Senin, 14 Mei 2012

PERAWATAN RUH DENGAN PUASA

PERAWATAN RUH DENGAN PUASA
Zaenal Arifin

Mengapa ruh perlu adanya perawatan? Manusia dalam proses penciptaanya memiliki tabiat yang bercampur anatar unsur tanah dan unsur ruh ilahi yang ditiupkan Allah swt. Apabila unsur tanah lebih dominant, ia turun ke derajat seperti binatang, sedangkan apabila unsur ruh ilahi yang lebih dominan, ia akan naik ke derajat seperti malaikat yang taat kepada Allah swt. Maka dari itu, perawatan ruh menjadi proses kehidupan spiritual manusia untuk taat beribadah kepada Tuhannya. Hal itu, dapat ditempuh dengan melaksanakan syariat Islam yang dijadikan pedoman hidup manusia, yang diantaranya adalah dengan berpuasa. Puasa merupakan rukun Islam yang wajib dilaksanakan oleh setiap muslim mukallaf sebagaimana tertuang dalam nash al Qur’an (QS Al Baqarah:183-184) dan As Sunah. 
Setiap muslim diwajibkan oleh Allah untuk berpuasa dalam bilangan beberapa hari tertentu, yaitu di bulan Ramadhan. Bulan Ramadham sendiri menjadi bulan utama yang selalu dinanti-nantikan kedatangannya oleh umat muslim pada setiap tahun kalender Hijriyah. Bulan mulia ini sebagai waktu yang tepat dalam berbondong-bondong umat muslim menjalankan ibadahnya. Kita umat muslim juga dianjurkan untuk melaksanakan puasa-puasa sunah pada hari-hari tertentu. Dimana dalam segala yang diperintahkan Allah sudah pastinya mengandung hikmah yang agung, karena tidak mungkin Allah memerintahkan sesuatu dalam kesia-siaan, begitu juga dengan berpuasa, baik puasa wajib maupun puasa sunah. 
Kata puasa dalam bahasa Arab adalah “ shaum” atau “syiam”. Keduanya mempunyai makna “al-imsak”, yaitu menahan diri dari sesuatu yang mubah (boleh), berupa syahwat perut dan kemaluan dengan tujuan untuk mendekatkan diri pada Allah. Secara syar’i, puasa berarti menahan diri dari hal- hal yang membatalkan puasa seperti makan, minum, melakukan hubungan suami-istri, istimna’(merangsang keluanya mani dengan sengaja, baik dengan cara bercumbu dengan istri tanpa melakukan jimak atau merangsang kemaluan dengan tangan dan alat-alat lainnya), dan memancing muntah dengan sengaja dari waktu sahur sampai waktu maghrib tiba. Kita berpuasa dengan tidak makan, tidak minum, dan tidak melakukan hubungan suami-istri dari waktu sahur sampai azan Maghrib tiba. 
Namun, bukan hanya itu arti puasa. Puasa bukan sekedar menahan lapar, dahaga dan syahwat karena sangatlah merugi jika kita berpuasa, tetapi tidak mendapatkan apa-apa kecuali rasa lapar dan dahaga. Dengan kata lain, perbuatan-perbuatan halal seperti makan, minum, dan berhubungan suami-istri menjadi haram saat seorang berniat puasa di pagi hari karena Allah. Di sinilah letak keagungan orang yang berpuasa, ia meninggalkan apa yang ia sukai, bahkan yang ia perlukan sebagai bentuk pengabdian kepada Allah. 
Menurut Imam Al Ghazali, puasa menjadi ibadah yang istimewa karena ketaatan dalam ibadah-ibadah selain puasa adalah dengan melakukan kewajiban seperti kewajiban shalat ditunaikan dengan melaksanakan gerakan dan bacaan shalat. Perbedaannya akan tampak dalam pelaksanaan. Orang yang banyak melaksanakan shalat, zakat, dan haji akan dikenal di kalangan masyarakat karena ibadah-ibadah tersebut. Namun, bagi bagi orang yang berpuasa tidak seorang pun mengetahuinya, kecuali jika orang tersebut mengatakan kepada orang lain. Atas dasar inilah maka puasa sangat dicintai oleh Allah sebagaimna disebutkan dalam hadist qudsi : “Setiap amalan anak Adam adalah bagi dirinya sendiri, kecuali shaum itu bagi-ku, dan aku yang akan membalasnya, dan demi zat yang jiwa Muhammad di tangan-Nya sungguh bau mulut orang yang berpuasa lebih wangi di sisi Allah daripada wangi kesturi.” (HR. Bukhari Muslim)”. Dalam riwayat lain disebutkan, “ia meninggalkan makanannya karena-ku, meninggalkan shawatnya jarena-Ku, dan meninggalkan istrinya karena-Ku.” (HR. Ibnu Huzaimah dalam sahihnya)”. Balasan khusus yang berasal dari Allah sesungguhnya menunjukkan pahala yang akan diberikan Allah bagi orang yang berpuasa. 
Imam Al-Ghazali berpendapat bahwa besarnya pahala yang akan didapatkan mereka yang berpuasa disebabkan ibadah puasa itu setengah dari kesabaran. Kesabaran menahan tuntutan perut yang ingin diisi oleh hidangan yang lezat, kesabaran menahan tuntutan syahwat yang bergolak ingin disalurkan, kesabaran untuk meninggalkan suami/istri. Allah menjanjikan pahala yang tak terhingga bagi orang-orang yang bersabar (QS Az Zumar:10). Hal ini membuktikan bahwa orang berpuasa mendapat perlakuan khusus oleh Allah swt. 
Puasa menjadi media perawatan ruh dengan beberapa hikmah yang terkandung dalam melaksanankan ibadah ini, diantaranya: 
  1. Puasa menjadi sarana penyucian jiwa (tazkiyatun nafs) dengan menahan nafsu perut dan syahwat sebagai bentuk ketaatan kepada Allah swt. 
  2. Puasa sebagai usaha untuk menundukan nafsu syahwat, karena mengendalikan syahwat makan dan minum yang merupakan induk bagi syahwat lainnya. 
  3. Puasa dapat meningkatkan rasa syukur kepada Allah swt, dengan merasakan lapar dan dahaga, mendapat sebuah kenikmatan yang ia syukuri ketika berbuka. 
  4. Puasa dapat mendidik kemauan dan kesabaran, dengan menahan syahwat memberikan pembelajaran bahwa sebuah kemauan yang keras dapat tercapai dengan adanya kesabaran. 
  5. Puasa menanamkan kasih sayang sesama manusia, karena setiap orang muslim bersama-sama merasakan lapar dan dahaga, sebagaimana yang dirasakan oleh saudara-saudaranya yang tidak berkecukupan, maka timbullah rasa untuk berbagi. 
  6. Puasa mengingatkan diri akan bahaya maksiat, sebagaimana penduduk neraka yang akan mengalami kelaparan dan kehausan sebagai siksaanya. 
  7. Puasa sebagai jalan menuju ketakwaan, dengan berpuasa untuk menjalankan perintah yang dalam praktiknya dapat menumbuhkan rasa takwa kita kepada Allah swt sebagai puncak ketinggian ruh untuk beribadah kepada-Nya. 

Kita tidak akan memperpanjang teori tentang puasa, tetapi berusaha untuk mempraktikannya sebagai amalan karena dengannya akan mendorong keterikatan kepada Allah, dan memalingkan diri dari selain-Nya. Dengan kata lain, puasa tidak hanya menjaga anggota tubuh dari maksiat kepada Allah, tetapi juga menjaga hati dan pikiran agar tidak dikotori oleh kemaksiatan dan segala cara yang memalingkan jiwa kepada Allah. Karena hati dan pikiran akan selalu terhubung dengan keberadaan ruh pada diri manusia sebagai makhluk yang diciptakan-Nya untuk beribadah kepada-Nya.

REFORMASI PEMBERANTASAN KORUPSI DALAM PERSPEKTIF ISLAM

REFORMASI PEMBERANTASAN KORUPSI DALAM PERSPEKTIF ISLAM 

Oleh: Zaenal Arifin 

 I. Pendahuluan
 Reformasi merupakan sebuah langkah yang diambil menuju arah pembaharuan dan perbaikan dalam suatu lingkungan hidup bermasyarakat atau bernegara. Tidak dipungkiri bahwa kehidupan bermasyarakat atau bernegara tidak bisa lepas dari problematika kehidupan. Reformasi dilakukan sebagai upaya untuk mencari solusi dalam menghadapi munculnya problematika kehidupan di segala sektor. Sedangkan problematika hidup kian hari semakin kompleks dengan berbagai motifnya. Oleh karena itu, perlu dilakukan tindakan yang reformatif. 
Dewasa ini, korupsi di Indonesia telah merajalela tumbuh menjamur di seluruh wilayah negeri. Korupsi telah merajai problem yang kini sedang dihadapi masyarakat Indonesia. Dalam realitanya, para koruptor sudah tidak malu merangkul berbagai pihak dalam melancarkan aksinya terbentuk secara terorganisir dan sistematis. Hal itulah yang menjadi kesulitan dalam mengungkap kasus korupsi. Dampak korupsi sendiri semakin meluas meracuni berbagai elemen masyarakat, baik dari tingkat elite penguasa sampai di tingkat masyarakat kelas bawah. 
Korupsi kini telah menjadi problem nasional dengan dampak yang begitu besar. Dampak korupsi telah meracuni tatanan segala bidang kehidupan bermasyarakat dan bernegara. Pembangunan tidak merata, perekonomian tersendat-sendat, akuntabilitas penguasa menurun, dekadensi moral dan kesenjangan sosial. Dampak-dampak yang ditimbulkan korupsi memerlukan penanganan yang tepat, efektif dan efisien. Oleh karena itu, mengambil tindakan reformatif menjadi esensial dalam konteks melawan arus korupsi. 
Dalam Islam, tindak korupsi termasuk perbuatan tercela, kejahatan dan kemungkaran yang merusak tata kehidupan bermasyarakat. Segelintir pelaku, berimbas meluas. Melalui Islam yang telah mengajarkan amar ma’ruf nahi munkar menjadi kewajiban bagi setiap muslim untuk mencegah dan memberantas korupsi. Hal ini dilakukan dengan mengambil tuntunan Islam dalam merespon tindak korupsi yang sudah merasuki segala lini kehidupan bermasyarakat. 
Berdasarkan uraian di atas, terdapat permasalahan yang menarik untuk dikaji dalam makalah ini, yakni bagaimana pemberantasan korupsi dalam perspektif Islam? Untuk menjawab permasalahan tersebut, tulisan ini akan memfokuskan pada tiga permasalahan. Pertama, bagaimana pengertian korupsi? Kedua, apa yang menjadi faktor terjadinya tindak korupsi? Ketiga, bagaimana mereformasi pemberantasan korupsi dalam perspektif Islam?. Dengan uraian berikut perlu kita ketahui dahulu pengertian korupsi. 

II. Pengertian Korupsi

Korupsi berasal dari bahasa Latin corruptio (penyuapan) atau corrumpere (merusak). Korupsi diartikan sebagai perbuatan buruk atau tindakan menyelewengkan dana, wewenang waktu, dan sebagainya untuk kepentingan pribadi sehingga menyebabkan kerugian bagi pihak lain. Sedangkan dalam Kamus Bahasa Indonesia dijelaskan bahwa korupsi adalah penyelewengan atau penggelapan uang negara atau perusahaan, dan sebagainya untuk kepentingan pribadi. 
Menurut Kartini Kartono, korupsi termasuk golongan praktik patologi sosial yang meresahkan masyarakat, yaitu tingkah laku individu yang menggunakan wewenang dan jabatan guna meraih keuntungan pribadi, merugikan kepentingan umum dan negara. Sedangkan dalam Ensiklopedi Pengetahuan Sosial, korupsi diartikan sebagai suatu pengabaian atau penyisihan atas suatu kelaziman yang seharusnya ditegakkan. Realitanya praktikal korupsi bisa berupa penyelewengan uang negara, penyuapan, pungutan liar, pemerasan, uang pelicin, menarik keuntungan dari wewenangnya, dan sebagainya. 
Dari beberapa pengertian di atas, korupsi paling dekat hubungannya dengan penyalahgunaan kewenangan atau kekuasaan untuk mencari keuntungan pribadi yang dalam hal ini berupa harta benda yang menyangkut kepentingan masyarakat umum. Dalam literatur Islam tidak terdapat istilah yang sepadan dengan korupsi, namun korupsi dapat dikategorikan sebagai tindak kriminal dalam konteks risywah (penyuapan), ghulul (pengkhianatan), sariqah (pencurian), dan hirabah (perampasan). Korupsi seringkali disamakan dengan suap (risywah), yakni sebagai sesuatu yang diberikan untuk menyalahkan yang benar atau membenarkan yang salah. Suap sendiri dalam praktiknya berupa hadiah, penghargaan, pemberian atau keistimewaan yang dianugerahkan atau dijanjikan dengan tujuan merusak pertimbangan atau tingkah laku, terutama dari seorang dalam kedudukan terpercaya. 
Islam telah memperingatkan dalam kasus penyuapaan karena akan mendapat laknat Allah, sebagaimana Rasulullah saw bersabda: “Allah melaknat penyuap dan yang menerima suap.” (HR. Ahmad) 
Korupsi semakna dengan ghulul, yaitu pengkhianatan dalam baitul mal, zakat atau ghanimah (harta rampasan perang). al-Qur’an menerangkan dalam surah Ali Imran ayat 161, yaitu sebagai jawaban terhadap tuduhan orang-orang munafik terkait penggelapan (pengkhianatan) harta rampasan perang:
 وَمَا كَانَ لِنَبِيٍّ أَنْ يَغُلَّ وَمَنْ يَغْلُلْ يَأْتِ بِمَا غَلَّ يَوْمَ الْقِيَامَةِ ثُمَّ تُوَفَّى كُلُّ نَفْسٍ مَا كَسَبَتْ وَهُمْ لا يُظْلَمُونَ 
Tidak mungkin seorang nabi berkhianat, (dalam urusan harta rampasan perang). Barangsiapa yang berkhianat (dalam urusan rampasan perang itu) maka pada hari kiamat ia akan datang membawa apa yang dikhianatkan itu, kemudian tiap-tiap diri akan diberi pembalasan tentang apa yang ia kerjakan dengan (pembalasan) setimpal, sedang mereka tidak dianiaya.” 
 Dan Rasulullah saw bersabda: 
Barangsiapa yang kami anggap menjadi karyawan untuk menerjakan sesuatu (tugas) dan kami berikan upah menurut semestinya, maka apa yang ia ambil lebih dari upah yang semestinya, maka itui namanya perbuatan khianat.” (HR Abu Dawud) 
Perbuatan ghulul dapat diartikan sebagai perbuatan penggelapan harta yang banyak dilakukan oleh para koruptor dalam distribusi suatu harta benda, seperti APBN atau investor perusahaan. Korupsi juga searti dengan sariqah (pencurian), yaitu mengambil harta orang lain yang sudah disimpan pada tempatanya secara diam-diam untuk dimiliki, berbagai modus operandinya seperti penggelapan, penggelembungan harta, pungutan liar, dan lain sebaginya. Sebagaimana diterangkan dalam al-Quran surah al-Maidah ayat 38 menerangkan bahwa hukuman bagi pencuri adalah potong tangan:
 وَالسَّارِقُ وَالسَّارِقَةُ فَاقْطَعُوا أَيْدِيَهُمَا جَزَاءً بِمَا كَسَبَا نَكَالا مِنَ اللَّهِ وَاللَّهُ عَزِيزٌ حَكِيمٌ 
Laki-laki yang mencuri dan perempuan yang mencuri, potonglah tangan keduanya (sebagai) pembalasan bagi apa yang mereka kerjakan dan sebagi siksaan dari Allah. Dan Allah Maha Perkasa dan Maha Bijaksana”. 
 Selain itu, korupsi sama dengan perilaku al-hirabah, yaitu merampas harta orang lain dengan terang-terangan dan kekerasan secara paksaan. Dalam al-Qur’an surah al-Maidah ayat 33 menerangkan bahwa hukuman pelaku hirabah adalah dibunuh, disalib, dipotong tangan dan kaki secara silang, dan diasingkan.
 إِنَّمَا جَزَاءُ الَّذِينَ يُحَارِبُونَ اللَّهَ وَرَسُولَهُ وَيَسْعَوْنَ فِي الأرْضِ فَسَادًا أَنْ يُقَتَّلُوا أَوْ يُصَلَّبُوا أَوْ تُقَطَّعَ أَيْدِيهِمْ وَأَرْجُلُهُمْ مِنْ خِلافٍ أَوْ يُنْفَوْا مِنَ الأرْضِ ذَلِكَ لَهُمْ خِزْيٌ فِي الدُّنْيَا وَلَهُمْ فِي الآخِرَةِ عَذَابٌ عَظِيمٌ 
Sesungguhnya pembalasan terhadap orang-orang yang memerangi Allah dan Rasul-Nya dan membuat kerusakan di muka bumi, hanyalah mereka dibunuh atau disalib, atau dipotong tangan dan kaki mereka dengan bertimbal balik, atau dibuang dari negeri (tempat kediamannya). Yang demikian itu (sebagai) suatu penghinaan untuk mereka di dunia, dan di akhirat mereka beroleh siksaan yang besar
Dalam konteks ajaran Islam yang lebih luas, korupsi adalah tindakan yang bertentangan dengan prinsip akuntabilitas (al-amanah) dan keadilan (al-adalah), terutama dalam hablu minannaas. Korupsi merupakan tindak penyimpangan, kejahatan, pengkhianatan, atau kecurangan dari timbal balik prinsip-prinsip ajaran Islam. Allah memerintahkan kita untuk menjaga amanah, menyampaikan amanah kepada ahlinya, dalam firman-Nya surah an-Nisa’ayat 58:
 إِنَّ اللَّهَ يَأْمُرُكُمْ أَنْ تُؤَدُّوا الأمَانَاتِ إِلَى أَهْلِهَا وَإِذَا حَكَمْتُمْ بَيْنَ النَّاسِ أَنْ تَحْكُمُوا بِالْعَدْلِ إِنَّ اللَّهَ نِعِمَّا يَعِظُكُمْ بِهِ إِنَّ اللَّهَ كَانَ سَمِيعًا بَصِيرًا 
“Sesungguhnya Allah menyuruh kamu menyampaikan amanat kepada yang berhak menerimanya, dan (menyuruh kamu) apabila menetapkan hukum di antara manusia supaya kamu menetapkan dengan adil. Sesungguhnya Allah memberi pengajaran yang sebaik-baiknya kepadamu. Sesungguhnya Allah adalah Maha Mendengar lagi Maha Meliha ...”. 
Dan dalam firman-Nya surah al-Anfaal ayat 27:
 يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا لا تَخُونُوا اللَّهَ وَالرَّسُولَ وَتَخُونُوا أَمَانَاتِكُمْ وَأَنْتُمْ تَعْلَمُونَ 
Hai orang-orang yang beriman, janganlah kamu mengkhianati Allah dan Rasul (Muhammad) dan (juga) janganlah kamu mengkhianati amanat-amanah yang dipercayakan kepadamu, sedang kamu mengetahui.” Allah juga memerintahkan kita untuk berlaku adil, sekalipun kepada orang yang kita musuhi, sebagaimana firman-Nya dalam QS al-Maidah ayat 8:
 يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا كُونُوا قَوَّامِينَ لِلَّهِ شُهَدَاءَ بِالْقِسْطِ وَلا يَجْرِمَنَّكُمْ شَنَآنُ قَوْمٍ عَلَى أَلا تَعْدِلُوا اعْدِلُوا هُوَ أَقْرَبُ لِلتَّقْوَى وَاتَّقُوا اللَّهَ إِنَّ اللَّهَ خَبِيرٌ بِمَا تَعْمَلُونَ 
Hai orang-orang yang beriman, hendaklah kamu menjadi orang-orang yang selalu menegakkan (kebenaran) karena Allah, menjadi saksi dengan adil. Janganlah sekali-kali kebencianmu terhadap suatu kaum, mendorong kamu untuk berlaku tidak adil. Berlaku adillah, karena adil itu lebih dekat kepada taqwa. Dan bertaqwalah kepada Allah, sesungguhnya Allah Maha Mengetahui apa tang kamu kerjakan.” 
 Selain itu, ada larangan Allah swt terkait tindak korupsi yang diterangkan dalam surah al-Baqarah ayat 188 yang menegaskan bahwa Islam mengajarkan agar umat Islam tidak memakan harta sesamanya dengan jalan yang bathil (mencuri, korupsi, dan sejenisnya).
 وَلا تَأْكُلُوا أَمْوَالَكُمْ بَيْنَكُمْ بِالْبَاطِلِ وَتُدْلُوا بِهَا إِلَى الْحُكَّامِ لِتَأْكُلُوا فَرِيقًا مِنْ أَمْوَالِ النَّاسِ بِالإثْمِ وَأَنْتُمْ تَعْلَمُونَ 
 “Dan janganlah kamu makan harta diantara kamu dengan jalan yang bathil, dan janganlah kamu membawa (urusan) dengan harta itu kepada para hakim, dengan maksud agar kamu dapat memakan sebagian harta orang lain itu dengan jalan dosa, padahal kamu mengetahui.” 
 Juga dalam firman-Nya al-Qur’an surah an-Nisa ayat 29-30:
 يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا لا تَأْكُلُوا أَمْوَالَكُمْ بَيْنَكُمْ بِالْبَاطِلِ إِلا أَنْ تَكُونَ تِجَارَةً عَنْ تَرَاضٍ مِنْكُمْ وَلا تَقْتُلُوا أَنْفُسَكُمْ إِنَّ اللَّهَ كَانَ بِكُمْ رَحِيمًا وَمَنْ يَفْعَلْ ذَلِكَ عُدْوَانًا وَظُلْمًا فَسَوْفَ نُصْلِيهِ نَارًا وَكَانَ ذَلِكَ عَلَى اللَّهِ يَسِيرًا 
Hai orang-orang yang beriman, janganlah kamu saling memakan harta sesamamu dengan jalan yang bathil (tidak benar), kecuali dengan jalan perniagaan yang berlaku dengan (atas dasar) suka sama suka diantara kamu. Dan barang siapa berbuat demikian dengan melanggar hak dan aniaya, maka Kami kelak akan memasukkannya ke dalam neraka. Yang demikian itu adalah mudah bagi Allah
 Tindak korupsi yang lain terkait dengan kecurangan atau penipuan, diperingatkan dalam al-Qur’an surah al-Muthaffifiin ayat 1-3 untuk memenuhi takaran atau timbangan dalam perniagaan, apabila bila tidak, pelakunya akan mendapat kecelakaan besar yang hanya Allah yang tahu.
 وَيْلٌ لِلْمُطَفِّفِينَ . الَّذِينَ إِذَا اكْتَالُوا عَلَى النَّاسِ يَسْتَوْفُونَ . وَإِذَا كَالُوهُمْ أَوْ وَزَنُوهُمْ يُخْسِرُونَ 
Kecelakaan besarlah bagi orang-orang yang curang, (yaitu) orang-orang yang apabila menerima takaran dari orang lain mereka minta dipenuhi, dan apabila mereka menakar atau menimbang untuk orang lain, mereka mengurangi
 Dan juga firman-Nya QS Al-Qashash:83
 تِلْكَ الدَّارُ الآخِرَةُ نَجْعَلُهَا لِلَّذِينَ لا يُرِيدُونَ عُلُوًّا فِي الأرْضِ وَلا فَسَادًا وَالْعَاقِبَةُ لِلْمُتَّقِينَ 
Negeri akhirat itu, Kami jadikan untuk orang-orang yang tidak ingin menyombongkan diri dan berbuat kerusakan di (muka) bumi. Dan kesudahan (yang baik) itu adalah bagi orang-orang yang bertakwa
Islam sendiri telah mengatur segala lini kehidupan manusia di dunia ini dengan berpedoman al-Qur’an dan as-Sunah untuk mencapai kebahagiaan di dunia dan di akhirat. Namun, apabila seseorang tidak mentaati aturan yang sudah ditentukan Allah swt, maka akan mendapat konskuensi berupa siksa, baik di dunia apalagi di akhirat. 

III. Faktor-Faktor Penyebab Korupsi

Kondisi saat ini, korupsi sudah merajalela hingga mengakibatkan kerusakan dan keresahan di segala sektor kehidupan, bahkan korupsi menjadi perlambang kehancuran sebuah bangsa dan negara. Korupsi menjadi persoalan serius yang memerlukan penanganan yang serius pula secara nasional, baik pemerintah dan masyarakat harus bekerja sama. Munculnya praktik-praktik korupsi tentunya selalu diikuti berbagai faktor yang melatarbelakangi seseorang berperilaku korup. 
Faktor-faktor tersebut juga telah menjangkiti segala lini kehidupan yang menjadikan semakin mempersulit penanganannya, diantaranya faktor keagamaan, politik, ekonomi, hukum. 
a. Faktor Keagamaan
Dalam realitanya, manusia tidak dapat lepas dari suatu agama, karena setiap manusia membutuhkan ajaran agama sebagai penuntun hidupnya. Manusia yang menjadi pelaku korupsi adalah mereka yang memiliki kualitas keagamaan yang rendah, yaitu kelemahan iman, dekadensi moral, akhlak dan mental, serta minimnya pengamalan ajaran agama yang dipahami dan dilaksanakan. Ajaran Islam sendiri bukan hanya sebuah rutinitas yang wajib dilaksanakan, namun ada maksud yang terkandung didalamnya sebagai hikmah dan i’tibar bagi penganutnya. 
b. Faktor Politik
Kondisi politik merupakan faktor yang paling besar menyumbangkan orang melakukan korupsi. Para birokrat, politisi maupun pemimpin-pemimpin dalam suatu institusi tertentu banyak terjangkit kasus korupsi. Penggunaan wewenang oleh para pemegang kekuasaan telah banyak disalahgunakan untuk mencapai kepentingan pribadi, terutama untuk mencapai suatu jabatan maupun meraih kekayaan. Padahal, institusi-institusi tersebut bertugas melayani masyarakat, yang terjadi hari ini adalah mereka ingin dilayani masyarakat. 
c. Faktor Ekonomi
Di bidang ekonomi, korupsi menjadi motif dalam pencapaian ambisi dalam mencari kekayaan oleh para koruptor. Selain itu, kondisi ekonomi yang lemah, keadilan yang tidak merata dalam suatu negara, memberikan sumbangsih tindak korupsi yang paling cepat mendapat respon dari tingkat elite hingga di tingkat bawah. Terlebih lagi, arus globalisasi dan modernisasi telah merubah pola pikir, gaya hidup yang hedonis dan konsumeris semakin meluas dan membudaya, sehingga membuat kebutuhan hidup semakin tinggi. Implikasinya, praktik korupsi menjadi jawaban dalam memenuhi kebutuhan-kebutuhan individu tersebut. 
d. Faktor Hukum
Implementasi supremasi hukum yang dikoarkan banyak pihak ternyata tidak berjalan dan tidak signifikan untuk memberikan efek jera. Hukum yang tidak tegas memberikan keleluasaan perilaku korup semakin membengkak dan meluas. Hukum yang masih dihiasi oknum-oknum penegak hukum yang jujur dan adil dalam mengambil keputusan memunculkan diskrimisasi hukum. Hukum layaknya mempunyai sekat antara si kaya dengan si miskin, pejabat dengan orang pribumi. Kelemahan hukum dalam menindak korupsi ini telah membawa dampak secara holistik yang dapat meruntuhkan keutuhan suatu masyarakat atau bangsa. Perekonomian negara berjalan secara stagnan, semakin carut-marut, ketidakadilan pemerataan hasil pembangunan, dan kesenjangan sosial. 
Faktor-faktor tersebut di atas, merupakan diantara faktor yang dominan menimbulkan perilaku korup. Upaya-upaya memberantas korupsi tentunya berhubungan erat dengan faktor-faktor yang melatarbelakanginya. Oleh karenanya, memberantas korupsi berarti kita harus membenahi dahulu faktor-faktor tersebut. Sehingga, masa depan kondisi masyarakat yang anti korupsi akan dapat terwujud. 

IV. Reformasi Pemberantasan Korupsi dalam Islam

Islam sebagai rahmatan lil’alamin menjadi pedoman hidup manusia dalam mengemban amanah sebagai khalifatu fil ardl dalam memakmurkan bumi. Memang, segala yang ada di bumi dan langit oleh Allah swt diperuntukkan bagi kemaslahatan umat manusia. Akan tetapi, kehadiran Islam telah mengatur kehidupan manusia sebagaimana fitrahnya sebagai hamba untuk mengabdi kepada Tuhannya. Perilaku manusia yang melanggar aturan Islam, tentunya menjadi buah problematika manusia yang perlu dicari solusi yang tepat. 
Saat ini, perilaku korupsi merupakan problema besar yang dihadapi manusia dengan implikasinya mencakup segala lini kehidupan. Model maupun bentuk perilaku korupsi pun semakin beragam. Sehingga penanganannya memerlukan reformasi ke arah yang lebih sinkron dan relevan dengan praktikal korupsi yang semakin menjamur di berbagai wilayah di belahan bumi. Sehingga, pertanyaan besar akan muncul dalam masyarakat, bagaimana penindakan hukum yang dapat membuat jera para koruptor, bagaimana hukum yang selama ini berlangsung di Indonesia dalam menindak kasus korupsi dengan melihat fakta yang terjadi selama ini, bagaimana kondisi perekonomian dapat berjalan dengan perilaku korupsi. Terlebih lagi, reformasi ini memberikan penanaman paham anti korupsi. 
Perlu kita ketahui bahwa perilaku korupsi merupakan fenomena siklus sebab-akibat. Siklus sebab-akibat ini dengan adanya saling keterkaitan diantara faktor dan dampak yang mempengaruhi segala lini kehidupan. Hal itu menjadi fakta begitu sulit memberantas korupsi dengan pola sistematis dan terorganisir. Oleh karena itu, setiap sisi kehidupan perlu diberlakukan reformasi perilaku dan pola pikir kehidupan. Setiap sektor harus berjalan beriringan menuju arah pembaharuan dan perbaikan. 
Islam secara universal telah memberikan bimbingan yang terbaik dalam segala sektor kehidupan manusia. Islam adalah sumber kehidupan untuk menunjukkan kemaslahatan manusia. Korupsi sendiri perlu dihadapi dengan bimbingan islami yang mencakup segala sektor kehidupan sebagai ujung tombak reformasi memberantas korupsi. 
a. Reformasi Keagamaan
Islam bukan hanya sebagai simbol, akan tetapi sebagai jalan hidup seseorang agar tidak tersesat dalam perjalanan hidupnya. Allah berfirman dalam QS al-Baqarah:208
 يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا ادْخُلُوا فِي السِّلْمِ كَافَّةً وَلا تَتَّبِعُوا خُطُوَاتِ الشَّيْطَانِ إِنَّهُ لَكُمْ عَدُوٌّ مُبِينٌ 
Hai orang-orang yang beriman, masuklah kamu ke dalam Islam secara keseluruhannya, dan janganlah kamu turut langkah-langkah setan. Sesungguhnya setan itu musuh yang nyata bagimu
Di sisi lain, Islam menekankan ajarannya dalam pembinaan akhlak yang mulia. Perilaku korup merupakan cermin manusia yang amoral. Sehingga penanaman moral bagi setiap individu perlu disyiarkan kembali, 
 وَإِنَّكَ لَعَلى خُلُقٍ عَظِيمٍ 
Dan sesungguhnya kamu benar-benar berbudi pekerti yang agung.(QS al-Qalam:4) 
Sebagaimana tugas Rasulullah saw diutus untuk menyempurnakan akhlak manusia sepanjang masa, yakni mulai dari anak-anak hingga orang dewasa. Selain itu, dalam pemahaman Islam mempunyai aspek maqasid asy-syariah dalam mencapai kemaslahatan umat manusia. Jika ajaran Islam sudah menjadi pegangan dan pedoman hidup seseorang, tidak mungkin akan melakukan korupsi, karena korupsi dalam hukum Islam adalah mendapat laknat Allah dan tempatnya adalah neraka. 
b. Reformasi Politik atau Kepemimpinan
Indonesia dengan sistem politik demokrasi dengan kebebasan berpendapat telah banyak disalahgunakan oleh pihak-pihak tertentu. Konsep demokrasi adalah dari rakyat, oleh rakyat dan untuk rakyat. Rakyat yang seharusnya mendapat pelayanan dan pengayoman penuh dari agen birokrasi atau politisi pemegang kekuasaan, bukan menjadi budak pemenuhan nafsu keserakahan oknum-oknum politisi. Konsep kepemimpinan dalam Islam adalah amanah, yaitu menyampaikan sesuatu kepada yang berhak menerimanya; jujur dalam menjalankan tugas; dan adil, yaitu menempatkan sesuatau sesuai porsinya. Hal itu sebagaimana kepemimpinan Islam bertolak ukur dengan sifat Rasulullah saw sebagai uswatun hasanah umat Islam, yaitu shidiq (jujur), amanah, tabligh (menyampaikan) dan fathonah (intelektual).
 لَقَدْ كَانَ لَكُمْ فِي رَسُولِ اللَّهِ أُسْوَةٌ حَسَنَةٌ لِمَنْ كَانَ يَرْجُو اللَّهَ وَالْيَوْمَ الآخِرَ وَذَكَرَ اللَّهَ كَثِيرًا 
Sesungguhnya telah ada pada (diri) Rasulullah itu suri teladan yang baik bagimu (yaitu) bagi orang yang mengharap (rahmat) Allah dan (kedatangan) hari kiamat dan dia banyak menyebut Allah. (QS Al-Ahzab:21) c. Reformasi Ekonomi
Sistem perekonomian jelas mengedepankan proses pengumpulan harta benda yang halal. Hukum Islam sendiri banyak mengkaji tentang sistem perekonomian seperti dalam jual beli, larangan berbuat riba, dan sebagainya.
 الَّذِينَ يَأْكُلُونَ الرِّبَا لا يَقُومُونَ إِلا كَمَا يَقُومُ الَّذِي يَتَخَبَّطُهُ الشَّيْطَانُ مِنَ الْمَسِّ ذَلِكَ بِأَنَّهُمْ قَالُوا إِنَّمَا الْبَيْعُ مِثْلُ الرِّبَا وَأَحَلَّ اللَّهُ الْبَيْعَ وَحَرَّمَ الرِّبَا فَمَنْ جَاءَهُ مَوْعِظَةٌ مِنْ رَبِّهِ فَانْتَهَى فَلَهُ مَا سَلَفَ وَأَمْرُهُ إِلَى اللَّهِ وَمَنْ عَادَ فَأُولَئِكَ أَصْحَابُ النَّارِ هُمْ فِيهَا خَالِدُونَ 
Orang-orang yang makan (mengambil) riba tidak dapat berdiri melainkan seperti berdirinya orang yang kemasukan setan lantaran (tekanan) penyakit gila. Keadaan mereka yang demikian itu, adalah disebabkan mereka berkata (berpendapat), sesungguhnya jual beli itu sama dengan riba, padahal Allah telah menghalalkan jual beli dan mengharamkan riba. Orang-orang yang telah sampai kepadanya larangan dari Tuhannya, lalu terus berhenti (dari mengambil riba), maka baginya apa yang telah diambilnya dahulu (sebelum datang larangan); dan urusannya (terserah) kepada Allah. Orang yang mengulangi (mengambil riba), maka orang itu adalah penghuni-penghuni neraka; mereka kekal di dalamnya.(al-Baqarah:275) 
Dalam perolehan harta benda sangat mempengaruhi kehidupan seseorang, hingga dapat menggelapkan hati dan pikiran. Pada ujungnya, terjadi kelalaian untuk beribadah kepada tuhannya Allah swt. 
d. Reformasi Hukum
Hukum korupsi adalah haram, yang merupakan kemungkaran dan merugikan orang lain. Pemberlakuan hukum dalam suatu negara secara maksimal perlu diterapkan secara tegas. Perlu diadakannya kajian hukum yang relevan dan tepat sasaran terhadap para koruptor sesuai dengan porsinya. Hal itu harus didukung oleh oknum-oknum penegak hukum yang jujur, amanah dan adil berkaitan dengan pengambilan keputusan dalam menindak koruptor. Sebagaimana firman-Nya dalam QS al-Maidah ayat 8:
 يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا كُونُوا قَوَّامِينَ لِلَّهِ شُهَدَاءَ بِالْقِسْطِ وَلا يَجْرِمَنَّكُمْ شَنَآنُ قَوْمٍ عَلَى أَلا تَعْدِلُوا اعْدِلُوا هُوَ أَقْرَبُ لِلتَّقْوَى وَاتَّقُوا اللَّهَ إِنَّ اللَّهَ خَبِيرٌ بِمَا تَعْمَلُونَ 
Hai orang-orang yang beriman, hendaklah kamu menjadi orang-orang yang selalu menegakkan (kebenaran) karena Allah, menjadi saksi dengan adil. Janganlah sekali-kali kebencianmu terhadap suatu kaum, mendorong kamu untuk berlaku tidak adil. Berlaku adillah, karena adil itu lebih dekat kepada taqwa. Dan bertaqwalah kepada Allah, sesungguhnya Allah Maha Mengetahui apa tang kamu kerjakan.”
 Selain itu, pemberlakuan sistem pembuktian terbalik dalam sistem peradilan hukum. Sang tersangka koruptor harus mampu membuktikan darimana harta benda miliknya itu didapat. 
e. Reformasi Pendidikan
Dalam segi keilmuan menjadi pedoman hidup manusia untuk lebih menemukan wawasan pengetahuan dalam memenuhi segala kebutuhan hidupnya. Islam selalu mengedepankan manusia untuk menuntut ilmu sebagai sebuah kewajiban, mulai sejak lahir hingga akhir hayatnya. Tentunya, pendidikan sangat mempengaruhi keberlanjutan tindak korupsi. Setiap anggota masyarakat sangat memerlukan pemahaman tentang anti korupsi. Pola pendidikan diterapkan secara terstruktur sejak usia dini hingga orang dewasa. Pendidikan anti korupsi sejak dini dengan peranan keluarga. Kurikulum anti korupsi perlu dimasukkan dalam sistem pembelajaran di sekolah. Selain itu, bimbingan dan penyuluhan anti korupsi perlu diterjunkan dalam masyarakat. (QS Al-‘Ashr:3) 
f. Reformasi Sosial
Islam begitu menekankan perhatiannya terhadap sistem sosial di masyarakat. Perintah mengeluarkan zakat bagi si kaya untuk di berikan kepada si miskin, anjuran bersedekah dan infaq, bahkan konsekuensi kewajiban diarahkan dalam segi sosial, seperti memberi makan orang miskin bagi yang tidak mampu berpuasa, ibadah haji dengan berkorban dan sebagainya.
 يَا أَيُّهَا النَّاسُ إِنَّا خَلَقْنَاكُمْ مِنْ ذَكَرٍ وَأُنْثَى وَجَعَلْنَاكُمْ شُعُوبًا وَقَبَائِلَ لِتَعَارَفُوا إِنَّ أَكْرَمَكُمْ عِنْدَ اللَّهِ أَتْقَاكُمْ إِنَّ اللَّهَ عَلِيمٌ خَبِيرٌ 
Hai manusia, sesungguhnya Kami menciptakan kamu dari seorang laki-laki dan seorang perempuan dan menjadikan kamu berbangsa-bangsa dan bersuku-suku supaya kamu saling kenal mengenal. Sesungguhnya orang yang paling mulia di antara kamu di sisi Allah ialah orang yang paling bertakwa di antara kamu. Sesungguhnya Allah Maha Mengetahui lagi Maha Mengenal.(QS. Al-Hujurat:13) 
Reformasi dalam berbagai bidang kehidupan sangat diperlukan, karena korupsi bukan sebagai suatu sistem yang terorganisir, struktul maupun kultul. Akan tetapi, korupsi merupakan rangkaian mata rantai kehidupan dengan fenomena siklus sebab-akibat. Rangkaian korupsi di segala sektor kehidupan harus ditanggapi secara serius dengan pemberlakuan sistem Islami. Ajaran Islam telah mencakup segala kehidupan manusia untuk dijadikan pedoman hidup di dunia dan di akhirat dengan sumber wahyu kalam Illahi. 

V. Kesimpulan

Dengan demikian, reformasi pemberantasan korupsi merupakan gerakan menuju arah pembaharuan dalam melawan korupsi dapat ditempuh dengan jalan pelaksanaan ajaran Islam secara komprehensif. Dari beberapa uraian di atas dalam pemeberantasan korupsi, tentunya tidak semudah teori yang dituangkan oleh para ahli. Dari berbagai teori yang ungkapkan perlu dijalankan dengan sikap keseriusan, kecakapan dan ketanggapan oleh berbagai elemen masyarakat keseluruhan, mulai dari pemerintah pusat, pemerintah daerah hingga masyarakat pada umumnya untuk saling bekerja sama dan memberikan pengawasan. 
Dalam Islam, penanaman moral sangat penting dalam sistem kehidupan. Sejak dini harus segera dimulai melalui peran pendidikan keluarga, suasana lembaga pendidikan, dan menciptakan masyarakat dengan lingkungan yang kondusif. Perjalanan panjang korupsi yang semakin merajalela akan dapat dikikis dengan tindakan hukum yang efektif dan efisien, terutama dalam menindak kasus korupsi yang pelakunya diantara para birokrat atau politisi harus ditindak tegas tanpa pandang bulu. Keberanian dan kejujuran oknum penegak hukum harus dipertaruhkan. 
Selanjutnya, dalam proses seleksi pemilihan para pejabat maupun pegawai perlu dilakukan kualifikasi yang maksimal, baik dari segi intelektual, emosional maupun spiritual. Implementasinya dalah bagaimana kualitas moral calon pejabat maupun pegawai tersebut. Sistem pemilihan yang selalu diiringi dengan suap atau money politic harus ditindak tegas. Produk pendukung adalah pengentasan kemiskinan, sistem penggajian yang layak sesuai pangkat dan kinerja pegawai, perlu kreativitas dalam menciptakan lapangan pekerjaan, dan pemerataan penghasilan daam pembangunan. Respon terhadap arus globalisasi dan modernisasi membawa pengaruh perubahan pola pikir dan gaya hidup masyarakat yang hedonis yang konsumeris, sehingga pemenuhan kebutuhan semakin meningkat yang tidak didukung dengan pendapatan yang tidak sesuai dengan anggaran belanja. 
Pada akhirnya, pemberantasan korupsi menjadi tugas pemerintah bersama masyarakat dengan kesadaran dalam menegakkan hukum tindak korupsi. Otoritas pemerintah yang masih lemah dalam menindak hukum korupsi karena sulitnya menemukan bukti-bukti para pelaku korupsi. Oleh karenanya, elemen masyarakat memiliki peranan penting dalam pengawasan sebagai informan, sehingga praktik-praktik korupsi akan lebih mudah tercium gelagat pelakunya. 

DAFTAR PUSTAKA 

al-Qardhawi, Yusuf, Anantomi Masyarakat Islam, penerjemah: Setiawan Budi Utomo, Jakarta: Pustaka al-Kautsar, 1999. 
-----------------, Halal dan Haram, penerjemah: Tim Penerbit Jabal, Bandung: Penerbit Jabal, 2009. 
Dahlan, Abdul Azis. Ensiklopedi Hukum Islam. Jilid III, Jakarta: Ichtiar Baru van Hoeve, 2001. 
Departemen Agama RI, Mushaf Al-Qur’an dan Terjemah,(Jakarta: Pustaka Al-Kautsar, 2009. 
Jauhar, Ahmad al-Husni Husain, Maqashid Syariah, penerjemah: Khikmawati, Jakarta: Amzah, 2009. Kartono, Kartini, Patologi Sosial, Jilid 1, Jakarta: Rajawali Press, 2011. 
Lukmantoro, Triyono, Permaninan Bahasa dalam Korupsi, Kompas, 28 Januari 2012. 
Madaniy, A. Malik, Politik Berpayung Fiqh, Yogyakarta: Pustaka Pesantren, 2010. 
Na’im, Moh. Masyhuri, dkk, NU Melawan Korupsi : Kajian Tafsir dan Fiqih, Jakarta: Tim Kerja Gerakan Nasional Pemberantasan Korupsi PBNU, 2006. 
Nugroho, Naskah Tali, dkk, Ensiklopedi Pengetahuan Sosial, Jilid 2, Yogyakarta: Pustaka Insan Madani, 2009. 
Salamulloh, M. Alaika, Akhlak Hubungan Vertikal, Yogyakarta: Pustaka Insan Mandiri, 2008. 
Sulaiman, M. Noor, Hadits-Hadits Pilihan: Kajian Tekstual dan Kontekstual, Jakarta: Gaung Persada, 2010. 
Tim Penyusun Kamus Bahasa, Kamus Bahasa Indonesia, Jakarta: Pusat Bahasa, 2008.
Design by Zay Arief