoalan. Filsafat juga dapat diartikan sebagai suatu kecintaan kepada kebijaksanaan.
Filsafat bermula dari pertanyaan dan berakhir pada pertanyaan. Hakikat filsafat adalah bertanya terus-menerus, karenanya dikatakan bahwa filsafat adalah sikap bertanya itu sendiri. Dengan bertanya, filsafat mencari kebenaran. Namun, filsafat tidak menerima kebenaran apapun sebagai sesuatu yang sudah selesai. Yang muncul adalah sikap kritis, meragukan terus kebenaran yang ditemukan. Dengan bertanya, orang menghadapi realitas kehidupan sebagai suatu masalah, sebagai sebuah pertanyaan, tugas untuk digeluti, dicari tahu jawabannya.
Sedangkan ilmu berusaha menjelaskan tentang apa dan bagaimana alam sebenarnya dan bagaimana teori ilmu pengetahuan dapat menjelaskan fenomena yang terjadi di alam menurut peristiwa atau kejadian yang alami manusia.
Filsafat itu sendiri merupakan hasil dari proses pemikiran, sedangkan ilmu adalah usaha mencari kebenaran. Dapat diartikan, filsafat ilmu adalah pemikiran tentang kebenaran. Apakah benar itu benar? Kalau itu benar maka berapa kadar kebenarannya.? Apakah ukuran-ukuran kebenaran itu? Di mana otoritas kebenaran itu? Tujuan filsafat dan ilmu yakni sama-sama mencari kebenaran. Hanya saja filsafat tidak berhenti pada satu garis kebenaran, tetapi ingin terus mencari kebenaran kedua, ketiga dan seterusnya. Sedangkan ilmu kadang sudah merasa cukup puas dengan satu kebenaran dan bila ilmu itu disuntik dengan filsafat alias pemikiran maka ia akan bergerak maju untuk mencari kebenaran yang lain lagi.
Filsafat mempunyai peran penting dalam bidang keilmuan karena dalam filsafat kita bisa menjumpai pandangan-pandangan tentang apa saja tentang ilmu (kompleksitas, mendiskusikan dan menguji kesahihan dan akuntabilitas pemikiran serta gagasan-gagasan yang bisa dipertanggungjawabkan secara ilmiah dan intelektual).
Untuk dapat memahami arti dan makna dari filsafat ilmu, terdapat tiga aspek memberikan pengertian mengenai filsafat ilmu yaitu:
a. Aspek ontologi, yaitu berada dalam wilayah ada. Pertanyaan yang menyangkut wilayah ini antara lain: apakah objek yang ditelaah ilmu? Bagaimanakah hakikat dari objek itu? Bagaimanakah hubungan antara objek tadi dengan daya tangkap manusia yang membuahkan pengetahuan dan ilmu?
b. Aspek epistemologi, yaitu berada dalam wilayah pengetahuan. Pertanyaan yang menyangkut wilayah ini antara lain: bagaimanakah proses yang memungkinkan ditimbanya pengetahuan menjadi ilmu? Bagaimanakah prosedurnya?
c. Aspek aksiologi, yaitu berada dalam wilayah nilai. Pertanyaan yang menyangkut wilayah ini antara lain: untuk apa pengetahuan ilmu itu digunakan? Bagaimana kaitan antara cara penggunaannya dengan kaidah-kaidah moral? Bagaimana penentuan objek yang ditelaah berdasarkan pilihan-pilihan moral?
Secara sederhana dapat dikatakan bahwa filsafat ilmu adalah dasar yang menjiwai dinamika proses kegiatan memperoleh pengetahuan secara ilmiah. Dimana, filsafat ilmu merupakan landasan pemikiran dari ilmu bersangkutan, titik tolak bagaimana ilmu tersebut bermaksud mencapai tujuannya, filsafat yang bertemu dengan disiplin tertentu akan menjawab masalah-maslaah yang tidak dapat dijawab oleh disiplin yang bersangkutan.
Dengan demikian, filsafat ilmu bertugas mencoba menjawab beberapa pertanyaan mengenai hakikat ilmu secara rasional dalam menjelaskan kebenaran suatu ilmu. Diantaranya filsafat ilmu mempelajari tentang teori pembagian ilmu, metode yang digunakan dalam ilmu, tentang dasar kepastian dan jenis keterangan serta implikasi dari suatu ilmu. Sehingga kebenaran suatu ilmu dapat diterima sebagai suatu ilmu pengetahuan yang dapat dipertanggungjwabkan secara ilmiah.


B. Pengertian Pengetahuan Ilmiah dan Kebenaran Ilmu
1. Pengetahuan Ilmiah (Ilmu Pengetahuan)
Sebelum mengetahui, manusia terlebih dahulu melihat, mendengar, serta merasa segala yang ada di sekitarnya. Segala yang dilihat, didengar, dan dirasa itulah yang merangsang naluri ingin tahu seseorang. Sepanjang hidupnya, manusia akan dirangsang alam sekitarnya untuk tahu. Hal utama yang terkena rangsang adalah panca indera, yaitu penglihatan, penciuman, perabaan, pendengaran, serta pengecapan. Hasil persentuhan alam dengan panca indra disebut pengalaman. Ketika tersentuh rangsang, manusia akan bereaksi. Namun, pengalaman semata-mata tidak membuat seseorang menjadi tahu. Pengalaman hanya memungkinkan seseorang menjadi tahu. Hasil dari tahu disebut pengetahuan. Pengetahuan ada jika demi pengalamannya, manusia mampu mencetuskan pernyataan atau putusan atas objeknya. Dengan kata lain, orang yang tidak dapat memberi pernyataan atau putusan demi pengalamannya dikatakan tidak berpengetahuan.
Dalam perkembangannya, pengetahuan yang dihasilkan dari pengalaman manusia mengalami perkembangan sesuai dengan lingkungannya. Kemudian dikembangkan manusia untuk mengetahui keadaannya dan lingkungannnya, atau menyesuaikan lingkungannnya dengan dirinya dalam rangka strategi hidupnya. Pengetahuan dikembangkan berdasarkan analisis obyektif, lebih jauh hanya sekedar melalui keyakinan seseorang. Hasilnya, pengetahuan berkembang menjadi ilmu pengetahuan atau biasa disebut ilmu saja, didapat melalui akumulasi waktu yang berkembang sejajar dengan perkembangan kemajuan manusia.
Menurut Fathurrahman Djamil, dalam Ensiklopedia Indonesia bahwa pengetahuan merupakan kontak antara manusia sebagai subyek dengan obyek yang berupa permasalahan yang merasuk dalam pikiran manusia. Sedangkan ilmu pengetahuan adalah suatu system dari berbagai pengetahuan mengenai suatu lapangan pengalaman tertentu yang disusun sedemikian rupa, menurut asas-asas tertentu, sehingga menjadi kesatuan; suatu system dari berbagai pengetahuan didapatkan sebagai hasil pemeriksaan yang dilakukan secar teliti dengan mamakai metode tertentu.
Pengetahuan diperoleh secara sadar dan aktif, namun bersifat acak, yaitu tanpa metode, apalagi yang berupa intuisi, sehingga tidak dimasukkan dalam kategori sebagai ilmu. Sedangkan ilmu pengetahuan diperoleh secara sadar, aktif, sistematis, jelas prosesnya secara prosedural, metodis dan teknis, tidak bersifat acak, kemudian diakhiri dengan verifikasi atau diuji kebenaran (validitas) ilmiahnya.
Untuk memahami perbedaan antara pengetahuan dengan ilmu dinyatakan bahwa setiap pengetahuan belum tentu sebagai ilmu, tetapi setiap ilmu sudah pasti merupakan pengetahuan. Ada persyaratan ilmiah sesuatu dapat disebut sebagai ilmu. Sifat ilmiah sebagai persyaratan ilmu banyak terpengaruh paradigma ilmu-ilmu alam yang telah ada lebih dahulu. Ada 4 syarat agar pengetahuan dapat disebut ilmu, yaitu:
1. Sistematis, yaitu tersusun dalam sebuah rangkaian sebab akibat. Untuk mengetahui dan menjelaskan suatu objek, ilmu harus terurai dan terumuskan dalam hubungan yang teratur dan logis, sehingga membentuk suatu sistem, yang artinya utuh menyeluruh, terpadu, menjelaskan rangkaiansebab akibat menyangkut objeknya.
2. Metodis, yaitu cara. Dalam upaya mencapai kebenaran, selalu terdapat kemungkinan penyimpangan. Oleh karena itu, harus diminimalisasi. Konsekuensinya, harus terdapat cara tertentu untuk menjamin kepastian kebenaran.
3. Objektif, yaitu sesuai dengan objeknya. Ilmu harus memiliki objek kajian yang terdiri dari satu golongan masalah yang sama sifat hakikatnya, tampak dari luar maupun bentuknya dari dalam. Objeknya dapat bersifat ada, atau mungkin ada karena masih harus diuji keberadaannya. Dalam mengkaji objek, yang dicari adalah kebenaran, yaitu persesuaian tahu dengan objek, dan karena itu disebut kebenaran objektif, bukan berdasarkan subjek peneliti atau subjek penunjang penelitian.
4. Universal, yaitu secara keseluruhan (umum). Kebenaran yang hendak dicapai bukan yang tertentu saja, melainkan yang bersifat umum. Dengan kata lain, pengetahuan tentang yang khusus, yang tertentu saja tidak diinginkan. Pola pikir yang digunakan adalah pola pikir induktif, yaitu cara berpikir dari hal-hal khusus sampai pada kesimpulan umum. Contohnya, Segitiga lancip, jumlah sudutnya 180 derajat. Segitiga siku-siku, jumlah sudutnya 180 derajat. Segitiga tumpul, jumlah sudutnya 180 derajat. Maka, ditarik kesimpulan secara umum bahwa semua segitiga bersudut 180 derajat, apapun bentuk segitiga itu.
Dengan demikian, jika pengetahuan hendak disebut ilmu (pengetahuan ilmiah), ia harus memenuhi sifat ilmiah sebagai syarat ilmu, yaitu sistematis, metodis, objektif, universal. Syarat dari objek ilmu adalah harus bisa diverifikasi atau diuji.
2. Kebenaran Ilmu Pengetahuan
Patut dibahas langkah yang benar menuju kepada kebenaran ilmu pengetahuan. Seringkali kita ragu-ragu untuk menentukan apakah asumsi pikiran dapat dikategorikan sebagai salah satu pemikiran ilmiah yang bertujuan untuk memperoleh kebenaran ilmiah. Yusuf Hadi Miarso, Guru Besar Universitas Negeri Jakarta, menyatakan bahwa kebenaran dapat dibedakan dalam empat lapis yaitu :
1. Lapis paling dasar adalah kebenaran inderawi yang diperoleh melalui panca indera kita dan dapat dilakukan oleh siapa saja,
2. Lapis di atasnya adalah kebenaran ilmiah yang diperoleh melalui kegiatan yang sistematik, metodis, obyektif dan universal oleh mereka yang terpelajar.
3. Pada lapis di atasnya lagi adalah kebenaran filsafat yang diperoleh melalui kontemplasi mendalam oleh orang yang sangat terpelajar dan hasilnya diterima serta dipakai sebagai rujukan oleh masyarakat luas.
4. Sedangkan pada lapis kebenaran tertinggi adalah kebenaran religi yang diperoleh dari Yang Maha Pencipta melalui wahyu kepada para nabi serta diikuti oleh mereka yang meyakininya.
Kebenaran inderawi diperoleh berdasarkan pengalaman manusia melalui kontak panca indera terhadap lingkungan untuk memenuhi kebutuhan hidupnya dengan meningkatkan pengetahuannya.
Adapun ilmu pengetahuan pada dasarnya akan terus mengalami perkembangan dan bukanlah sesuatu yang sudah selesai dipikirkan. Ia merupakan suatu hal yang tidak mutlak karena kebenaran yang dihasilkan bersifat relatif, positf dan terbatas. Hal ini disebabkan karena ilmu pengetahuan tidak mempunyai alat lain dalam menguak rahasia alam kecuali indera dan kecerdasan (otak). Sehingga, hasil penelitian, penyelidikan dan percobaan ilmu pengetahuan yang lama, akan disisihkan oleh penelitian, penyelidikan dan percobaan baru yang dilakukan dengan metode-metode baru dan dengan perlengkapan-perlengkapan yang lebih sempurna.
Kebenaran ilmiah selalu terbuka bagi peninjauan kembali berdasarkan fakta dan data baru yang sebelumnya tidak diketahui. Kebenaran ilmiah tidak bergantung kepada siapa yang menyampaikan ilmu tersebut. Akan tetapi, ilmu itu sendiri akan mengoreksi atas dirinya sendiri. Jadi setiap ilmu pengetahuan pada dasarnya tidak lebih dari hipotesis-hipotesis yang senantiasa dapat diuji kembali.
Kebenaran filsafat merupakan kebenaran yang diperoleh dengan cara merenungkan atau memikirkan sedalam-dalamnya dan seluas-luasnya sesuatu yang mungkin ada. Kebenaran filsafat diterima sebagai pengetahuan yang benar walaupun bukti-buktinya tidak diperoleh dari pengalaman langsung atau konkrit, sebab pemikirannya melampaui pengalaman manusia. Didalam filsafat sendiri terdapat system dan berbagai corak yang masing-masing mencerminkan kebenaran dari sudut pandangnya yang satu dengan yang lain bisa berbeda.
Kebenaran religi dianggap sebagai kebenaran mutlak. Kepada kita hanya ada dua pilihan yaitu ambil atau tinggalkan; kalau kita mengambilnya atau menganutnya maka kita harus mengerjakan semua perintah atau ajarannya. Mulailah berkembang berbagai mazhab atau aliran dalam bidang agama dengan memberikan penafsiran terhadap apa yang telah diperintahkan secara tertulis. Kalau kebenaran religi saja memungkinkan adanya tafsir yang menimbulkan mazhab atau aliran tersendiri, apalagi dalam memperoleh kebenaran ilmiah.
Bagaimanapun suatu ilmu pengetahuan atau pengetahuan ilmiah itu diperoleh dengan memenuhi sifat ilmiah yaitu sistematis, metodis, obyektif dan univer pada dasarnya selalu akan mengalami perkembangan de ngan adanya penemuan-penemuan ilmu pengetahuan baru

C. Hakikat Ilmu Komunikasi
Dewasa ini ilmu komunikasi dianggap sangat penting, sehubungan dengan dampak sosial yang menjadi kendala bagi kemaslahatan umat manusia akibat perkembangan teknologi. Kehidupan manusia di dunia tidak dapat dilepaskan dari aktivitas komunikasi karena komunikasi merupakan bagian integral dari sistem dan tatanan kehidupan sosial manusia dan masyarakat.
Arti dari komunikasi adalah membuat kebersamaan atau membangun kebersamaan antara dua orang atau lebih. Komunikasi juga diartikan sebagai suatu pikiran, suatu makna, atau suatu pesan di anut secara sama. Secara istilah, komunikasi adalah suatu proses dengan mana suatu pesan dipindahkan atau dioperkan (lewat suatu saluran) dari suatu sumber (komunikator) kepada penerima (komunikan) dengan maksud mengubah perilaku.
Ilmu komunikasi, seperti juga antropologi atau sosiologi ,adalah disiplin ilmu deskriptif. Dalam sejarah pertumbuhanya, ilmu komunikasi berawal sejak retorika terlahir sebagai pengetahuan dan seni berbicara secara lisan, tatap muka dalam konteks publik. Ilmu dan seni dalam menyampaikan pesan ini kemudian berkembang bukan saja dalam tataran tatap muka dengan publik, melainkan juga melalui media massa.
Berdasarkan filsafat keilmuan, ilmu komunikasi dimaknai sebagai ilmu yang mempelajari penyampaian pesan antar manusia, dapat dinyatakan bahwa hakikat ilmu komunikasi mencoba mengkaji ilmu komunikasi dari segi ciri-ciri, cara perolehan, dan pemanfaatannya. Oleh karena itu, hakikat ilmu komunikasi mencoba untuk menjawab tiga pertanyaan pokok sebagai berikut:
1. Aspek ontologi. Pertanyaan yang menyangkut wilayah ini antara lain: Apakah ilmu komunikasi? Apakah yang ditelaah oleh ilmu komunikasi? Apakah objek kajiannya? Bagaimanakah hakikat komunikasi yang menjadi objek kajiannya?
2. Aspek Epistemologi. Pertanyaan yang menyangkut wilayah ini antara lain: Bagaimana proses yang memungkinkan ditimbanya pengetahuan menjadi ilmu? Bagaimanakah prosedurnya, metodologinya? Hal-hal apa yang harus diperhatikan agar bisa mendapat pengetahuan dan ilmu yang benar dalam hal komunikasi? Apa yang dimaksud dengan kebenaran? Apakah kriteria kebenaran dan logika kebenaran dalam konteks ilmu komunikasi?
3. Aspek Aksiologi. Pertanyaan yang menyangkut wilayah ini antara lain: Untuk apa ilmu komunikasi itu digunakan? Bagaimana kaitan antara cara penggunaan pengetahuan dan ilmu tersebut dengan kaidah-kaidah moral? Bagaimanakah kaitan ilmu komunikasi berdasarkan pilihan-pilihan moral?
Hal pokok yang dikaji oleh komunikasi adalah proses pernyataan antar manusia. Yang dinyatakan itu adalah pikiran atau perasaan seseorang kepada orang lain dengan menggunakan bahasa sebagai alat penyalurnya. Tegasnya komunikasi berarti penyampaian pesan oleh komunikator kepada komunikan, jika dianalisis pesan komunikasi terdiri dari dua aspek: yaitu isi pesan dan lambang (simbol). Konkritnya isi pesan itu adalah pikiran atau perasaan, Lambang adalah bahasa untuk menyampaikan pesan.
Jika seseorang salah komunikasinya (miscommunication), maka orang yang dijadikan sasaran mengalami salah persepsi (misperception), yang gilirannya salah Interpretasi (misinterpretation), berikutnya salah pengertian (misunderstanding) dan akibatnya akan menimbulkan salah perilaku (misbehavior).

D. Hakikat Kebenaran
Manusia sebagai makhluk yang berpikir berusaha untuk memenuhi rasa ngin tahunya. Keingintahuannya ini merupakan pertanyaan terhadap sesuatu yang perlu dicari jawabannya. Hasil dari pencarian jawaban ini berupa pengetahuan sesuai yang diharapkan yaitu pengetahuan yang benar (kebenaran).
Kebenaran adalah kenyataan adanya yang menampakkan diri sampai masuk akal. Maka kebenaran dapat dimengerti sebagai penyamaan akal dengan kenyataan. Itu terjadi pada taraf inderawi atau pada taraf akal-budi, akan tetapi tidak pernah sampai pada kesamaan yang sempurna. Ilmu-ilmu empiris mencoba mengejar kesamaan itu dengan aneka cara yang khas ada pada ilmu itu. Ilmu-ilmu pasti tidak langsung berkecimpung dalam usaha manusia menuju kebenaran tersebut, tetapi ilmu-ilmu pasti dapat memberi sumbangan positif kepada ilmu-ilmu di luar ilmu itu untuk makin dekat kepada kebenaran sejati (apapun itu sesungguhnya).
Pada dasarnya hakikat dari kebenaran yaitu mencari kebenaran yang sesunggguhnya dari suatu ilmu. Untuk dapat memberikan asumsi mengenai apa itu kebenaran terdapat tiga teori kebenaran yaitu :
1. Kebenaran korespondensi
Kebenaran korespondensi adalah teori yang berpandangan bahwa pernyataan-pernyataan adalah benar jika berkorespondensi terhadap fakta atau pernyataan yang ada di alam atau objek yang dituju pernyataan tersebut. Kebenaran atau suatu keadaan dikatakan benar jika ada kesesuaian antara arti yang dimaksud oleh suatu pendapat dengan fakta.. Misal, pernyataan bahwa Muhammad dalah putra Abdullah dinyatakan benar apabila Abdullah benar-benar mempunyai anak yang bernama Muhammad.
2. Kebenaran koherensi
Kebenaran koherensi adalah kebenaran yang didasarkan kepada kriteria koheren atau konsistensi. Suatu pernyataan disebut benar bila sesuai dengan jaringan komprehensif dari pernyataan-pernyataan yang berhubungan secara logis. Misal, pernyataan bahwa KH Hasyim Asy’ari adalah murid Syekh Kholil, dikatakan benar apabila telah ada pernyataan kebenaran bahwa Syekh Kholil mempunyai seorang murid dan KH Hasym Asy’ari adalah salah satu dari murid Syekh Kholil.
3. Kebenaran pragmatis
Kebenaran pragmatis adalah teori yang berpandangan bahwa arti dari ide dibatasi oleh referensi pada konsekuensi ilmiah, personal atau sosial. Benar tidaknya suatu dalil atau teori tergantung kepada berfaedah tidaknya dalil atau teori tersebut bagi manusia untuk kehidupannya. Misal, agama itu benar bukan dikarenakan Tuhan itu ada dan disembah oleh penganut agama, tetapi agama itu benar karena ia mempunyai dampak positif bagi masyarakat.
Jadi, jalan untuk mencari kebenaran terbentuk oleh kesesuaian hubungan antara fakta atau realitas, hubungan antara pernyataan-pernyataan itu sendiri dengan pernyataan yang dipercayai kebenarannya serta pernyataan itu mempunyai kegunaan. 


BAB III
PENUTUP

A. Kesimpulan
Berdasarkan uraian di atas, dapat kami simpulkan bahwa filsafat ilmu merupakan bagian dari filsafat bertugas mencoba menjawab beberapa pertanyaan mengenai hakikat ilmu secara rasional dalam menjelaskan kebenaran suatu ilmu. dengan mempelajari tentang teori pembagian ilmu, metode yang digunakan dalam ilmu, tentang dasar kepastian dan jenis keterangan serta implikasi dari suatu ilmu. Sehingga kebenaran suatu ilmu dapat diterima sebagai suatu ilmu pengetahuan yang dapat dipertanggungjwabkan secara ilmiah.
Adapun pengetahuan dapat disebut sebagai ilmu pengetahuan (pengetahuan ilmiah), apabila ia memenuhi sifat ilmiah sebagai syarat ilmu, yaitu sistematis, metodis, objektif, universal. Namun, syarat dari objek ilmu adalah harus bisa diverifikasi atau diuji sehingga dapat diterima kesahihannya oleh masyarakat luas. Ilmu pengetahuan pada dasarnya bersifat relative, positif dan terbatas, maka ia selalu akan mengalami perkembangan dan dimungkinkan akan mendapat kritik dengan adanya penemuan-penemuan ilmu pengetahuan yang baru.
Ilmu komunikasi pada hakikatnya adalah proses penyampaian pesan oleh komunikator kepada komunikan dalam memahami makna dari isi pesan melalui lambang (symbol) dari segi ciri-ciri, cara perolehan dan pemanfaatannya
Sedangkan hakikat dari kebenaran yaitu mencoba mencari kebenaran yang sesungguhnya dalam kaitannya menemukan ilmu pengetahuan yang benar dengan menggunakan teori korespondensi, koherensi, dan pragmatis.
Melalui ilmu pengetahuan diharapkan dakwah islam akan menemukan jalan kebenaran dengan mengenal filsafat suatu ilmu, penggunaan komunikasi dakwah serta mencari jawaban yang benar terhadap suatu ilmu secara rasional.

DAFTAR PUSTAKA

Dani Vardiansyah, Filsafat Ilmu Komunikasi: Suatu Pengantar, Jakarta: Indeks, 2008
Dani Vardiansyah. Pengantar Ilmu Komunikasi. Cet.1. Bogor: Ghalia Indonesia, 2004
Fathurrahman Djamil, Filsafat Hukum Islam, Cet.III, Jakarta : Logos Wacana Ilmu, 1999.
Inu Kencana Syafiie, Pengantar Filsafat, Bandung : Refika Aditama, 2004.
Onong Uchjana Effendy, Ilmu Komunikasi : Teori dan Praktek, Bandung : Remaja Rosdakarya, 2001
Pawito dan C Sardjono. Teori-Teori Komunikasi.Surakarta: Universitas Sebelas Maret, 1994
Yusuf Hadi Miarso, Menyingkap Tabir Kebenaran Ilmiah, Semnas TP Yogyakarta tgl 22 Agustus 2003
Agung Santoso, Pengetahuan Ilmiah dan Kajian Filsafat, www.google.com di akses tgl 21 Maret 2011
Sismana, Hakikat Kebenaran, www.google.com di akses tgl 21 Maret 2011
Yumei dan Yulia, Filsafat Ilmu, www.google.com di akses tgl 21 Maret 2010
Yusra Marasabessy,Filsafat Itu Energi Dan Ilmu Itu Cahaya,www.ngamumule-islam.blogspot.com di akses tgl 21 Maret 2011

0 komentar:

Posting Komentar

Design by Zay Arief