Jumat, 03 September 2010

DAKWAH DISKUSI DAN DAKWAH KARYA TULIS





BAB I
PENDAHULUAN

Dakwah sebagai sebuah realitas, eksistensinya tidak dapat dipungkiri oleh siapa pun. Aktivitas dakwah pada hakikatnya sebagai proses penyelamatan umat manusia dari berbagai persoalan yang merugikan, karenanya kegiatan dakwah merupakan kerja dan karya besar manusia, baik secara individual maupun kelompok yang dipersembahkan untuk Tuhan dan sesamanya dalam rangka menegakkan keadilan, meningkatkan kesejahteraan, menyuburkan persaudaraan dan kebersamaan, serta mencapai kebahagiaan baik di dunia kini maupun di akhirat kelak.
Bersumber pada al-Qur’an sebagai kitab dakwah, Sunnah Nabi sebagai penjelas kitab dakwah, dan produk ijtihad para waratsah al-anbiya, dipahami bahwa dakwah merupakan kewajiban setiap muslim sebagai upaya transmisi, transformasi, difusi dan internalisasi ajaran Islam kepada umat manusia. Proses kerja dan karya besar manusia (dakwah) ini dalam implementasinya melibatkan unsur subyek (da’i), pesan (maudhu), metode (ushlub), media (washilah), dan obyek (mad’u) dan dana bertujuan untuk mewujudkan kehidupan individu dan kelompok yang adil, sejahtera, persaduaraan, kebersamaan, selamat dan bahagia dan memperoleh ridha Allah.[1]
Berdasarkan sumber dakwah agama Islam, diantara bentuk dakwah dari sisi cara penyampaian terbagi menjadi dua bentuk yaitu bi ahsani qawl (dakwah menggunakan media lisan) dan bi ahsani ‘amal (dakwah melalui peerbuatan) dalam menyampaikan ajaran agama islam bagi umat manusia.[2]
Metode dakwah bi ahsani qawl sendiri terbagi dalam bentuk kegiatan dakwahnya melalui tabligh dan irsyad. Tabligh memiliki beberapa metode utama yaitu: pertama, khithabah yaitu penyampaian dan penyebarluasan ajaran melalui bahasa lisan; kedua, khitabah yaitu penyampaian dan penyebarluasan ajaran melalui bahasa tulisan; dan ketiga i’lâm, yaitu proses penyiaran dan penyebarluasan ajaran Islam, baik secara lisan maupun tulisan dengan cara menggunakan media bail cetak maupun elektronik.
Selanjutnya dalam makalah ini, akan kami uraikan dakwah menggunakan media lisan yang menitikberatkan bentuk kegiatan dakwahnya melalui tabligh. Dimana kegiatan berdakwah dengan media diskusi atau dialog (khithabah) dan dakwah dengan media karya tulis (kitabah).
Sedangkan tujuan dari penyusunan makalah ini, diharapkan pembaca dapat sedikit mengutip ilmu pengetahuan tentang metode berdakwah melalui berbagai media, baik melalui diskusi/dialog maupun melalui tulisan. Sehingga, dakwah islam akan selalu terjaga dan terus berkembang mengikuti gejolak perubahan zaman yang dibutuhkan penanganan oleh para cendikiawan muslim yang berkompeten. Demi berlangsungnya kehidupan manusia yang bersifat islami.

BAB II
PEMBAHASAN

A.     Dakwah Melalui Khithabah

Khithabah merupakan proses transmisi ajaran islam yaitu proses penyampaian ajaran Islam melalui bahasa lisan (bi ahsan al-qaul) kepada sasaran dakwah dalam kelompok besar. Kata khithabah berasal dari akar kata: (khathaba, yakhthubu, khuthbatan atau khithãbatan), berarti: berkhuthbah, berpidato, meminang, melamarkan, bercakap-cakap, mengirim surat.[3]
 Poerwadarminta mengartikan khithabah dalam bahasa Indoensia sinomim dengan kata pidato, terutama tentang menguraikan sesuatu ajaran Islam.[4] Dan secara bahasa khithabah juga terkadang diartikan sebagai pengajaran, pembicaraan dan nasihat.
Khithabah secara terminologis artinya adalah ceramah atau pidato yang mengandung penjelasan-penjelasan tentang sesuatu atau beberapa masalah yang disampaikan seseorang di hadapan sekelompok orang atau khalayak. Dalam pengertian lain,  khithabah merupakan suatu upaya menimbulkan rasa ingin tahu terhadap orang lain tentang suatu perkara yang berguna baginya, baik mengenai urusan dunia maupun akhirat.
Dalam implementasinya, khithabah merupakan pesan yang disampaikan oleh seorang khathib yang biasanya disampaikan di masjid ketika ibadah Jum’at, peringatan hari-hari raya atau pada kesempatan lain.[5] Di lingkungan orang Arab pra Islam, khathib sering diidentikan dengan sya’ir, atau penyair sebab antara keduanya memiliki peran dan posisi terkemuka dalam masyarakat suku Arab pada waktu itu, dalam bahasa yang sempurna biasanya mereka memuji-muji keunggulan suku, seraya mengungkap kelemahan musuh mereka.
Dalam al-Qur’an, khithabah disebutkan 9 kali dengan derivasinya sebanyak 12 kali penyebutan, dan digunakan untuk menyebut aktivitas berbicara yang dilakukan oleh manusia secara monologis dan dialogis. Penyebutan khithabah terdapat dalam Al-Qur’an: Al-Furqon(25):63, Hud(11):37, Al Mu’minun(23):27, Thaha(20):45, Al-Hijr(15):57, Adz-Dzariyat(51):31, Al Qashas(28):23, Yusuf(12):51, Shad(38):20, Shad(38):23, An-Naba(78):37, Al Baqoroh(2):235
Proses khithabah (khithabah diniyah maupun khithabah ta’tsiriyah) terdapat beberapa komponen yang terlibat didalamnya dan tidak dapat dipisahkan satu sama lainnya karena saling menunjang. Unsur khithabah yang dimaksud adalah unsur subyek (khathib), pesan (maudhû), metode (ushlûb), media (washîlah), dan obyek (makhthub).
Dalam pelaksanaannya, proses khitabah dapat dilakukan dalam dua bentuk, yaitu: pertama, khitabah diniyah merupakan proses tabligh yang terikat langsung dengan pelaksanaan ibadah mahdhah, seperti: Khuthbah ‘Idul Adha, Khuthbah ‘Idul Fitri, Khuthbah Nikah, Khuthbah Jum’at, Khuthbah Istisqa, Khuthbah Gerhana Bulan, dan Khuthbah Gerhana Matahari. Kedua, khithâbah ta’tsîriyyah yaitu proses tabligh yang tidak terikat dengan ibadah mahdhah, seperti: khitabah pada peringatan maulid Nabi, Isra Mi’raj, peringatan tahun baru 1 Muharram, Nuzulul Qur’an, peringatan hari kemerdekaan, tasyakur pernikahan, khitanan, dan lain sebagainya.Kedua, khithabah yang tidak terikat secara langsung dengan pelaksanaan ibadah mahdhah, disebut khithabah ta’tsiriyah, seperti: khitabah pada peringatan maulid Nabi, Isra Mi’raj, peringatan tahun baru 1 Muharram, Nuzulul Qur’an, peringatan hari kemerdekaan, tasyakur pernikahan, khitanan, dan lain sebagainya.
Maka dari itu, dai harus mempunyai pemahaman yang mendalam bukan saja menganggap bahwa dakwah dalam bentuk “amar ma’ruf nahi mungkar”, sekedar menyampaikan saja melainkan harus memenuhi beberapa syarat, yakni mencari materi yang cocok, mengetahui psikologis objek dakwah, memilih metode yang representatif, menggunakan bahasa yang bijaksana dan sebagainya. Secara konvensional, subjek dakwah terdiri dari dai (mubaligh) dan pengelola dakwah.

B.     DAKWAH MELALUI KITABAH

Sesungguhnya sejak masa kelahiran, perkembangan dan kebangkitan Islam, dakwah melalui tulisan sudah dipandang Rasulullah SAW sebagai salah satu bentuk langkah dakwah yang efektif. Dakwah lewat jurnalistik sudah dimulai dan dikembangkan oleh Rasulullah SAW dengan pengiriman surat dakwah kepada kaisar, raja-raja, ataupun pemuka masyarakat yang ada. Bila setiap pembuat berita dapat disebut sebagai wartawan atau jurnalis, maka nama sahabat Nabi mulai Abu Bakar, Umar Bin Khattab, Ustman bin Affan, Ali bin Abi Thallib, Ibnu Umar, Aisyah ra ( Istri Nabi) dan banyak lagi tokoh muslim yang mempunyai aktivitas serupa, tentulah layak mendapat sebutansebagai wartawan.
Dari para sahabat, catatan aktivitas kenabian Rasulullah SAW diberikan kepada para tabiin. Para tabiin kemudian memberikan kepada perawi-perawi hadits. dengan kerjasama tersebut akhirnya lahirlah karya-karya jurnalistik islam yang terkenal, langgeng hingga akhir zaman. Banyak nama Jurnalistik kenamaan yang dapat disebut, seperti Imam Syafi’i, Imam Maliki, Imam Ahmad bin Hambal, Imam Hanafi, Abu Dawud, Al-Kindi, Al-Farabi, Ibnu Sina, Imam Ghazali, Ibnu Rusd, Jamaluddin Al-Afghani, Muhammad Abduh, Muhammad Rasyid Ridha.
Kitabah yaitu penyampaian dan penyebarluasan ajaran melalui bahasa tulisan. Pada implementasinya proses tabligh melalui tulisan dapat terbagi pada dua kategori, yaitu: pertama kitabah melalui media cetak, seperti: buku, novel, surat kabar, majalah, tabloid, dan jurnal; kedua khitabah melalui elektronik, seperti: blog, website, mailing list, sms, dan sebagainya. Tabligh melalui kitabah, dipandang efektif pada saat ini, sebab perkembangan teknologi informasi menjadi satu model peradaban tersendiri yang membawa hampir seluruh umat manusia terpesona olehnya. Perkembangan teknologi informasi menjadi peluang sekaligus tantangan bagi para mubaligh yang memiliki tugas dan misi suci untuk menyebarkanluaskan nilai-nilai yang mengajak umat manusia ke arah persaudaraan, keadilan, kesejahteraan, keselamatan, dan kebahagiaan di dunia kini dan di akhierat kelak

BAB III
PENUTUP

A.     KESIMPULAN
Berdasarkan pada uraian di atas maka dapat disimpulkan bahwa tabligh merupakan salah satu bentuk dakwah dan termasuk dalam kategori da’wah bi ahsan al-qawl. Metode dalam tabligh diantaranya, yaitu: khithabah yang bagi pada khithabah diniyah dan khithabah ta’tsiriyah;dan, kitabah yang terbagi pada kitabah melalui media cetak dan media elektronik; Sedangkan dalam proses penyampaian pesannya, para mubaligh berpegang pada prinsip komunikasi yang baik dan benar



DAFTAR PUSTAKA

Ahmad Munawir Warson, Al-Munawwir Kamus Besar Arab-Indonesia, Yogyakarta: Ponpes Al-Munawwir, 1984,
Isep Zaenal Arifin. Bimbingan Penyuluhan Islam Pengembangan Dakwah Bimbingan Psikoterapi Islam. Jakarta: Rajawali Pers, 2009.
Muhammad Nur. Dasar-Dasar Ilmu Dakwah. Bandung: Widya Padjadjaran, 2009.
W.J.S. Poerwadarminta, Kamus Besar Bahasa Indonesia, Jakarta: Bulan Bintang, 1985
Yusuf Musa, Al-Quran dan Filsafat, terj. Al-Quran wa al-Falsafah, oleh Ahmad Daudy, Jakarta: Bulan Bintang, 1988,





[1]Isep Zaenal Arifin. Bimbingan Penyuluhan Islam Pengembangan Dakwah Bimbingan Psikoterapi Islam. Jakarta: Rajawali Pers, 2009. Hal. 260
[2] Muhammad Nur. Dasar-Dasar Ilmu Dakwah. Bandung : Widya Padjadjaran, 2009. Hal. 53
[3] Ahmad Munawir Warson, Al-Munawwir Kamus Besar Arab-Indonesia, Yogyakarta: Ponpes Al-Munawwir, 1984, hlm. 376
[4] W.J.S. Poerwadarminta, Kamus Besar Bahasa Indonesia, Jakarta: Bulan Bintang, 1985, hlm. 985-504
[5] John L. Pisto, Ensiklopedi Oxford, Dunia Islam Modern, Jilid III, (Bandung: Mizan, 2001), hlm. 223

0 komentar:

Posting Komentar

Design by Zay Arief