Senin, 29 April 2013

PROPOSAL SKRIPSI : Dakwah Kultural di Kampung Arar (Suatu Pendekatan Dakwah)

PROPOSAL SKRIPSI
Dakwah Kultural di Kampung Arar (Suatu Pendekatan Dakwah)

A. LATAR BELAKANG
Islam adalah agama rahmatan lil ‘alamin. Dimana ajarannya diperuntukkan bagi umat manusia secara keseluruhan. Ajaran Islam dapat berpengaruh bagi umat manusia dalam segala ruang lingkup kehidupannya, tidak memandang perbedaan ras, suku, warna kulit maupun kebangsaan. Hal ini dapat dilihat dalam historisitas Islam itu sendiri bahwa proses syiar Islam telah mampu menyatukan masyarakat semenanjung Arab hingga hampir seluruh penduduk dunia dengan latar belakang perbedaan historis maupun psikologis. Mayoritas umat manusia sebagai penduduk dunia mempunyai perbedaan latar belakang ruang dan waktu memiliki hubungan yang relevan antara ajaran Islam terhadap segala segi kehidupan manusia hingga saat ini. Sebagaimana misi ajaran Islam sendiri bersifat universal yang mencakup seluruh aspek kehidupan manusia, di mana pun dan kapan pun ia berada. Sifat universal ajaran Islam ini tertuang dalam firman Allah SWT dalam QS. Al-Anbiya’ [21]:107
 وَمَا أَرْسَلْنَاكَ إِلا رَحْمَةً لِلْعَالَمِينَ 
“Dan tiadalah Kami mengutus kamu, melainkan untuk (menjadi) rahmat bagi semesta alam.” 

Perkembangan agama Islam ke seluruh penjuru dunia tiada lain melalui perjuangan dakwah. Peranan dakwah ini dapat berjalan dengan memfungsikan kekhalifahan manusia di muka bumi ini sebagai para pengemban misi mensosialisasikan nilai-nilai Islam kepada seluruh umat manusia dalam mewujudkan cita-cita rahmatan lil ‘alamin. Hal ini selaras dengan perintah berdakwah adalah kewajiban, sebagaimana tercantum dalam QS. Ali Imran [3] : 104:
 وَلْتَكُنْ مِنْكُمْ أُمَّةٌ يَدْعُونَ إِلَى الْخَيْرِ وَيَأْمُرُونَ بِالْمَعْرُوفِ وَيَنْهَوْنَ عَنِ الْمُنْكَرِ وَأُولَئِكَ هُمُ الْمُفْلِحُونَ 
“Dan hendaklah ada di antara kamu segolongan umat yang menyeru kepada kebajikan, menyuruh kepada yang makruf dan mencegah dari yang munkar; merekalah orang-orang yang beruntung.” 

 Perintah dakwah tersebut dilakukan dengan membawa risalah Islam yang terkandung nilai-nilai humanis bagi umat manusia yang bersifat universal, mampu mengikuti perkembangan zaman dalam bingkai perubahan sosial. Diantara hakikat dakwah Islam adalah merupakan manifestasi rahmatan lil ‘alamin, yaitu sebagai upaya menjadikan sumber konsep bagi manusia di dunia ini di dalam meniti kehidupannya. Pertama, upaya menerjemahkan nilai-nilai normatif Islam yang global menjadi konsep-konsep operasional disegala aspek kehidupan manusia. Kedua, upaya mewujudkan konsep-konsep tersebut dalam kehidupan aktual, baik pada individu, keluarga maupun masyarakat. Hal ini perlu dilakukan melihat kondisi perkembangan peradaban manusia yang menyangkut segala lini kehidupan, yakni politik, sosial, ekonomi, budaya serta perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi yang selalu berubah. 

Substansi dakwah Islam dalam pengertiannya adalah kegiatan mengajak manusia kepada jalan Allah sebagai upaya mewujudkan nilai-nilai Islam dalam realitas kehidupan manusia, baik secara individu, keluarga maupun masyarakat. Upaya mewujudkan nilai-nilai Islam ini dilakukan melalui transformasi segala ajarannya yang bersumber dari al-Qur’an dan as-Sunnah, baik secara normatif maupun praktis. Dalam praktiknya, penanaman nilai-nilai Islam dapat dilakukan dengan berbagai pendekatan di berbagai bidang kehidupan manusia sebagai objek dakwah, terutama pada sisi sosio-kultural di masyarakat. Dimana pengertian ajaran Islam sendiri dalam paparannya, pengarahannya dan hukum syariatnya telah mengarahkan perhatiannya pada sisi manusiawi. Diantara dalam kajian ibadah banyak mengambil sisi manusiawi, seperti sholat dijadikan sebagai penolong, zakat harta benda dalam mengentaskan kemiskinan, puasa dalam mendidik kesabaran, maupun haji dilakukan sebagai pembelajaran umat manusia sebagai bentuk penghambaannya kepada Tuhannya. 

Selain itu, proses pengejawantahan ajaran Islam dilakukan tidak lepas dari memperhatikan kondisi kehidupan manusia sebagai sasaran dakwah itu sendiri, yakni bersifat adaptif. Sifat adaptif ini dilakukan dengan menyesuaikan kondisi objek dakwah ketika kegiatan dakwah berlangsung terhadap kebudayaan dan kepercayaan yang sudah berkembang lebih dulu di masyarakat. Sehingga aktivitas dakwah Islam akan berlangsung dengan baik apabila memperhatikan situasi dan kondisi sasaran dakwah dalam interaksi yang dinamis antara subjek dan objek dakwah dalam masyarakat. Dalam prosesnya, tidak bisa mengabaikan struktur sosial dan kondisi sosial budaya yang berkembang di masyarakat. Berangkat dari manusia sebagai makhluk kultural sangat erat hubungannya dengan kebiasaan, adat-istiadat atau tradisi yang dianutnya dalam suatu masyarakat tertentu. 

Kegiatan dakwah yang bersifat transformatif maupun adaptif dapat dilihat kembali secara historis melihat kultur bangsa Arab yang heterogen. Setidaknya dalam sejarah Islam yang dilakukan oleh Nabi Muhammad SAW berlangsung sekitar kurang lebih 23 tahun. Hal itu dilakukan Nabi dalam menyampaikan ajaran Islam di Mekah sekitar selama 13 tahun dan setelah hijrah di Madinah sekitar selama 10 tahun. Meskipun dalam proses tersebut disambut dengan berbagai tantangan dan penolakan oleh masyarakat Arab pada saat itu tidak menggentarkan Nabi untuk mundur dari tugas syiar Islam. Dimana kondisi masyarakat Arab saat itu terdiri dari berbagai suku, agama, kepercayaan hingga perbedaan historis maupus psikologis. Tidak serta merta Nabi mengajarkan Islam langsung memaksakan ajarannya kepada umatnya dengan latar belakang yang berbeda. Diantaranya, turunnya ayat al-Qur’an ditandai dengan asbabun nuzul, mencari waktu dan media yang tepat dalam kondisi peperangan, selain mengadakan usaha diplomatis, dan menyatukan umat muslim, Yahudi, Nasrani serta umat lainnya dalam bingkai negara Madinah. Hal ini yang menjadi titik tolak dalam pergerakan dakwah untuk dapat memanfaat segala bidang kehidupan manusia itu sendiri, terutama peranan sosio-kultul dalam masyarakat. Hingga hari ini, dibuktikan dengan Islam telah sampai kepada umat manusia di seluruh dunia pada masa era globalisasi ini. 

Dalam suatu waktu, ketika Nabi mengirimkan sahabat Mu’adz bin Jabal ke negeri Yaman ditanya sebelum keberangkatannya. Nabi memperhitungkan situasi sosial dengan segala problematukanya di negeri Yaman yang masih baru mengenal Islam. Oleh karenanya, persiapan dalam tantangan dakwah di wilayah baru sangat menunjang keberhasilan dakwah. Diantaranya Nabi mempertanyakan dengan dasar apa ia (Mu’adz bin Jabal) mengambil tindakan jika mendapatkan persoalan di medan dakwahnya, bahwa ia menjawab dengan al-Qur’an, as-Sunnah (transformatif) kemudian melalui ijtihad akal dan pikirannya (adaptif). 

Islam hadir di bumi Nusantara ini penyebarannya melalui kegiatan dakwah sebagaiupaya transformasi nilai-nilai ajarannya dilakukan dengan damai, baik melalui para pedagang muslim atau perkawinan dengan masyarakat pribumi serta peranan para ulama sebagai muballigh. Ajaran Islam mampu memikat para penduduk pribumi karena dengan mudah dipelajari dan diamalkan.Misalnya, konsep kejujuran dalam berdagang membawa pengaruh besar dalam bidang ekonomi, konsep cuci kaki (bersuci) ketika memasuki tempat ibadah mengajarkan kebersihan, dan dalam praktik-praktik yang lain. Selain itu, proses islamisasi di bumi Nusantara dapat dengan mudah diterima dengan melakukan adaptasi kultural masyarakat setempat. Misalnya, pemanfaatan gamelansebagai media dakwah oleh Sunan Bonang dan pertunjukan wayang kulit oleh Sunan Kalijaga di tanah Jawa. Hal itulah, yang mendukung persebaran ajaran Islam mudah diterima oleh masyarakat dan menancap kuat dalam benak masyarakat dengan sifatnya yang dinamis dengan kondisi masyarakat. 

Keberadaan Islam di Nusantara dengan keanekaragaman kultural (budaya) dalam masyarakat telah banyak dijadikan sebagai media pendekatan dakwah. Keterkaitan dakwah Islam dengan kultur sangat erat karena ajaran Islam telah menjadi bagian budaya, sedangkan budaya diadopsi oleh Islam untuk diluruskan praktik pelaksanaannya berdasarkan hukum syariat Islam. Hal tersebut dapat ditemukan di berbagai wilayah Nusantara, dari Sabang sampai Merauke memiliki hubungan erat antara dakwah dan budaya. Sebagaimana penyebaran Islam melalui pendekatan budaya telah menjadi bukti Islam telah menjadi agama mayoritas yang dianut oleh penduduk negara Indonesia. Berdasarkan fenomena di atas, peneliti merasa tertarik untuk mengadakan penelitian terhadap perjalanan dakwah Islam, khususnya di tanah Papua. Dalam hal ini, peneliti menemukan komunitas muslim masyarakat asli pribumi Papua yang hidup di sebuah pulau kecil yang disebut Pulau Arar. Dalam pulau Arar tersebut terbentuklah sebuah perkampungan muslim yang masih terpelihara berbagai kebudayaan dengan adanya akulturasi budaya nenek moyang dengan nilai-nilai Islam. Perlu adanya penelitian lebih lanjut mengenai nilai-nilai akulturasi budaya dengan perspektif Islam. Apakah percampuran kebudayaan tersebut sesuai dengan hukum syariat Islam. Jangan sampai pengamalan ajaran Islam dalam konteks budaya terjadi penyimpangan dari tujuan syariat Islam itu sendiri untuk ditegakkan dalam dunia dakwah Islam. 

B. RUMUSAN MASALAH 

Berdasarkan uraian di atas, dapat ditarik diperoleh pokok pemasalahan tentang penerapan dakwah dengan pendekatan kultural di kampung Arar antara kesesuaian syariat Islam atau tidak, dan dirumuskan masalah sebagai berikut: 
1. Bagaimana gambaran praktik dakwah kultural yang berada di kampung Arar? 
2. Bagaimana pengamalan praktikdakwah kultural tersebut dalam perspektif Islam? 

C. TUJUAN DAN MANFAATPENELITIAN 

1. Tujuan Penelitian Adapun tujuan dari penelitian ini adalah sebagai berikut: 
a. Untuk mengetahui gambaran praktik dakwah kultural yang berada di kampung Arar, sebagai kampung muslim telah melahirkan kultul Islam yang dianut oleh masyarakat dalam praktik kehidupan beragama. 
b. Untuk mengetahui apakah ada kesesuaian praktik dakwah kultural di kampung Arar dengan perspektif Islam, dimana dakwah kultural tersebut perlu dikaji secara obyektif berdasarkan al-Qur’an dan as-Sunnah. 

2. Manfaat Penelitian
Dari tujuan diadakannya penelitian di atas, diharapkan penelitian ini dapat dimanfaatkan untuk : 
a. Manfaat Teoritis 
1) Penelitian ini diharapkan dapat menemukan gambaran praktik dakwah kultural yang berlangsung di kampung Arar 
2) Penelitian in diharapkan dapat menemukan titik temu antara dakwah dengan pendekatan kultural ditinjau dari perspektif Islam 
b. Manfaat Praktis
Penelitian ini diharapkan dapat memberikan sumbangsih dalam wawasan keislaman melalui pengetahuan lebih mendalam terhadap dakwah dengan pendekatan kultural serta menghindari adanya penyimpangan ajaran Islam yang berada di lingkungan masyarakat muslim.
c. Penelitian ini dapat memberikan diskripsi dakwah secara kultural sebagai media transformasi ajaran Islam dan adaptasi ajaran Islam terhadap kultur yang berkembang di masyarakat. 

D. PENGERTIAN JUDUL 

Penelitian ini mengambil judul : “Dakwah Kultural di kampung Arar (Suatu Pendekatan Dakwah)”, dengan pengertian sebagai berikut: 
Dakwah adalah suatu kegiatan menyeru dan mengajak manusia kepada jalan Allah dalam rangka menyampaikan pesan-pesan ajaran Islam, baik dalam kehidupan individual maupun bermasyarakat untuk mencapai kebahagiaan di dunia dan di akhirat. 
Dalam praktiknya, dakwah memerlukan berbagai konsep yang tepat sasaran sesuai dengan kondisi sosio-kultural objek dakwah yang dihadapinya. Salah satu dalam proses dakwah dilakukan melalui pendekatan kultural, yaitu memanfaat kondisi budaya yang berkembang di masyarakat. Melalui sisi kultural ini dimaksud mencoba mengupas pemanfaatan kultul dalam kegiatan dakwah. Di sisi yang lain, manusia tidak bisa lepas dari kultur yang menjadi kesepakatan di ruang lingkup kehidupan masyarakatnya. 
Kampung Arar merupakan suatu kampung yang menghuni Pulau Arar, dimana masyarakat asli Papua yang mayoritas beragama Islam. Kampung Arar memiliki latar belakang historis dalam rangkaian panjang sejarah Islam di Nusantara, tentunya seiring dengan perkembangan kultur yang berkembang di masyarakat. 

E. KERANGKA TEORI 

1. Substansi Dakwah 
Dakwah secara bahasa berasal dari bahasa Arab yaitu دعا- يدعو- دعوة yang berarti seruan, panggila, undangan, atau doa. Dakwah secara istilah adalah mengajak manusia kepada jalan Allah secara menyeluruh sebagai upaya mewujudkan nilai-nilai Islam dalam realitas kehidupan pribadi, keluarga dan masyarakat dalam segala segi kehidupan sehingga terwujud khairul ummah. Adapun tujuan dakwah itu sendiri adalah mewujudkan kebahagiaan dan kesejahteraan hidup di dunia dan di akhirat yang menyampaikan nilai-nilai Islam. 
Enjang AS dan Aliyudin mengumpulkan beberapa rumusan dakwah oleh para ahli, diantaranya sebagai berikut : Pertama, dakwah merupakan proses pemberian motivasi untuk melakukan pesan dakwah (ajaran Islam). Kedua, dakwah merupakan proses penyebaran pesan dakwah dengan menggunakan metode, media, dan pesan yang disesuaikan situasi dan kondisi sasaran dakwah. Ketiga, dakwah merupakan pengorganisasian dan pemberdayaan sumber daya manusia dalam melakukan berbagai petunjuk ajaran Islam, menegakkan norma sosial budaya dan membebaskan manusia dari berbagai penyakit sosial. Keempat, dakwah merupakan sistem dalam menjelaskan kebenaran, kebaikan, petunjuk ajaran, menganalisis tantangn problema kebatilan dengan berbagai macam pendekatan, metode dan media agar objek dakwah mendapat kebahagiaan di dunia dan di akhirat. Kelima, dakwah merupakan urgensi pengamalan pesan dakwah sebagai tatanan hidup manusia hamba Allah dan khalifah-Nya di muka bumi. Keenam, dakwah merupakan sebuah profesionalisme, yakni kegiatan yang memerlukan keahlian dan memerlukan penguasaan pengetahuan. 

Berdasarkan pengertian di atas, dakwah secara singkat adalah suatu kegiatan dalam penyampaian ajaran Islam dengan menggunakan berbagai pendekatan dalam ruang lingkup kehidupan manusia sebagai objek dakwah, menggunakan metode dan media yang tepat dengan melihat kondisi dan sistuasi sasaran dakwah. Secara substansial, dakwah yaitu mengajak kepada jalan Allah. 

2. Kultural sebagai Pendekatan 
Dakwah Kultur atau disebut dengan kebudayaan adalah hasil kegiatan dan penciptaan batin (akal budi) manusia (seperti kepercayaan, kesenian, dan adat istiadat). Kebudayaan adalah hasil cipta, rasa dan karsa manusia dengan pemanfaatan akal sebagai sumber berpikir. Kebudayaan adalah segala sesuatu yang dihasilkan oleh rekayasa manusia terhadap potensi fitrah terhadap tata nilai kehidupan dan potensi alam dalam rangka meningkatkan kualitas kemanusiaannya dalam pemenuhan kebutuhan hidupnya. Dalam realitanya, manusia dan kebudayaan merupakan dua hal yang tidak bisa dipisahkan. Hal ini karena manusia merupakan sumber kebudayaannya itu sendiri. Sehingga tidak mungkin ada kebudayaan tanpa adanya manusia. 

Di sisi yang lain, manusia secara fitrahnya memiliki potensi kecenderungan untuk beragama. Oleh karenanya, ketika datang wahyu Tuhan yang menyeru manusia agar beragama yang sejalan dengan fitrahnya. Sebagaimana firman Allah dalam QS. Ar-Ruum [30] : 
30 فَأَقِمْ وَجْهَكَ لِلدِّينِ حَنِيفًا فِطْرَةَ اللَّهِ الَّتِي فَطَرَ النَّاسَ عَلَيْهَا لا تَبْدِيلَ لِخَلْقِ اللَّهِ ذَلِكَ الدِّينُ الْقَيِّمُ وَلَكِنَّ أَكْثَرَ النَّاسِ لا يَعْلَمُونَ 
“Maka hadapkanlah wajahmu dengan lurus kepada agama (Allah); (tetaplah atas) fitrah Allah yang telah menciptakan manusia menurut fitrah itu. Tidak ada perubahan pada fitrah Allah. (Itulah) agama yang lurus; tetapi kebanyakan manusia tidak mengetahui,” 

Potensi beragama pada diri manusia secara historis telah membuktikan bahwa manusia primitif sebelum mengenal informasi adanya ketuhanan, mereka mempercayai adanya Tuhan meskipun terbatas dengan daya khayalnya. Selain itu, manusia memiliki latar belakang kelemahan dan kekurangan pada dirinyauntuk menemukan ketenangan batin dari luar dirinya bahwa jalan keluarnya adalah melalui beragama, yakni memerlukann kekuatan di luar dirinya. 

Adapun hubungan manusia dengan kebudayaan dan agama adalah bagaimana sikap manusia mengambil nilai-nilai dasar yang terkandung dalam kebudayaan dan agama sebagai rujukan esensial bagi kehidupan bermasyarakat. Hubungan kebudayaan dan agama memiliki cara pandang tersendiri menurut para ahli : Pertama, kebudayaan merupakan bagian dari agama yang mempengaruhi cara pandang manusia melihat agama dan budaya. Budaya dijadikan sebagai aktualisasi tingkah laku dalam beragama. Kedua, agama merupakan bagian dari kebudayaan, yaitu agama dipersamakan dengan mitos, legenda, atau dongeng sebagai bagian dari tradisi masyarakat. Nilai agama diartikulasikan dalam berbagai bentuk budaya, baik dalam arti proses maupun produk. 

Dalam perspektif Islam, manusia dalam mensosialisasikan dirinya telah melahirkan kebudayaan dengan dianjurkan untuk dapat mengambil nilai-nilai Ilahiyah sebagai sumber kehidupannya. Manusia dipandang sebagai subjek pengejawantahan nilai-nilai Ilahiyah sehingga membentuk kultur agama. Sebaliknya, kultur yang berkembang di masyarakat dibina dan dikembangkan dengan diwarnai nilai-nilai Ilahiyah sebagai sasaran dakwah Islam. Hal ini menunjukkan adanya hubungan erat antara kultur manusia yang digunakan sebagai salah satu pendekatan dakwah yang potensial dalam menyampaikan nilai-nilai ajaran Islam. Selanjutnya, potensi manusia dalam melahirkan kebudayaan digunakan sebagai media untuk memahami pesan dakwah (ajaran Islam) yang terdapat pada tatanan empiris atau pesan dakwah tersebut tampil dalam bentuk pengamalan formal yang menggejala di masyarakat. 

Pengamalan ajaran Islam yang terdapat di masyarakat tersebut diproses oleh penganutnya dari sumber ajaran Islam, sehingga ajaran Islam menjadi membudaya di kalangan masyarakat. Selain itu, pengamalan ajaran Islam tidak lepas dari memperhatikan kebudayan yang berkembang di masyarakat, yakni dengan melalui pemahaman terhadap budaya, seseorang akan dapat mengamalkan ajaran agama Islam itu sendiri sebagai proses adaptasi. Hal ini yang membuktikan bahwa ajaran Islam rahmatan lil ‘alamin yang bersifat universal dapat berlangsung dimana dan kapan pun ia berada. 

Perhatian dakwah Islam dengan pendekatan kultural adalah merupakan salah satu proses dakwah yang diimplementasikan Nabi Muhammad SAW dalam penyampaian ajaran Islam kepada umat manusia. Dimana kegiatan dakwah Nabi SAW dilakukan dengan lemat lembut, tidak bersikap keras serta tidak bertindak kasar pada umatnya sebagai objek dakwah, sehingga dapat menghindarkan mereka untuk menjauhkan diri dari pesan dakwah yang disampaikan oleh sang Rasul. Sebagaimana firman Allah QS. Ali Imran [3] : 159 فَبِمَا رَحْمَةٍ مِنَ اللَّهِ لِنْتَ لَهُمْ وَلَوْ كُنْتَ فَظًّا غَلِيظَ الْقَلْبِ لانْفَضُّوا مِنْ حَوْلِكَ ... 
“Maka disebabkan rahmat dari Allah-lah kamu berlaku lemah-lembut terhadap mereka. Sekiranya kamu bersikap keras lagi berhati kasar, tentulah mereka menjauhkan diri dari sekelilingmu....” 

3. Islam dan Sumber Ajarannya 
Islam menurut bahasa berasal dari bahasa Arab yaitu kata salima yang mengandung arti selamat atau damai. Dari kata salima selanjutnya diubah menjadi bentuk aslama yang berarti berserah diri masuk dalam kedamaian. Islam juga mengandung arti patuh, tunduk, taat dan berserah diri kepada Tuhandalam upaya mencari keselamatan dan kebahagiaan hidup. Sedangkan Islam menurut istilah adalah agama yang ajaran-ajarannya diwahyukan oleh Tuhan kepada umat manusia melalui Nabi Muhammad SAW sebagai Rasul. Islam dalam misi ajarannya adalah mengajak manusia kepada jalan Allah SWT untuk mencapai kebahagiaan di dunia dan di akhirat. Dalam hal ini, ajaran Islam dapat membawa manusia kepada kehidupan yang lebih baik selaras dengan citra ajarannya yaitu rahmatan lil ‘alamin. Sehingga keberadaan manusia sebagai khalifah di bumi memiliki pedoman dalam menghadapi problematika kehidupan sebagai sumber nilai dan pandangan hidup. 

Aktualisasi Islam rahmatan lil ‘alamin ini menjadi sifat universalisme ajarannya yang terintegritas dalam akidah, syariah dan akhlak. Dimana antara satu dan yang lainnya terdapat hubungan yang saling berkaitan dan semuanya berfokus pada keesaan Allah SWT atau bertauhid. Ajaran tauhid inilah yang menjadi inti, awal dan akhir dari seluruh ajaran Islam. Ketiga aspek di atasd alam operasionalnya bersumber kepada al-Qur’an dan as-Sunnah sebagai pedoman manusia dalam segala segi kehidupannya. Dua sumber pokok tersebut yang mengatur kehidupan manusia dengan cermat, baik yang berhubungan dengan Allah, maupun yang berhubungan dengan sesama manusia dan alam sekitarnya. Seluruh ajaran tersebut, baik akidah, syariah maupun akhlak, bertujuan untuk membebaskan manusia dari berbagai belenggu penyakit mental-spiritual dan stagnasi berpikir, serta mengatur tingkah laku perbuatan manusia secara tertib agar tidak terjerumus ke lembah kehinaan dan keterbelakangan, sehingga tercapai kesejahteraan dan kebahagiaan hidup, baik di dunia maupun di akhirat. 

Sinkronitas ketiga aspek tersebut merupakan sifat universalisme Islam sebagai rahmatan lil ‘alamin. Menurut Abudin Nata, al-Qur’an adalah kitab suci yang isinya mengandung firman Allah SWT, turunnya secara bertahap melalui malaikat Jibril, pembawanya Nabi Muhammad SAW, yang susunannya dimulai dari surat al-Fatihah dan diakhiri dengan surat al-Nas, bagi yang membacanya bernilai ibadah, fungsinya antara lain sebagai bukti kerasulan Nabi SAW, keberadaannya hingga kini masih tetap terpelihara dengan baik, dan pemasyarakatannya dilakukan secara berantai dari satu generasi ke generasi yang lain dengan tulisan maupun lisan. Sedangkan as-Sunnah adalah segala sesuatu yang disandarkan kepada Nabi Muhammad SAW baik berupa ucapan, perbuatan maupun ketetapannya. As-Sunnah memiliki fungsi sebagai penjelas atau penafsir isi kandungan al-Qur’an yang bersifat global (umum), bahwa diantara isi kandungan al-Qur’an memerlukan spesifikasi terkait pengamalan ajaran Islam yang terkandung didalamnya. Kemudian, dari kedua sumber pokok ajaran Islam di atas, dalam pengaplikasiannya melahirkan hukum atau perundang-undangan (syariah) yang mengatur tata cara manusia dalam berhubungan dengan Allah (vertikal) dan hubungan antar sesama manusia (horizontal), yang disebut dengan tata cara beribadah. Aspek syariah ini disosialisasikan oleh aspek akhlak yang meliputi cara, tata kelakuan, dan kebiasaan dalam bersosialisasi dan berinteraksi, baik dalam hubungan ekonomi, politik, budaya, berkeluarga, bertetangga, dan sebagainya. 

Dalam praktiknya, pengamalan ajaran Islam dalam konteks peribadatan (syariah) diaplikasikan oleh penganutnya secara mutlak sesuai sumbernya secara langsung sebagai upaya transformasi ajaran Islam kepada umatnya. Di sisi yang lain, proses pengamalan ajaran Islam telah mengalami variasi dan pelaksanaannya bersifat fleksibel disesuaikan dengan situasi dan kondisi dimana dan kapan pun keberadaanya. Aplikasi ajaran Islam dalam pengamalan selalu perlu ditinjau dari sumbernya, yaitu al-Qur’an dan as-Sunnah. Sehingga proses pengamalannya tidak lepas dari jalur aspek akidah, syariah dan akhlak sebagai pokok ajaran Islam. Proses pengejawantahan ajaran Islam tersebut memerlukan proses kajian yang tepat dan cermat, baik dalam tata cara, tata kelakuan dan tata kebiasaan sesuai dari sumbernya. 

F. METODOLOGI PENELITIAN 

1. Lokasi Penelitian
Lokasi penelitian ini dilakukan pada sebuah kampung muslim warga asli Papua yang terletak di Pulau Arar Distrik Mayamuk Kabupaten Sorong. Alasan peneliti mengambil lokasi tersebut karena keinginan kuat dalam menelusuri wawasan keislaman khususnya di tanah Papua. Disamping itu, masyarakat muslim kampung Arar merupakan gambaran umat muslim yang menjunjung tinggi keramahan dan toleransi terhadap pendatang, sehingga setiap orang yang datang lebih mudah berinteraksi dengan sesama warganya. Selain itu, peneliti sudah cukup akrab dengan beberapa nara sumber utama sehingga mempermudah menemukan data dalam penelitian. Subjek penelitian ini merupakan masyarakat muslim kampung Arar secara umum yang dimotori oleh tokoh agama sebagai responden, sekaligus dapat diperoleh dengan interaksi langsung dengan warga masyarakat. 

2. Sumber Data Penelitian
Sumber data penelitian ini diambil langsung dari para responden melalui wawancara dan observasi langsung sebagai data primer, hal ini dikarenakan informasi dari para responden merupakan sumber valid dari penelitian ini. Sedangkan data sekunder diambil dari telaah buku-buku, maupun sumber lainnya sebagai data pendukung. 

3. Metode Pengumpulan Data
Metode pengumpulan data yang digunakan peneliti dalam penelitian ini dalam bentuk kualitatif, yakni sebagai berikut : a. Observasi lapangan, yaitu melihat langsung proses dakwah dalam konteks kultural yang terjadi di lokasi penelitian b. Wawancara-mendalam kepada responden tentang proses dakwah dengan pendekatan kultural yang berlangsunglokasi penelitian dengan mengajukan pertanyaan yang sistematis dan merekam informasi dari responden. c. Dokumentasi yang diambil dalam proses penelitian berkaitan dengan kegiatan dakwah kultural yang berkembang di lokasi penelitian. 

4. Analisis Data 
Berdasarkan tujuan dari penelitian ini, peneliti menggunakan analisis deskriptif-analitik, yaitu mendiskripsikan dan menganalisa semua hal yang menjadi fokus dalam penelitian ini dengan menggunakan pendekatan berpikir deduktif-induktif. Semua ini dilakukan untuk mencapai kesimpulan yang utuh berdasarkandata yang diperoleh dilapangan yang merupakan hasil interaksi antara peneliti dan subjek penelitian, yakni berupa individu maupun kondisi sosial yang ada. Karena itu, data yang dideskripsikan peneliti merupakan hasil rekonstruksi dari apa yang teramati dengan perpaduan data-data pendukung dalam kegiatan penelitian. Dalam analisis data kualitatif ini, peneliti mengambil langkah-langkah sebagai berikut: 
 a) Membuat catatan lapangan. Langkah ini adalah proses mencatat, merekam, memotret apa yang didengar dan dilihat dilapangan, sebagai hasil wawancara mendalam, pengamatan dan atau membaca dokumen. 
b) Membuat catatan penelitian. Dalam proses ini, peneliti menulis kembali semua yang diperoleh menjadi catatan yang lebih rapi. 
c) Mengelompokkan data sejenis. 
d) Melakukan interpretasi dan penguatan untuk mendapatkan konsep dan atau hubungan antarkonsep sebagai kesimpulan.

G. SISTEMATIKA PENULISAN 

Adapun sistematika penulisan pada penelitian ini adalah suatu gambaran awal dari keseluruhan isi pembahasan ini; 
 Pada bab pertama merupakan bab pendahuluan yang mengemukakan tentang (1) latar belakang pengambilan judul, (2) rumusan masalah, (4)tujuan dan manfaat penelitian, (5) pengertian judul, (6) sistematika penulisan. 
 Bab kedua, membahas tentang landasan teori yang meliputi substansi dakwah, pendekatan dakwah melalui kultural, Islam dan sumber ajarannya sebagai pesan dakwah. 
Bab ketiga, membahas tentang metodologi penelitian, yang di dalamnya menguraikan letak lokasi penelitian, sumber pengambilan data, bagaimana teknik dalam mengumpulkan data, serta teknik menganalisis data. 
Sedangkan bab keempat berupa pembahasan hasil penelitian, yaitu bagaimana gambaran praktik dakwah kultural di kampung Arar, adakah kesesuaian kegiatan dakwah kultural dalam perspektif Islam. Adapun bab kelima adalah penutup yang berisi kesimpulan dari pembahasan hasil penelitian ini, yang diakhiri dengan kritik dan masukan dari pembaca guna melengkapi penelitian ini.   

DAFTAR PUSTAKA 

Abudin Nata, Metodologi Studi Islam, Jakarta : Rajawali Press, 2011. 
Aceng Abdul Azis, dkk, Islam Ahlussunnah Waljama’ah di Indonesia: Sejarah, Pemikiran, dan Dinamika Nahdlatul Ulama,Jakarta: Pustaka Ma’arif NU, 2007.
Ahmad Warson Munawwir, Kamus al-Munawwir: Kamus Arab-Indonesia, Surabaya: Pustaka Progressif, 1997.
Ali Anwar Yusuf, Wawasan Islam, Bandung : Pustaka Setia, 2002.
Asep Saeful Muhtadi dan Agus Ahmad Safei, Metode Penelitian Dakwah, Bandung : Pustaka Setia, 2003. 
Bisri M. Djaelani, Ensiklopedi Islam, Yogyakarta : Panji Pustaka, 2007. 
Departemen Agama RI, Al-Qur’an dan Terjemahnya, Bandung : Diponegoro, 2008. 
Enjang AS dan Aliyudin , Dasar-Dasar Ilmu Dakwah, Bandung: Widya Padjadjaran, 2009. 
--------------- dan Hajir Tajiri, Etika Dakwah, Bandung : Widya Padjadjaran, 2009. 
Hamidi, Metode Penelitian Kualitatif; Pendekatan Praktis Penulisan Proposal dan Laporan Penelitian, Malang: UMM Press, 2010. 
Harun Nasution, Islam Ditinjau dari Berbagai Aspeknya, Jilid I, Jakarta : UI Press, 1985. 
Husaini Usman dan Purnomo Setiadi Akbar, Metodologi Penelitian Sosial, Jakarta: Bumi Aksara, 1996. 
Lexy J. Moleong, Metodologi Penelitian Kualitatif, Bandung: Remaja Rosda Karya, 2000. 
Maulana Muhuhammad Ali, Islamologi (Dinul Islam), Jakarta : Ikhtiar Baru Van Hoeve, 1980. 
Muhammad al-Ghazali, Fiqhus Sirah, penerjemah : Achmad Sunarto, Semarang : As-Syifa’, 1993. 
Rohiman Notowidagdo, Ilmu Budaya Dasar Berdasarkan al-Qur’an dan Hadits,Jakarta : RajaGrafindo Persada, 2000. 
Samsul Munir Amin, Ilmu Dakwah, Jakarta : Amzah, 2009. 
-------------------------, Rekonstruksi Pemikiran Dakwah Islam, Jakarta : Amzah, 2008. 
Tim Penyusun Kamus Pusat Bahasa, Kamus Bahasa Indonesia, Jakarta:Pusat Bahasa,2008. 
Tobroni dan Syamsul Arifin, Islam, Pluralisme Budaya dan Politik : Refleksi Teologi untuk Aksi dalam Keberagamaan dan Pendidikan, Yogyakarta : Sipress, 1994. 
Yusuf al-Qardhawi, Menuju Pemahaman Islam Kaffah, penerjemah : Saiful Hadi, Jakarta : Insan Cemerlang, 2003.

Terima Kasih Ayah, Betapa Miskinnya Kita

Suatu ketika seseorang yang sangat kaya mengajak anaknya mengunjungi sebuah kampung dengan tujuan utama memperlihatkan kepada anaknya betapa orang-orang bisa sangat miskin. Mereka menginap beberapa hari di sebuah daerah pertanian yang sangat miskin. Pada perjalanan pulang, sang Ayah bertanya kepada anaknya. "Bagaimana perjalanan kali ini?"
"Wah, sangat luar biasa Ayah"
"Kau lihatkan betapa manusia bisa sangat miskin" kata ayahnya.
"Oh iya" kata anaknya 
"Jadi, pelajaran apa yang dapat kamu ambil?" tanya ayahnya. 
Kemudian si anak menjawab. "Saya saksikan bahwa : Kita hanya punya satu anjing, mereka punya empat. Kita punya kolam renang yang luasnya sampai ketengah taman kita dan mereka memiliki telaga yang tidak ada batasnya. Kita mengimpor lentera-lentera di taman kita dan mereka memiliki bintang-bintang pada malam hari. Kita memiliki pagar sampai ke halaman depan, dan mereka memiliki cakrawala secara utuh. Kita memiliki sebidang tanah untuk tempat tinggal dan mereka memiliki ladang yang melampaui pandangan kita. Kita punya pelayan-pelayan untuk melayani kita, tapi mereka melayani sesamanya. Kita membeli untuk makanan kita, mereka menumbuhkannya sendiri. Kita mempunyai tembok untuk melindungi kekayaan kita dan mereka memiliki sahabat-sahabat untuk saling melindungi." 
Mendengar hal ini sang Ayah tak dapat berbicara. 
Kemudian sang anak menambahkan "Terima kasih Ayah, telah menunjukkan kepada saya betapa miskinnya kita." 
Sebenarnya... Betapa seringnya kita melupakan apa yang kita miliki dan terus memikirkan apa yang tidak kita punya. Apa yang dianggap tidak berharga oleh seseorang ternyata merupakan dambaan bagi orang lain. Semua ini berdasarkan kepada cara pandang seseorang. Membuat kita bertanya apakah yang akan terjadi jika kita semua bersyukur kepada Tuhan sebagai rasa terima kasih kita atas semua yang telah disediakan untuk kita daripada kita terus menerus khawatir untuk meminta lebih.

Wortel , Telur, Kopi

Seorang anak mengeluh pada ayahnya mengenai kehidupannya dan menanyakan mengapa hidup ini terasa begitu berat baginya. Ia tidak tahu bagaimana menghadapinya dan hampir menyerah. Ia sudah lelah untuk berjuang. Sepertinya setiap kali satu masalah selesai, timbul masalah baru. 
Ayahnya, seorang koki, membawanya ke dapur. Ia mengisi 3 panci dengan air dan menaruhnya di atas api. Setelah air di panci-panci tersebut mendidih. Ia menaruh wortel di dalam panic pertama, telur di panci kedua dan ia menaruh kopi bubuk di panci terakhir. Ia membiarkannya mendidih tanpa berkata-kata. Si anak membungkam dan menunggu dengan tidak sabar, memikirkan apa yang sedang dikerjakan sang ayah. Setelah 20 menit, sang ayah mematikan api. Ia menyisihkan wortel dan menaruhnya di mangkuk, mengangkat telur dan meletakkannya di mangkuk yang lain, dan menuangkan kopi di mangkuk lainnya. 
Lalu ia bertanya kepada anaknya, "Apa yang kau lihat, nak?" "Wortel, telur, dan kopi" jawab si anak. Ayahnya mengajaknya mendekat dan memintanya merasakan wortel itu. Ia melakukannya dan merasakan bahwa wortel itu terasa lunak. Ayahnya lalu memintanya mengambil telur dan memecahkannya. Setelah membuang kulitnya, ia mendapati sebuah telur rebus yang mengeras. Terakhir, ayahnya memintanya untuk mencicipi kopi. Ia tersenyum ketika mencicipi kopi dengan aromanya yang khas. 
Setelah itu, si anak bertanya, "Apa arti semua ini, Ayah?" Ayahnya menerangkan bahwa ketiganya telah menghadapi kesulitan yang sama, perebusan, tetapi masing- masing menunjukkan reaksi yang berbeda. Wortel sebelum direbus kuat, keras dan sukar dipatahkan. Tetapi setelah direbus, wortel menjadi lembut dan lunak. Telur sebelumnya mudah pecah. Cangkang tipisnya melindungi isinya yang berupa cairan. Tetapi setelah direbus, isinya menjadi keras. Bubuk kopi mengalami perubahan yang unik. Setelah berada di dalam rebusan air, bubuk kopi merubah air tersebut. "Kamu termasuk yang mana?," Tanya ayahnya. "Ketika kesulitan mendatangimu, bagaimana kau menghadapinya? Apakah kamu wortel, telur atau kopi?" Bagaimana dengan kamu? Apakah kamu adalah wortel yang kelihatannya keras, tapi dengan adanya penderitaan dan kesulitan, kamu menyerah, menjadi lunak dan kehilangan kekuatanmu. Apakah kamu adalah telur, yang awalnya memiliki hati lembut? Dengan jiwa yang dinamis, namun setelah adanya kematian, patah hati, perceraian atau pemecatan menjadi keras dan kaku. Dari luar kelihatan sama, tetapi apakah kamu menjadi pahit dan keras dengan jiwa dan hati yang kaku? Ataukah kamu adalah bubuk kopi? Bubuk kopi merubah air panas, sesuatu yang menimbulkan kesakitan, untuk mencapai rasanya yang maksimal pada suhu 100 derajat Celcius. Ketika air mencapai suhu terpanas, kopi terasa semakin nikmat. Jika kamu seperti bubuk kopi, ketika keadaan menjadi semakin buruk, kamu akan menjadi semakin baik dan membuat keadaan di sekitarmu juga membaik.
Design by Zay Arief